Desa

Desa Papring Penghasil Besek Bambu dan Piring Lidi

Warga Desa Papring, Banyuwangi terampil membuat aneka produk kerajinan bambu, seperti besek bambu dan piring lidi. Menggali potensi lokal untuk ekonomi warga.

Rizki Alfian
Desa Papring Penghasil Besek Bambu dan Piring Lidi
Keterampilan mengolah kerajinan bambu didapatkan secara turun temurun di Desa Papring, Banyuwangi. Rizky Alfian / Kanal Desa

Kerajinan berbahan dari alam masih dipertahankan warga lingkungan Desa Papring, Kelurahan Kalipuro, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur. Selain bahan baku kerajinan yang melimpah dan mudah didapat, sudah pasti produk ini lebih ramah lingkungan. Kerajinan yang diproduksi warga Papring adalah besek bambu dan piring lidi.

Banyak ibu rumah tangga yang memiliki keterampilan mengolah bambu. Khususnya memanfaatkan lidi untuk keperluan sapu. Namun, harga jual sapu di desa ini tidak seberapa. Peminatnya semakin hari semakin berkurang. Kondisi ini membuat warga Papring mesti mengasah otak agar mereka bisa menambah penghasilan ekonomi. Salah satunya, melalui keterampilan mengayam dan membuat produk kerajinan bambu.

Beruntung, desa ini mereka ada Kelompok Belajar Kampoeng Batara dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nur Surya Education yang mewadahi kebutuhan masyarakat Papring.

Kampoeng Batara merupakan akronim dari kampung baca taman rimba. Disebut begitu karena kampungnya berbatasan langsung dengan hutan. Jarak dengan rumah terakhir sekitar 100 meter saja. Kampoeng Batara didirikan oleh warga Papring bernama Widie Nurmahmudy (45), seorang aktifis lingkungan, budayawan sekaligus jurnalis.

Kampung ini berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi atau jika ditempuh kendaraan, kurang lebih selama 30 menit perjalanan. Kampung tersebut berada di pinggiran hutan KPH Banyuwangi Utara. Medan jalan menuju kampung ini lumayan cukup asyik dilewati. Jalan yang menanjak dan aspal yang sebagian sudah mengelupas membuat mata melek.

Biasanya, dulu produk piring lidi dari lingkungan Papring, dipasarkan hingga keluar daerah. Berbekal pelatihan yang masif dilakukan, sehingga piring lidi disini mampu dijual keluar Banyuwangi.

"Lidi yang dipakai untuk piring adalah lidi kelapa. Selain ulet dan kuat, bahan bakunya juga mudah didapat," kata Widie. Tidak hanya lidi saja sebenarnya, perajin perempuan di kampung ini juga menerima permintaan konsumen sesuai pesanan. "Seperti keranjang buah, nampan, dengan berbagai motif dan ukuran, juga kami terima," tambahnya.

Membuat produk kerajinan bambu menjadi kebiasaan warga Desa Papring, Banyuwangi disela bekerja di pertanian dan peternakan.
Membuat produk kerajinan bambu menjadi kebiasaan warga Desa Papring, Banyuwangi disela bekerja di pertanian dan peternakan. Rizky Alfian / Kanal Desa

Kelompok pengrajin dibawah naungan Kampoeng Batara ada sebanyak 27 orang pengrajin lidi. Setiap orang rata-rata bisa menghasilkan 30 buah piring lidi per hari. Artinya jika dijumlah, dalam sehari 27 orang pengrajin tersebut mampu menghasilkan sebanyak 810 buah piring lidi. Sedangkan harga piring lidi tersebut dihitung per satu kodi senilai Rp 40 ribu. Satu kodi sama dengan 20 buah piring lidi.

Maka jika disederhanakan 810 piring lidi menggunakan satuan kodi, perhari para perajin mampu memproduksi rata-rata sebanyak 40 kodi piring lidi. Dengan total perputaran uang Rp 1,6 juta per hari. Jika satu bulan ada 30 hari dan memproduksi secara terus menerus, maka uang yang dihasilkan dari penjualan sapu lidi itu mencapai Rp 48 juta.

Menurut Widie, kerajinan lidi ini sebenarnya hanya penghasilan sampingan. Sebab rata-rata penghasilan utama masyarakat Papring atau Kampoeng Batara adalah petani dan peternak.

Dikirim Ke Bali

Lain lidi lain pula perputaran uang dari kerajinan besek. Di Papring, kerajinan besek adalah industri kerajinan bambu yang menghasilkan beragam macam produk. Mulai aneka besek berbagai ukuran, alat rumah tangga, souvernir, kepang/gedek hingga aksesoris.

Ciri khas produk turunan dari kerajinan bambu asli Papring ini adalah besek dengan berbagai ukuran, warna maupun kepang kecil. Produk ini terbukti mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Namun, sebelum menjadi kerajinan besek ada sejumlah tahapan yang mesti harus dilakukan. Mulai proses bawat atau irat, ngenam/nganyam, beset, buconi, hingga natasi. Produk besek biasanya digunakan untuk tempat menaruh buah maupun, bumbu dapur, hingga olahan singkong berupa tape.

Menganyam besek memang sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan perempuan Papring. Maklum, pembuatan wadah yang dianyam ini, lebih banyak dilakoni kaum perempuan.

Produk besek bambu dan sapu lidi menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat Desa Papring
Produk besek bambu dan sapu lidi menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat Desa Papring Rizky Alfian / Kanal Desa

Dari sekian perempuan yang masih rutin membuat besek ini, salah satunya adalah Sunarti. Dia sudah menekuni kerajinan tersebut sejak tahun 1990-an dan hingga kini menekuni kerajinan bambu dengan telaten.

Menurut Sunarti, menjadi seorang pengrajin besek tidaklah mudah, ada beragam proses yang mesti dituntaskan. Mulai proses awal menebang bambu, memotong, membelah menjadi irisan tipis, dijemur, baru kemudian dianyam.

"Dari serangkaian proses membuat kerajinan tersebut, ada pekerja yang hanya memotong bambu dan menganyam. Tergantung untuk siapa dia bekerja," terang Sunarti.

Ada yang bekerja untuk diri sendiri sampai karyanya dijual. Ada juga yang bekerja kepada orang lain, sebagai buruh menganyam bambu untuk menjadi besek.

“Saya buruh disini. Karena nanti kalau sudah selesai akan diambil oleh tengkulak, sebelum akhirnya dikirim ke Bali," ungkap Sunarti tersenyum.

Produk besek bambu dan piring lidi Desa Papring memasok kebutuhan pasar lokal hingga ke Bali. Potensi yang bisa mendongkrak ekonomi masyarakatnya.
Produk besek bambu dan piring lidi Desa Papring memasok kebutuhan pasar lokal hingga ke Bali. Potensi yang bisa mendongkrak ekonomi masyarakatnya. Rizky Alfian / Kanal Desa

Menurutnya, hasil kerajinan besek yang dibuatnya itu akan di kirim ke Pulai Bali oleh tengkulak lokal yang mengambil besek setiap minggunya. Dibandingkan piring lidi, besek bambu harganya lebih murah. Per biji harga jualnya Rp 800, dengan ukuran 25X25 Cm.

Sunarti menjadi buruh untuk dirinya sendiri. Semua bahan olahan bambu sampai siap dianyam, dikerjakan oleh suaminya. Sunarti tinggal menganyam hingga menjadi besek, sampai dijual. "Untuk upah buruh menganyam besek, per seratus besek dihargai tujuh ribu lima ratus. Artinya per bijinya, diharga Rp 75," ujar Sunarti.

Sunarti mengaku perhari dapat membuat sampai 50 besek. Jika dikalikan Rp 800 per buah, maka penghasilan perhari mencapai Rp 40 ribu. Ia mengaku, membuat besek bambu sudah dilakoninya sejak usia 13 tahun. Menurutnya, hampir semua warga Papring membuat kerajinan gedek dan besek, pada saat dirinya remaja dulu.

"Kalau sekarang yang menganyam kurang lebih 10 orang. kalau dulu semua warga sini menganyam," ingat Sunarti.

Sunarti dan warga lainnya mengangap usaha membuat kerajinan sebagai usaha sampingan. Masyarakat desa tetap mengutamakan pekerjaannya sebagai petani dan peternak. Namun begitu, usaha ini ikut menambah penghasilan keluarga di desa.

Widie Nurmahmudy berkeinginan untuk terus mendorong kesejahteraan masyarakat di sini lewat pendekatan pendidikan dan kebudayaan. Menurutnya, masyarakat Papring perlu mendapatkan akses dan layanan pendidikan formal agar masyarakatnya bisa tumbuh dan mampu melestarikan nilai budaya dan tradisinya.

“Semua orang memiliki peran masing-masing sesuai dengan bidangnya. Dan pendidikan itu tanggungjawab kita Bersama. Maka Kampoeng Batara menjadi ruang membangun sinergi untuk menjaga pengetahuan lokal agar tidak hilang," tutup Widie.

Kesibukan pengrajin bambu di Desa Papring pun menjadi pemandangan yang apik. Obrolan ringan dan gelak tawa menjadi penghangat disela tangan-tangan mereka yang terampil. Puluhan produk besek bambu dan piring lidi tak terasa sudah menumpuk di pojok teras rumah warga.

Baca Lainnya