Teknis perhitungan Indeks Desa Membangun
IDM (Indeks Desa Membangun) disusun dari tiga pilar utama yaitu Indeks Sosial, Indeks Ekonomi, dan Indeks Lingkungan kemudian diturunkan menjadi 22 variabel dan 52 indikator. Peringatan, tulisan ini memuat teknis perhitungan.
Dalam pengukuran status desa oleh Kemendes, terdapat lima klasifikasi status desa dalam Indeks Desa Membangun (IDM). Lima status itu adalah (1) Desa Sangat Tertinggal; (2) Desa Tertinggal; (3) Desa Berkembang; (4) Desa Maju; dan (5) Desa Mandiri.
Dalam dokumen resmi IDM 2015 dijelaskan, klasifikasi itu untuk menunjukkan keragaman karakter setiap desa. Selain itu bertujuan untuk menajamkan penetapan status perkembangan desa dan rekomendasi intervensi kebijakan yang diperlukan berdasarkan status dari masing-masing desa.
Adapun rentang skor pengukuran status desa dalam IDM dari 0,27–0,92. Sedangkan nilai rata-rata nasional IDM 2015 mencapai 0,566. Klasifikasi status masing-masing desa ditetapkan dengan ambang batas sebagai berikut: (1) Desa Sangat Tertinggal: < 0,491; (2) Desa Tertinggal: > 0,491 dan < 0,599; (3) Desa Berkembang: > 0,599 dan < 0,707; (4) Desa Maju: > 0,707 dan < 0,815; (5) Desa Mandiri: > 0,815.
Dengan nilai skor masing-masing desa dan klasifikasi status desa, maka dari perhitungan itu diharapkan adanya perbedaan dalam intervensi pendekatan kebijakan. Termasuk status desa akan menentukan jumlah dana yang berbeda sesuai status klasifikasi masing-masing desa.
Dalam dokumen IDM itu juga dicontohkan, untuk Status Desa Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal memiliki nilai skor dan situasi yang berbeda. Adanya status kondisi desa itu diharapkan pendekatan kebijakan dan intervensi yang akan dilakukan juga berbeda. Dua status itu melekat, karena minimnya atau desa tidak memiliki fasilitas dasar, seperti pasar, jalan dan kondisinya, fasilitas kesehatan dan tenaganya.
Dalam melihat skor dan ambang batas IDM itu, setidaknya terdapat tiga status desa yang masuk dalam kondisi rentan. Mulai dari dari status Desa Berkembang, Desa Tertinggal, dan Desa Sangat Tertinggal. Rentan dalam arti, jika ada salah satu skor indikator yang bergeser, maka dengan seketika semakin menurun, misalnya dari status Desa Berkembang akan menjadi Desa Tertinggal atau Desa Sangat Tertinggal.
Adapun faktor kerentanan itu adalah terjadinya guncangan ekonomi, bencana alam, konflik sosial berkepanjangan. Tiga hal kerentanan itu memungkinkan status Desa Berkembang akan turun skor dan statusnya, jika faktor kerentanan itu tidak segera ditangani.
Status Desa Berkembang adalah nilai tengah, dan rentan. Faktor-faktor tertentu akan dapat membuat statusnya turun, tapi juga bisa naik menjadi Desa Maju dan Desa Mandiri. Agar posisinya bisa naik menjadi Desa Maju, sebuah Desa Berkembang harus mampu mengolah daya potensi desa, mengelola informasi yang baik untuk warga, memiliki inovasi dan prakarsa, dan kewirausahaan.
Setelah mendapat status Desa Maju, desa itu diharapkan menjadi Desa Mandiri jika fasilitas dasar desa sudah terpenuhi. Sebuah Desa Mandiri harus mampu mengelola potensi desa yang dimiliki, memiliki inovasi dan kewirausahaan desa. Dengan status Desa Mandiri, berdasarkan indikator ukur IDM, diharapkan desa itu memiliki kemampuan tiga dimensi sekaligus: mengelola daya dalam ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi secara berkelanjutan.
Visual di atas adalah gambaran cita-cita. Desa diharapkan memiliki nilai dan budaya, kemandirian, dan keberlanjutan dari tiga aspek utama yaitu aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Semua itu dijadikan acuan dalam IDM 2015 yang dibangun atas tiga pilar utama itu, kemudian ditopang oleh 22 variabel dan 52 indikator.
Dari perhitungan IDM 2015 (IDM versi pertama) terdapat 73.709 desa, yang didapatkan dari data Potensi Desa (Podes) 2014. Komposisi status desa terbanyak pada status Desa Tertinggal yakni 33.592 desa (45 persen). Adapun gambaran status semua desa lengkapnya sebagai berikut:
- Desa Sangat Tertinggal: 13.453 Desa atau 18,25 persen
- Desa Tertinggal: 33.592 Desa atau 45,57 persen
- Desa Berkembang: 22.882 Desa atau 31,04 persen
- Desa Maju: 3.608 Desa atau 4,89 persen
- Desa Mandiri: 174 Desa atau 0,24 persen
Berikut teknis dan metodologi perhitungan IDM 2015 yang dikutip dari dokumen resminya:
IDM disusun dengan memperhatikan ketersediaan data yang bersumber dari Potensi Desa 2014. IDM merupakan indeks komposit yang dibangun dari dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Ketiga dimensi terdiri dari variabel, dan setiap variabel diturunkan menjadi indikator operasional.
Setiap indikator memiliki skor antara 0 s.d. 5; semakin tinggi skor mencerminkan tingkat keberartian. Misalnya : skor untuk indikator akses terhadap pendidikan sekolah dasar; bila Desa A memiliki akses fisik <= 3 Km, maka Desa A memiliki skor 5, dan Desa B memiliki akses fisik > 10 Km, maka memiliki skor 1. Ini berarti penduduk Desa A memiliki akses yang lebih baik dibandingkan dengan penduduk Desa B.
Setiap skor indikator dikelompokkan ke dalam variabel, sehingga menghasilkan skor variabel. Misalnya variabel kesehatan terdiri dari indikator (1) waktu tempuh ke pelayanan kesehatan < 30 menit, (2) ketersediaan tenaga kesehatan dokter, bidan dan nakes lain, (3) akses ke poskesdes, polindes dan posyandu, (4) tingkat aktivitas posyandu dan (5) kepesertaan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Total skor variabel selanjutnya dirumuskan menjadi indeks:
Indeks Varibel= ( ∑ IndikatorX )/(Nilai Maksimum (X))
Indeks dari setiap variabel menjadi Indeks Komposit yang disebut dengan Indeks Desa Membangun (IDM).
IDM=1/3(IS x IE x IL)
Keterangan:
IS: Indeks Sosial
IE: Indeks Ekonomi
IL: Indeks Lingkungan
Kemudian dalam menetapkan status setiap desa dilakukan klasifikasi dengan menghitung range yang diperoleh dari nilai maksimum dan minimum. Nilai range yang diperoleh menjadi pembatas status setiap Desa, sehingga ditetapkan lima klasifikasi status desa yaitu:
- Desa Sangat Tertinggal: < 0,491
- Desa Tertinggal: > 0,491 dan < 0,599
- Desa Berkembang: > 0,599 dan < 0,707
- Desa Maju: > 0,707 dan < 0,815
- Desa Mandiri: > 0,815
Setelah munculnya IDM 2015 yang bersumber dari Podes BPS 2014, Kemendes melakukan pemutakhiran setiap tahunnya. Pemutakhiran di lapangan dilakukan dengan input kuisioner online oleh kepala desa dan perangkat desa yang didampingi oleh Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ada di masing-masing desa. Kemudian diperiksa oleh pihak kecamatan, kabupaten, provinsi hingga diolah oleh Kemendes.
Dalam dokumen resmi tercatat pemutakhiran IDM dilakukan pada 2016, 2018, dan terakhir pada 2019. Hasil tabulasi seluruh status desa se-Indonesia dibuka untuk publik dalam situs: http://idm.kemendesa.go.id//idm_data. Dalam situs itu setiap wilayah bisa mengetahui status desanya masing-masing.
Lokadata juga menggunakan data resmi IDM itu dan disematkan dalam Dashboard Lokadata. Selain menggunakan data IDM, Dashboard Lokadata juga dilengkapi sejumlah data lainnya. Tujuannya adalah sebagai perbandingan atau sekadar mencari insight tentang persoalan dan kondisi di Indonesia.
Dashboard Lokadata adalah ikhtiar kami menyatukan berbagai data terbuka namun terpisah-pisah lokasinya di berbagai kementerian/lembaga. Dengan usaha itu, kami ingin publik lebih mudah mengakses dan memanfaatkanya, dan itu sebabnya sekarang Anda bebas mengakses Dashboard Lokadata melalui tautan berikut: https://dashboard.lokadata.id/. Selamat menelusuri data desa yang menjadi wajah pembangunan Indonesia.
Baca juga artikel terkait:
Desa dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan