BUMDes Maju Besame : bergeliat membangun taraf hidup desa
Potensi lokal menjadi kunci bagi BUMDes Maju Besame meningkatkan kualitas taraf hidup warga desanya.
Mengubah potongan kayu menjadi kursi untuk bersantai dan meja, tidak pernah dibayangkan Antoni, 43 tahun, salah seorang pemilik usaha mesin potong kayu jenis serkel di Desa Pondok Kubang, Kecamatan Pondok Kubang, Kabupaten Bengkulu Tengah. Biasanya, sisa potongan kayu dibuang saja. Namun, tiga bulan terakhir, sisa-sisa potongan-potongan kayu tersebut menjadi sangat berharga.
Tepatnya sejak Antoni menerima saran dari BUMDes Maju Besame, untuk mengolah limbah kayu agar meningkat nilai ekonomisnya. Tak ada pilihan, pelanggan yang ingin memotong kayu mulai berkurang. Otomatis ia harus mencari akal agar usahanya tetap berjalan.
"Tidak setiap hari ada yang memotong kayu. Seperi hari ini, lihat saja, kalau tidak membuat kursi kami tidak bekerja," terang Antoni.
Kecamatan Pondok Kubang, Kabupaten Bengkulu Tengah terdiri dari 12 desa, salah satunya Desa Pondok Kubang, Berdasarkan klasifikasi desa menurut Badan Pusat Statistik (BPS), desa ini merupakan salah satu desa dari 7 desa yang sedang berkembang.
Desa Pondok Kubang terbagi dalam tiga dusun, dusun I, dusun II dan dusun III, dengan jumlah penduduk 9.769 jiwa, terbagi atas 360 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian utama memanfaatkan sektor pertanian dan perkebunan, salah satunya sawit.
Di Desa Pondok Kubang, memotong kayu gelondongan dengan mesin potong kayu jenis serkel atau gergaji piringan, menjadi salah satu usaha yang dimiliki warga desa. Ada 7 unit usaha serupa di desa dengan jumlah karyawan 6-10 orang karyawan setiap hari.
Biasanya dalam satu bulan, satu serkel bisa menerima 30-40 kubik kayu yang akan dipotong. Setiap satu kubik, upah yang diterima pemilik serkel berkisar Rp 220 ribu, jumlah tersebut belum dikurangi upah untuk pekerja. Untuk memotong satu kubik kayu, harus mengerahkan 4 orang pekerja dengan bayaran Rp 30 ribu per orang.
Belakangan serkel mulai sepi. Jika dirata-rata, dalam sebulan hanya 20-25 kubik kayu yang masuk untuk dipotong. Alhasil pendapatan Antoni tidak seperti dulu. "Pohonnya sudah mulai habis," imbuh Antoni.
Namun, semenjak membuat perabotan rumah tangga kursi bersantai, seperti yang disarankan BUMDes Maju Besame, Antoni mengaku pendapatannya cukup terbantu. Bahan baku kayu bawang yang mudah didapat dan cuma-cuma, membuatnya bisa mengkantongi untung Rp 350 ribu per kursi.
"Dari jumlah tersebut kami bisa berbagi untung, kalau gesek kayu karyawan hanya diberi Rp 30 ribu per kubik, dengan membuat kursi, karyawan bisa menerima upah Rp 100 ribu," paparnya.
Untuk setiap 5 kubik kayu yang diserkel, menyisakan limbah kayu yang dapat diolah menjadi 5-7 unit kursi bersantai dengan masa pengerjaan satu kursi dibutuhkan waktu 1-2 hari. Jika dikalkulasi dalam satu bulan bisa memproduksi sekitar 35-40 unit kursi.
"Kendalanya saat ini hanya di listrik, yang sering padam siang hari. Kalau listrik mati ya tidak bisa kerja, sedangkan untuk penjualan lancar karena pemasaran sepenuhnya dibantu bumdes. Sistemnya order duluan baru dibuatkan," papar Antoni.
Membangun Lewat Online
Kades Pondok Kubang Hasan Basri, mengatakan, sejak dibuka order pembuatan kursi dan perabotan rumah tangga lainnya, permintaan dari luar desa cukup antusias. Harga yang relatif bersahabat dan kualitas bahan yang tidak diragukan, membuat order tidak pernah sepi. Saat ini katanya, sistem pemasaran masih menggunakan whatsapp saja, belum ada saluran kanal khusus untuk promosi.
"Ke depan kami sudah menyiapkan sistem perjualan online yang lebih sistematis, yang akan dikelola bumdes, kalau saat ini Bumdes baru memasarkan secara manual, namun tahun depan kami rencanakan ada website khusus desa, sehingga jangkauan pasarnya lebih banyak dan memberikan manfaat bagi pendapatan masyarakat desa, produksinya akan lebih banyak," ungkap Hasan yang baru tiga bulan menjabat sebagai kepala desa.
Sebagai bentuk komitmen, Hasan mengatakan akan menambah dana penyertaan modal bagi bumdes, yang awalnya hanya mendapatkan modal awal Rp11 juta.
"Sudah kita susun, alokasinya akan diperbesar, karena bumdes inilah yang bisa meningkatkan kehidupan masyarakat, mendorong kemajuan di Desa Pondok Kubang," katanya.
Sementara itu, Ketua Bumdes Maju Besame, Muhril mengatakan ke depan bumdes akan terus mengupayakan peningkatan pendapatan dengan memberdayakan masyarakat desa. Usaha pembuatan kursi dari limbah kayu, diyakini dapat menyerap pekerja yang lebih banyak.
"Ada banyak potensi yang bisa dimaksimal dari Desa Pondok Kubang, ini yang sedang kami jajaki, untuk saat ini penjualan kursi dari limbah kayu cukup menjanjikan, potensi ini akan dimaksimalkan sembari menggali potensi lain. Warga desa kan tidak setiap hari ke kebun sawit, jadi disela-sela waktu bisa menambah pendapatan dari usaha ekonomi kreatif ini," terangnya.
Selain dibuat kursi, limbah kayu berupa bubuk kayu rupanya juga digunakan sebagai media tanam jamur merang. Sayangnya usaha jamur dengan brand Raja Jamur tersebut saat ini sedang istirahat, dikarenakan terkendalanya pemasaran.
“Setelah panen waktu itu, usahanya Bumdes istirahatkan dulu, karena pemasarannya yang susah, jamur ada namun pembeli kurang, akibatnya jamurnya membusuk, padahal harganya murah dibandingkan dengan di pasaran, kami jual hanya Rp10 ribu per kg, kami akan evaluasi lagi untuk pemasaran ke depan, saat ini sedang menjajaki pihak-pihak yang bisa membantu,” katanya.
Berdayakan perempuan lewat Jeruk kalamansi
Beragam upaya dilakukan BUMDes Maju Besame untuk mengejar ketertinggalan. Salah satunya dengan memberdayakan ibu-ibu rumah tangga untuk pembuatan sirup dan minuman siap saji kalamansi dengan brand Sahabat Kita.
Produksi sirup yang digawangi ibu rumah tangga, Novita Damayanti, 28 tahun, saat ini masih terbatas pada 10 liter sirup kalamansi, karena keterbatasan modal dan jangkauan pasar masih seputar Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.
“Proses produksinya pun belum tetap, masih bergantung dengan habis tidaknya produk. Kalau habis baru buat lagi, karena pemasarannya masih terbatas,” katanya.
Untuk sekali produksi, dibutuhkan 30 kg jeruk dengan modal pembelian Rp120 ribu atau sekitar Rp4000 per kg jeruk, dengan harga jual mulai dari Rp5000 untuk sirup yang siap diminum, hingga Rp 30 ribu.
Hasan Basri mengatakan, untuk mendukung usaha tersebut, desa sudah mencanangkan penanaman jeruk kalamansi sebagai tanaman rumahan. Sehingga bumdes tidak mengalami kesulitan dalam pengadaan bahan baku.
“Ini yang sedang kita jajaki peluangannya supaya produksinya lebih besar, dan bisa memperkerjakan lebih banyak perempuan desa,” pungkasnya.
BUMDes Maju Besame terus bergeliat meningkatkan taraf hidup warga desanya. Membaca potensi lokal untuk mendongkrak kesejahteraan desa.