BUMDes Torosiaje: ojek perahu di kampung laut Suku Bajo
BUMDes Torosiaje menyediakan sewa perahu sebagai akses menuju wisata perkampungan laut Torosiaje, Gorontalo. Peluang yang ikut mendorong perkembangan desa wisata Suku Bajo.
Torosiaje, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, sejak dulu terkenal sebagai kawasan perkampungan apung laut. Desa ini unik karena sejak dulu punya kedekatan dengan kehidupan laut yang berada di Teluk Tomoni.
Secara turun temurun, masyarakatnya lahir dan berkembang di atas laut. Seiring dengan waktu, Torosiaje berkembang menjadi tiga wilayah desa; Torosiaje (perkampungan di atas laut) atau sering dikenal juga Torosiaje Laut, Torosiaje Jaya dan Bumi Bahari yang berada di darat.
Kawasan Torosiaje tergolong daerah hunian kecil, dengan luasnya sekitar 230 hektar namun menampung 1.478 jiwa. Kebanyakan warganya bekerja sebagai nelayan, ada juga yang bekerja sebagai guru, aparatur pemerintah, buruh, pedagang, dan penyedia jasa ojek perahu.
Awalnya, orang yang tinggal di darat saat ini dulu berasal dari laut. Orang mengenalnya dengan sebutan Suku Bajo. Kemudian mereka memilih berpisah dan berjarak dengan laut. Banyak spekulasi yang menguat dengan perpindahan tersebut; ada yang ingin merasakan daratan sebagai tempat tinggal yang baru, ada juga yang tergiur karena dekat dengan akses untuk kebutuhan sehari-hari.
Melihat perpindahan yang sangat masif tersebut, masyarakat akhirnya sepakat, agar tidak menimbulkan perpecahan antara sesama warga desa, dan semakin mengikat kuat rasa persaudaraan antar sesama, mereka secara mufakat menyetujui penamaan “Torosiaje Serumpun” sebagai lambang persatuan antar ketiga desa.
“Kalau dulu orang-orang Bajo banyak, tapi sekarang sudah bertambah dari suku yang berbeda yang sudah tinggal di Torosiaje, apalagi yang ada di Torosiaje Laut. Tapi memang, hampir sebagian penghuninya orang Bajo itu sendiri,” kata Umar Pasandre, tokoh masyarakat Torosiaje.
Karena letak Desa Torosiaje berada di atas laut, hanya ada satu transportasi yang laku keras di sana–ojek perahu. Semua hilir mudik harus menggunakan perahu, baik aktivitas yang berhubungan dengan sandang, pangan dan papan. Ibaratnya, perahu adalah urat nadi yang tidak bisa dipisahkan di Torosiaje.
Jadi Desa Wisata
Pemerintah Kabupaten Pohuwato saat ini memang sementara menggenjot desa-desa memanfaatkan potensi yang ada menjadi nilai jual di desa dan akan dibantu dipromosikan melalui jualan desa wisata.
Upaya ini tentunya untuk mendorong desa agar bisa mandiri dan mendapatkan keuntungan berupa pemasukan pendapatan kepada desa dan masyarakat khususnya melalui jualan pariwisata.
Data dari bidang pariwisata Pohuwato sendiri tercatat, sekiranya ada 25 desa yang sudah ditetapkan dan telah mendapatkan SK desa wisata yang dikeluarkan langsung oleh pemerintah daerah.
“Untuk Torosiaje sendiri sudah mendapatkan SK desa wisata sejak tahun 2021, meskipun promosi jualan desa wisatanya sudah lama dilakukan,” ujar Herman Abdullah, Kabid Pariwisata Disporapar Pohuwato.
Menurut Herman, hadirnya desa wisata di Torosiaje turut menyumbang pendapatan masyarakat, baik yang bekerja menyediakan jasa ojek perahu, homestay, dan rumah makan. Selain itu juga, ada pelaku usaha kreatif yang meraup keuntungan dari kunjungan wisatawan ke desa.
Setidaknya ada tiga homestay dan empat rumah makan yang aktif yang dikelola oleh secara mandiri oleh warga desa. Hadirnya homestay dan rumah makan membantu para pelancong yang kebingungan saat kelaparan dan solusi bagi mereka yang ingin merasakan suasana perkampungan untuk tinggal lebih lama di desa.
“Dampak secara ekonomi pasti dirasakan oleh masyarakat khususnya dengan adanya peningkatan ekonomi,” ujarnya. Hanya saja, lanjut Herman, persoalan aksesibilitas dan atraksi belum sepenuhnya diterapkan di Torosiaje dan masih menjadi upaya bersama.
“Ini perlu mendapatkan perhatian seluruh pihak bukan hanya dari pemerintah saja, baik dari pemerintah desa dan pemangku kepentingan yang ada di desa,” katanya lagi.
Torosiaje sebenarnya merupakan objek wisata yang sangat lengkap, daya tariknya berbeda dengan objek wisata yang lain. Misalnya, di sini ada wisata seperti hutan mangrove, potensi bahari, dan pola kehidupan masyarakat Bajo yang menjadi magnet paling kuat dari Torosiaje.
Dengan melihat potensi yang ada tersebut, maka pemerintah kabupaten menggembar-gemborkannya sebagai desa wisata, yang mana jualan pariwisatanya adalah perkampungan di atas laut yang kaya akan budaya dan potensi baharinya.
Jualan pariwisata yang usang sebenarnya, di beberapa wilayah Indonesia lainnya kita akan menemui tempat atau perkampungan serupa. Hanya saja, di Gorontalo ini, Torosiaje satu-satunya desa yang model desanya berbeda dengan desa-desa yang lain dan itu yang menjadi pembeda untuk Torosiaje.
Geliat Ekonomi Desa
Perekonomian Torosiaje digerakkan melalui berbagai sisi, salah satunya dari kunjungan wisatawan yang ingin menghabiskan waktu luang mereka. Untuk mengunjungi Torosiaje harus menentukan jadwal di akhir pekan. Karena di hari biasanya, pengunjung sangat kurang, Torosiaje hanyalah kampung seperti biasanya. Ia akan ramai di hari Sabtu dan Minggu.
“Jika di hari biasanya, pengujung yang datang ke Torosiaje hanya bisa dihitung dengan jari saja, tapi hari Sabtu dan Minggu yang banyak pengunjungnya,” ungkap Umar Pasandre.
Pihak pariwisata kabupaten membeberkan, setidaknya data kunjungan yang tercatat setahun belakangan ini lebih baik dari tahun 2020 dan 2021 setelah Covid-19 menyerang. Meski belum mampu mengalahkan kunjungan sebelum tahun-tahun sebelum pandemi masuk.
“Kisarannya 200-300 pengunjung yang mengunjungi Torosiaje. Ini data kunjungan masih kecil dibandingkan dari beberapa tahun sebelum itu,” jelas Herman.
Pengunjung yang baru pertama kali akan tertarik melihat Torosiaje lebih dekat dan akan berdecak kagum melihat arsitektur bangunannya. Dari bangunan sekolah, rumah, jalan, dan jembatan di bangun di atas laut.
“Ini kali pertama saya ke sini, dan saya tidak habis pikir bagaimana orang-orang mendesain tempat ini menjadi tempat tinggal,” ujar Dayat, memuji Torosiaje saat ia kunjungi.
Dari kunjungan pengunjung inilah masyarakat Torosiaje mendapatkan laba. Ada yang membuka rumah makan, homestay, penginapan, dan wahana kunjungan terbaru yang diresmikan oleh desa dan pemerintah kabupaten, yakni Alo Cinta dan digadang-gadang menjadi ikon Torosiaje untuk menarik wisatawan.
Dengan potensi pemasukan yang banyak tersebut, BUMDes Torosiaje yang dipimpin oleh Rena Pasandre sejak tahun 2019 tidak melirik sama sekali peluang yang ada. Ia hanya tertarik menggerakkan usaha BUMDes melalui ojek perahu. Sesuatu hal yang paling penting dibutuhkan di Torosiaje.
Ketertarikan Rena menggerakan BUMDes hanya bergelut di jasa ojek perahu, karena melihat perahu sangat penting di Torosiaje dan satu-satunya moda transportasi yang ada di sana. Rena bahkan berpikir ingin melebarkan sayap usaha BUMDes lainnya, tapi masih terkendala di sumber daya manusia yang mampu dan mau mengurusi usaha tersebut. Makanya dia ingin berfokus dulu pada jasa ojek perahu yang sudah mulai dijalankan.
Rena harus mengeluarkan setidaknya modal sebesar 7 juta rupiah. Modal itu digunakan Rena untuk membeli perahu dan mesin ketinting berukuran sedang sebagai daya pendorong perahu. Setoran yang masuk dari usaha itu diwajibkan setiap minggu sekali dengan nominal yang telah ditentukan.
Selain jasa ojek perahu penyeberangan, Rena berkeinginan untuk melebarkan sayap usaha Bumdesnya ke usaha pariwisata seperti jasa pemandu para wisatawan yang ingin menyelam melihat keindahan yang ada di bawah laut Torosiaje.
Sebab, selain objek kampung terapung, wisata bawah laut Torosiaje juga tak kalah menarik. Beberapa tahun belakangan ini mulai banyak dikunjungi wisatawan termasuk vokalis tenar dari band ternama Indonesia, Kaka Slank.
Kaka Slank turut merasakan alam bawah laut Torosiaje, dan sempat memberi nama salah satu spot diving “Kaka Slank” yang di dalamnya banyak dihuni hiu blacktip, hewan yang hampir terancam keberadaannya atau daftar merah oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature).
Namun Rena juga sadar, ia harus mengembalikan modal awal BUMDes yang dia dapatkan dari pendanaan desa dan harus memberikan PADes ke desanya setelah usaha ojek perahunya berjalan dan bisa melebarkan sayap bisnis BUMDes yang dia kelola.
“Tanpa perahu, baik masyarakat dan wisatawan tidak akan bisa sampai ke sini. Makanya BUMDes mengambil kesempatan ini,” terang Rena.
Kata Rena, ojek perahu yang digerakkan oleh BUMDes ialah sebuah manifestasi dari kegagalan BUMDes sebelumnya di desa. Kurangnya sumber daya manusia dan tata kelola yang buruk membuat BUMDes Torosiaje kala itu seperti mati segan hidup tak mau. Tak ada daya kembangnya, tak ada terobosan untuk melihat peluang menggerakkan ekonomi.
Dalam analisa Rena, aktivitas masyarakat yang memakai jasa transportasi perahu dari pagi sampai malam hari sangat aktif. Dengan bayaran upah per jasanya sebesar 10 ribu rupiah untuk jasa pengantaran pergi dan pulang. Baik masyarakat Torosiaje dan wisatawan berlaku sama tarifnya. Dan hampir setiap harinya, ada 10-20 perahu hilir mudik perahu dari pangkalan ojek menuju desa, dan jumlahnya bisa lebih banyak dari hari biasanya jika kunjunga ke desa saat ramai.
Menurut Rena, tata kelola di Torosiaje perlu diperbaiki. Misalnya pada ojek perahu yang selama ini tidak memberikan dampak seperti pendapatan ke desa alias PADes. Jika sumbangan PADes dari ojek perahu ini diatur maka desa akan mendapatkan untung dan bisa mengelola keuangan tadi untuk pembangunan desa.
“Kita patok saja kontribusi dari setiap ojek perahu 100 ribu dalam sebulan, pasti bisa memberikan keuntungan ke desa. Makanya, dengan memilih ojek perahu yang digerakkan oleh BUMDes kami ingin memberikan contohnya,” jelas Rena.
Ojek perahu milik BUMDes Torosiaje sendiri baru dirilis pada September 2021. Dengan sistem bagi hasil yang telah diatur antara pihak BUMDes dan si tukang ojek perahunya. Rena menargetkan, selama setahun beroperasi hingga September 2022 akan terkumpul pendapatan sebanyak Rp 10 juta untuk sumbangan ke PADes Torosiaje.
“Target 10 juta sudah tercapai. Kami berencana akan menambah lagi perahunya, yang awalnya BUMDes hanya punya satu perahu akan kami tambah lagi. Sistem setoran juga akan kami perbaiki, kami mematok setiap 5 hari menyetor pendapatan ke BUMDes dengan nominalnya 30 ribu rupiah, tapi ke depan akan kami atur setoran per bulan saja,” ucap ketua BUMDes tersebut.
BUMDes Torosiaje tengah mendorong perananan kerja sama dengan dinas pariwisata maupun desa agar sama-sama mengembangkan Desa Torosiaje yang lebih baik lagi. Mulai tata kelola tiket masuk hingga program publik, seperti akses air bersih bagi masyarakat. Berbagai peranan ini penting agar bisa berdampak nyata bagi pembangunan desanya yang terkelola secara adil dan transparan.
Sejak dipilih menahkodai BUMDes Torosiaje, Rena mulai menata kembali desa, khususnya dari sisi pariwisata. Ia berharap, tempelan desa wisata bagi Torosiaje turut dirasakan oleh masyarakat luas bukan hanya segelintir orang dan pihak-pihak tertentu. Ia ingin ada daya lenting yang sama antara masyarakat, pemerintah, dalam memajukan desa utamanya Desa Torosiaje.
Kini, satu-satunya harapan BUMDes Torosiaje hanyalah bersandar di ojek perahu. Peluang yang diharapkan mampu bisa memberikan semangat dan perubahan di desa. Usaha sewa perahu juga berdampak pada pendapatan warga. Di mana profesi tukang ojek menjadi pekerjaan sampingan selain nelayan. Usaha ini pun menjadi penyelamat ekonomi warga saat cuaca buruk dan tidak bisa melaut.