BUMDes Jaya Tirta : motor penggerak ekonomi bantaran sungai Bengawan Solo
Desa Gedongarum, Kabupaten Bojonegoro tak lagi langganan banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo. Melalui BUMDes Jaya Tirta, mereka mengelola air melalui pipanisasi dan usaha lain di bidang pertanian. Kini, Desa Gedongarum dan desa lainnya menjadi pemasok beras penting di Bojonegoro.

Desa Gedongarum, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kini telah menjadi daerah lumbung padi sejak sepuluh tahun terakhir ini. Dengan tingkat produksi rata-rata 8 hingga 9 ton per hektar Gabah Kering Giling (GKG). Dari yang biasanya mencapai 6 ton per hektar. Produktivitas ini dampak dari pengelolaan pengairan yang dikelola BUMDes Jaya dari sumber Sungai Bengawan Solo.
Total dari keseluruhan sawah yang berada di desa ini bahkan mencapai 47.478 ton GKG. Dan berkontribusi bagi Bojonegoro sebagai lumbung padi penting di Jawa Timur. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat hingga saat ini Bojonegoro menyumbang padi sebanyak 728.915 ton di tahun 2020 ini.
“Desa Gedongarum memang panen padinya relatif stabil,” ujar Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro Helmy Elisabeth.
Dulu, Desa Gedongarum terkenal sebagai daerah langganan banjir karena lokasinya berada di bantaran Sungai Bengawan Solo. Saat musim hujan, air kerap meluap dan menggenangi area persawahan di Desa Gedongarum maupun Desa Temu. Akibatnya, persawahan di Desa Gedongarum seluas 350 hektar maupun di Desa Temu seluas 257 hektar mengalami gagal panen.
Kini, dua desa penghasil padi ini pun tak lagi suram sejak dibangunnya tanggul sepanjang 12 kilometer. Mulai dari Desa Kedung Primpen hingga Desa Sarangan,--keduanya di Kecamatan Kanor-- pada 2009 di bantaran Sungai Bengawan Solo. Luapan air saat musim hujan semakin terkendali dan didukung fasilitas irigasi permanen pinggir sawah. Perbaikan ini berdampak positif dan tak ada lagi kasus banjir.
Dua desa ini pun menjadi andalan bagi Pemerintah Bojonegoro. Apalagi dukungan kebijakan dan kerjasama dengan BUMDes Jaya Tirta Gedongarum bersama Himpunan Perkumpulan Petani Pemakai Air (HIPPA). Tata kelola ini mengatur proses pompanisasi dari Sungai Bengawan Solo untuk dialirkan ke lokasi area persawahan.
"Pompanisasi ini didukung lima unit mesin berkapasitas 180 KWH," kata Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Kanor, Jumadi. Mesin ini menjadi motor untuk menyedot air melalui pipa berukuran 10 inch dan dialirkan ke irigasi yang tersebar di persawahan seluas 565 hektare itu. Berbagai jenis padi seperti Inpari-32, Ciherang, maupun Situ Bagendit pun tumbuh baik dengan pasokan air yang prima dari Sungai Bengawan Solo.
Menurut pihak BUMDes Jaya Tirta, biaya operasional lima mesin ini sekitar Rp 75 juta perbulannya. Itu belum termasuk biaya lain, seperti tenaga mekanik dan solar. “Namun biaya ini tertutupi dan manfaatnya cukup bagus," tegas Jumadi.
Masalah pasokan air dan banjir kini cerita lama. Namun, menurut Jumadi, tantangan lain saat ini adalah hama tikus, penggerek batang, hama wereng, sundep dan lainnya yang kerap menyerang padi.
Keberhasilan Desa Gedongarum dan Desa Temu sebagai penghasil beras, membuat Kabupaten Bojonegoro, jadi langganan kunjungan pejabat dari Provinsi Jawa Timur hingga pejabat dari Pusat. Dalam catatan di Desa Gedongarom, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (Menteri periode pertama jabatan Presiden Joko Widodo) bahkan berkunjung empat kali ke desa ini. ”Iya, selalu ikut panen raya," jawab Jumadi.

Sistem pompanisasi air dari sungai ke sawah ini pun menjadi inspirasi bagi daerah lainnya di sekitar Kabupaten Bojonegoro. Pasokan air kini semakin lancar ke area persawahan lainnya. Di Kabupaten Bojonegoro terdapat 28 kecamatan, dimana 16 kecamatan di antaranya, berlokasi di pinggir Sungai Bengawan Solo.
Tak berhenti di sana, pengelola BUMDes Tirta Jaya kini tengah mengembangkan unit usaha lainnya. Seperti usaha penggilingan padi berikut lelang beras dan juga menjual obat-obatan pertanian sejak setahun terakhir ini.
BUMDes Jaya Tirta berdiri sejak 2004 dengan nama Lembaga Pengelolaan Pompanisasi Desa atau LPPD di bawah naungan Pemerintah Desa Gedongarum. Alokasi dana awal usaha ini sebesar Rp 40 juta ditambah Rp 50 juta sebagai modal penyertaan. Sehingga modal keseluruhan sebesar Rp 90 juta. Setoran modal tersebut digunakan untuk mengakuisisi aset yang selama ini dikelola pihak swasta. Termasuk biaya operasional awal dan pengadaan fasilitas pendukung lainnya.
Keberadaan BumDes Jaya Tirta ikut mendongkrak pendapatan warga desa yang kebanyakan sebagai petani. Mereka sepakat dengan pola bagi hasil dimana hasil panen dibagi seperenam untuk membiayai operasional pompa air. Misalnya, jika hasil panen sebanyak 6 ton perhektarenya, maka 1 ton untuk pengelola pompanisasi dan sisanya 5 ton untuk pemilik lahan. Menurut warga, sistem bagi hasil ini dirasakan cukup adil dan menguntungkan kedua belah pihak.
Sejak 2017, nama LPPD Desa Gedongarum berubah menjadi BUMDes Jaya Tirta melalui Peraturan Desa No.2 Tahun 2017 tentang Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pemerintah desa bersepakat mendirikan usaha bernama BUMDes Jaya Tirta Gedongarum. Dengan tujuannya agar usaha semakin berkembang dan terkelola dengan baik.
"Ada banyak manfaat selain bagi warga dan petani," kata Kepala Desa Gedongarum, Purwanto. Menurutnya, keberadaan BUMDes Gedongarum memberikan sumbangan PADes antara Rp 400 juta hingga Rp 500 juta pertahunnya. Angka pendapatan asli desa ini, fluktuatif sesuai dengan hasil produksi gabah dan beras, juga pompanisasi.
BUMDes Gedongarum kini memiliki usaha penggilingan padi, pengeringan dan layanan lelang beras. Petani juga tak lagi kesulitan mendapatkan obat-obatan, bibit, maupun keperluan lainnya yang telah disediakan oleh usaha ini. Daya dukung operasional BUMDes juga dikelola oleh 55 orang sebagai pengurus dan karyawan.
Khusus untuk penjualan toko obat dan perlengkapan pertanian, BUMDes Jaya Tirta merangkul tiga kelompok tani yang ada di Desa Gedongarum. Jumlah anggota kelompok tani sebanyak 200 orang atau jika ada tiga kelompok tani, total ada 600 anggota. Cara ini sebagai upaya memperlancar pemasaran karena pembelinya adalah petani sendiri. Upaya pengembangan unit usaha ini, juga meningkatkan penghasilan dimana sekarang ini omset BUMDes Jaya Tirta mencapai Rp 4,1 miliar pertahun.
Hasil panen maupun penjualan dari toko obat-obatan juga berdampak pada kesejahteraan karyawannya. Misalnya, untuk tahun 2019 silam, dimana karyawan bisa menerima gaji sebesar Rp 9 juta hingga 10 juta per lima bulan sekali atau rata-rata per bulannya sebesar Rp 2 juta. “Gaji karyawan memang masih di bawah UMK Bojonegoro. Tapi kita berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan,” tandas Kades Gedongarum Purwanto.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bojonegoro, Mohammad Mahfuddin, pihaknya tengah mengusulkan agar BUMDes Jaya Tirta memperbanyak jasa pengairan. Misalnya, sekarang ini baru ada dua desa, yaitu Desa Gedongarum dan Desa Temu, yang memanfaatkan jasa pompanisasi. Maka dijadwalkan pengelolas BUMDes untuk menawarkan jasa pengairan ke desa sekitarnya. Seperti Desa Simorejo dan daerah lain. Kemudian mengajak kerjasama untuk pemilik gudang penggilingan padi berikut pembelanjaannya. Proyeksi ini sudah disampaikan ke pengurus BUMDes dan pihak Kantor Kecamatan Kanor, Bojonegoro.
Dengan adanya peningkatan unit usaha dan juga memperlebar areal pertanian, BUMDes Gedongarum, akan terus maju. Karena, para pengelola di badan usaha desa ini, bertekad produksi stabil dan meningkat. Setidaknya untuk keterwakilan Kabupaten Bojonegoro sebagai BUMDes yang punya prestasi.”Kita mendorong BUMDes Gedongarum, terus berprestasi,” tandas Mohammad Mahfuddin.

Prestasi gemilang baru saja ditorehkan Badan usaha milik desa (BUMDes) Jaya Tirta Desa Gedongarum, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. yang meraih juara tiga terbaik se Jawa Timur. Prestasi diberikan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Jawa Timur di Gubeng, Surabaya.
Prestasi ini adalah hasil dari kerja keras, ketelatenan dan keuletan 50 pekerja BUMDesa Tirta Jaya. Sebagai catatan, BUMDes Jaya Tirta Gedongarum mengelola unit usaha pompanisasi untuk irigasi, jasa penggilingan padi dan toko obat pertanian. Dari tiga usaha tersebut, lembaga ini mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemerintah Desa Gedongarum antara Rp 400 hingga Rp 500 juta per tahunnya. Unit usaha ini sangat membantu roda perekonomian warga di desa yang berlokasi di pinggir Sungai Bengawan Solo ini.
"Kami bangga bisa mewakili Kabupaten Bojonegoro," kata Ketua BUMDes Jaya Tirta Gedongarum, Sunarko dan meraih juara ketiga se-Jawa Timur pada tahun 2020. Prestasi ini merupakan buah dari hasil kerja keras para pengurus, pekerja dan dibantu perangkat desa.
“Seluruh aspek penilaian kita lengkapi sebagai lembaga penguatan ekonomi di desa,” ujar Sunarko. Dia menambahkan, untuk proses seleksi, terus menerus mendapat pendampingan dari Kecamatan Kanor dan staf di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bojonegoro.
Peserta lomba sebanyak 32 BUMDes (dari total 38 kabupaten/ kota di Jawa Timur). Untuk mengikuti lomba, yaitu harus memenuhi syarat administrasi yang ditentukan tim juri. Tim juri diambil dari dari kalangan profesional, seperti akademisi, akuntan, dan dari DPMD Provinsi Jawa Timur. Setelah lolos seleksi administrasi, peserta harus presentasi melalui virtual. Setelah proses seleksi, ada 12 besar yang lolos dan mengikuti presentasi tahap selanjutnya. Kemudian diambil enam besar untuk penilaian di lapangan. Tim Juri hadir di lapangan sesuai yang dipresentasikan wakil BUMDes.
Penulis : Sujatmiko/Bojonegoro