BUMDes Gading Jaya: mendorong desa tak lagi miskin
Sekumpulan anak muda di Desa Gadingrejo terlibat dan membantu BUMDes Gading Jaya, Wonosobo. Bermimpi untuk mengubah desa miskin menjadi desa berdaya.
Desa Gadingrejo, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, letaknya dilalui jalur Borobudur - Dieng. Luas Lahan desa ini seluas 1017 hektar lebih. Rata-rata tanahnya dimanfaatkan sebagai lahan sawah, kebun, dan rencana pembangunan Bendungan Bener di Wonosobo.
Desa Gadingrejo termasuk desa terluas yang berada di Kecamatan Kepil. Desa ini terkenal sebagai penghasil palawija, buah-buahan, dan kayu produksi. Mulai dari durian, duku, pisang tanduk, alpukat, hingga kopi. Termasuk tanaman kayu albasia yang menjadi tabungan ekonomi warga di sini.
“Banyak potensi, tapi masyarakat kami masih miskin, kami merasa ada banyak hal yang belum kami kelola secara serius,” ungkap Direktur BUMDES Gading Jaya Desa Gadingrejo, Irham Puryana Rifai.
Menurutnya, Gadingrejo punya modal besar untuk melakukan perubahan. Ada potensi sumber daya alam dan anak-anak muda desa yang merasa gelisah dengan kondisi desanya. Anak-anak muda ini rata-rata dengan usia rentang 18-22 tahun dan memandang ketersediaan potensi sumber daya alam yang melimpah bisa menjadi pelecut perubahan. Di tambah, desa ini berada di tengah jalur Dieng dan Borobudur.
Anak-anak muda Desa Gadingrejo pun mendirikan creative corner sebagai motor penggeraknya. Dari sini berbagai olahan pertanian lahir menjadi aneka kuliner. Tujuannya, agar bisa menjadi oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Gadingrejo. Tak berhenti di sana, mereka juga membuka usaha kedai kopi untuk memancing diskusi sekaligus tempat tongkrongan anak-anak muda desa.
“Kami ingin maju. Kami tidak diam,” ucapnya bersemangat.
BUMDes Gading Jaya terbentuk pada tahun 2018 dan merintis usaha pengelolaan penyaluran program bantuan sosial dari Pusat. Dari pengelolaan bantuan ini serta usaha cafe, mereka mendapatkan keuntungan hingga Rp 200 juta dan menjadi modal awal bagi BUMDes Gading Jaya untuk bergeliat. Salah satunya membangun fasilitas bangunan seperti keperluan mini market, creative corner dan pembelian produk barang.
Baru dua tahun berdiri badai datang. Pandemi Covid-19 membuat ruang usaha desa ini berhenti. Warung kopi dan angkringan tak lagi beroperasi. Namun, bukan berarti mereka patah arang. Momen ini juga dipakai untuk mengembangkan sumber daya manusia berupa pembekalan keterampilan dan manajemen usaha.
“Kami kemudian melepas banyak anak muda untuk belajar ke luar desa, untuk jadi barista, pengelola kedai yang profesional dan juga keahlian lain, “ujar Irham. Menurutnya, ilmu pembelajaran ini sangat penting agar mereka siap membangun dan mengabdi di desa.
Pasca pandemi, usaha BUMDes Gading Jaya mulai bergeliat kembali. Mini Market Gading Mart kembali buka dan diisi berbagai produk dari warga. Lokasinya yang strategis membuat tempat ini kembali ramai. Apalagi berdekatan dengan Kantor Desa Gadingrejo.
Per hari pengunjung Gading Mart antara 5-10 orang di tiga bulan pertama, dengan pembelian rata rata Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Rata Rata per bulan dari 210 orang sekitar Rp 15 juta . Untuk meningkatkan pendapatan Gading Mart, pengelola terus melakukan inovasi agar lebih berkembang.
Gading Mart menjadi wadah untuk menjual berbagai produk lokal. Seperti kopi dan aneka jenis makanan olahan. Di sini juga terdapat barang lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka juga bermitra dengan empat warung milik warga agar semakin berkembang.
“Kita pakai sistem yang unik. Mitra belanja secara cash selama tiga kali, lalu selanjutnya kita kirim barang dengan pola konsinyasi,” katanya. Pola ini disambut mitra karena tidak terlalu memberatkan. Warung mitra bisa diisi dengan berbagai barang dari pasokan Gading Mart. Pembayaran bisa dilakukan saat barang terjual. Para pengurus BUMDes Gadingrejo akan melakukan pengecekan setiap akhir pekan.
Pengembangan Wisata Desa
Tak berhenti dengan mini market. BUMDes ini pun mencoba memetakan potensi lainnya, seperti pengembangan untuk wisata desa. Konsepnya wisata berbasis lingkungan dengan andalan wisata sungai dan air terjun. Tahap pertama, mereka akan menyiapkan sarana dan prasarana, seperti tempat sampah dan ajakan tidak merusak lingkungan.
Lokasi Wisata sungai di Dusun Gadingan Desa Gading Rejo, sungai masih sangat jernih dan menjadi salah satu hulu Sungai Bogowonto yang mengalir hingga Kabupaten Purworejo. Wisata susur sungai ini sudah diuji coba dengan menggunakan karet ban atau tubbing.
“Kita libatkan banyak pihak agar BUMDes Gading Jaya semakin berkembang,” ujar Irham.
Menurut Sekertaris Desa Gadingrejo Ahmat Subekti, pemerintah desa sangat mendukung usaha dan langkah BUMDes Gadingrejo. Keterlibatan anak-anak muda berpotensi dalam melakukan perubahan.
“Kami melihat anak anak muda itu cukup antusias, ada progres atau perkembangan yang cukup baik. Mereka berani mengawal dari hal hal kecil dan tidak terburu buru,” ujarnya. Ia berharap perubahan ini bisa berdampak pada kehidupan perekonomian masyarakat dan menjadikan desa ini tak lagi di cap sebagai desa miskin.
Menurut data BPS, Kabupaten Wonosobo sebagai daerah termiskin kedua se-Jawa Tengah. Data ini merujuk pada angka 17,67 persen pada tahun 2021. Bahkan, lima daerah di Kabupaten Wonosobo dinyatakan miskin ekstrim.
Kemiskinan ekstrim ini merupakan kondisi di mana masyarakatnya berada di bawah garis kemiskinan atau setara pendapatan per hari per kepala keluarga sebesar Rp 11 ribu.
Di antaranya, lima kecamatan di Kabupaten Wonosobo ditetapkan sebagai sasaran prioritas pengentasan kemiskinan ekstrim. Kelimanya adalah Kecamatan Mojo Tengah, Kertek, Kalikajar, Sapuran dan Kepil.
“Pemberdayaan dan peningkatan pendapatan bagi desa harus berjalan. Perencanaan dari BUMDes Gading Jaya sudah berjalan dengan baik,” katanya agar usaha desa ini memberikan dampak nyata pada masyarakat.
Di masa pandemi, BUMDes Gading Jaya memiliki sisa sisa keuntungan sekitar Rp 100 juta dan digunakan untuk merehabilitasi salah satu gedung sekitar Balai Desa. Mulai dari perbaikan atap, tembok, pengecatan dan halaman depan. Perbaikan gedung ini disambut baik oleh Pemerintahan Desa dengan karena Gading Mart dinilai berhasil membangun perbaikan fasilitas desa.
BUMDes Gading Jaya ibarat menjadi lokomotif bagi Desa Gadingrejo. Perubahan perlahan tumbuh dan dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Keterlibatan pemerintah desa, dan semangat anak-anak muda, menjadi pendobrak untuk keluar dari kemiskinan. (Kontributor Liputan : Hasanah, Zilda, Agus).