BUMDes

Berkah Sampah Bernilai Jadi Rupiah

BUMDes Mekar Lestari Desa Tembokrejo mengatasi persoalan sampah melalui pendirian TPST Sampah terpadu. Dari hasil daur ulang ini, bahkan bisa menjadi pemasukan desa. Termasuk mengatasi persoalan sosial dan lingkungan.

Rizki Alfian
Berkah Sampah Bernilai Jadi Rupiah
Desa Tembokrejo, Banyuwangi berhasil mengelola sampah dan menjadi potensi ekonomi masyarakatnya. Rizki Alfian / kanaldesa

Kotor dan bau menyengat sudah menjadi pemandangan sehari-hari di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Di tempat yang mulanya hanya tanah kosong ini, sampah-sampah hasil rumah tangga, pasar, pertokoan, rumah makan, perkantoran, lembaga pendidikan hingga lingkungan, dikumpulkan. Dengan tujuan, untuk didaur ulang dan dimanfaatkan.

Desa seluas 5.48 km persegi ini terus bergelut mengatasi sampah bertahun-tahun. Maklum, Desa Tembokrejo ini merupakan kawasan hilir yang berbatasan langsung dengan laut. Ada berbagai cabang sungai yang melintasi desa ini dengan hulu lereng Gunung Raung. Sampah datang dari berbagai penjuru dan bermuara di desa ini. Akibatnya, masalah lingkungan pun bermunculan. Mulai kesehatan warga yang terganggu hingga langganan banjir.

Bergelut dengan persoalan sampah yang pelik, berbagai ide pun lahir untuk mengatasi sampah ini. Salah satunya dengan mendirikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu atau TPST. Sekretaris Desa Tembokrejo, Wendhy Prasetyo mengatakan, pendirian TPST tersebut berawal pada 2007 saat kepala desa masih dijabat oleh almarhum Sumarto.

"Beliau resah karena permasalahan sampah di desa tidak kunjung selesai. Sehingga ingin sekali menciptakan lingkungan bersih," ungkapnya. Menurut Wendhy, TPST yang dikelola saat itu masih sangat sederhana. Dibangun di atas Tanah Kas Desa (TKD) Tembokrejo. "Lokasinya tepat di belakang balai desa kami," ingat Wendhy.

Perjuangan Pemdes Tembokrejo yang dipimpin oleh almarhum Sumarto saat itu tidak semulus seperti yang dibayangkan. Cemoohan dari luar seringkali muncul. Bahkan pembangunan TPST itu dianggap sia-sia dan hanya membuang anggaran desa.

"Buat apa bangun sesuatu yang tidak berguna. Mending dananya buat yang lain saja," kata Wendhy menirukan kritikan warga saat itu. Bagi Pemdes Tembokrejo, kritikan yang dilontarkan itu justru tidak mematahkan semangat untuk bergerak. Justru menjadi cambuk penyemangat.

Pemilahan sampah juga melibatkan warga desa dan menjadi pendapatan tambahan bagi keluarganya.
Pemilahan sampah juga melibatkan warga desa dan menjadi pendapatan tambahan bagi keluarganya. Rizki Alfian / Kanaldesa

Membangun Sistem Manajemen Sampah

Diakuinya, perjalanan awal memang cukup berat. Dari kurun waktu 2007-2009 hanya sekitar 400-an warga yang ikut program dari TPST itu.

"Kami sosialisasi lewat segala jalur. Mulai pengajian-pengajian, forum pemuda dan tokoh masyarakat kami berikan pemahaman. Hingga kami sebar selebaran," terang Wendhy. Ide ini tak langsung mendapatkan sambutan positif. Warga masih tak percaya akan manfaat dari TPST desa. Padahal saat itu, pihak desa telah memberikan gratis dua tong sampah kosong yang masing-masing untuk sampah organik dan non-organik.

Warga diminta untuk membuang sampah di tempat yang sudah disediakan. Lalu setiap hari, petugas TPST mengambil sampah yang telah terkumpul. "Kemudian sebagai biaya operasional petugas TPST, warga membayar iuran retribusi sebesar Rp 10 ribu," terang Wendhy.

Peraturan Desa soal sampah Tembokrejo dikeluarkan agar masyarakat dan retribusi semakin transparan. Ada dasar hukum yang jelas agar program ini semakin kuat dan berjalana. Sejak itu, seluruh perangkat desa terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Termasuk agar program ini dilirik oleh kalangan luar.

"Perjuangan kami mulai menampakkan hasil," ujar Wendhy.

Sampah organik menjadi media bagi maggot sekaligus bahan baku bagi pakan peternakan dan perikanan.
Sampah organik menjadi media bagi maggot sekaligus bahan baku bagi pakan peternakan dan perikanan. Rizki Alfian / Kanaldesa

Dukungan Berbagai Lembaga

Tahun 2015, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan berupa gedung baru. Puncaknya pada 2018, pemerintah Norwegia bersama korporasi Borealis dari Austria mendukung Non Government Organization (NGO) Systemiq untuk melakukan pendampingan masyarakat di Kecamatan Muncar, yang diberi nama Project STOP (Stop Tapping Ocean Plastic).

Muncar adalah kawasan pesisir di Banyuwangi dan menghasilkan sampah sebanyak 40 ton per hari. Menurut survei www.stopoceanplastics.com, 90% masyarakatnya tidak memiliki layahan pengelolaan sampah.

"Semua proses diajari oleh systemiq. Sarana juga dicukupi, dari awalnya yang hanya 3 unit motor roda tiga menjadi 13 unit untuk operasional," terangnya. Lambat laun TPST di Desa Tembokrejo terus berkembang. Pemdes mulai membuka lowongan kerja dan mengembangkan untuk pengambilan sampah ke lain desa di Kecamatan Muncar.

Beberapa tahun beroperasi, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Desa Tembokrejo bisa dibilang berhasil melakukan pengelolaan sampah di wilayahnya. Semua dilakukan secara profesional. Jam kerja diatur senyaman mungkin. Mulai berangkat jam 7 pagi dan pulang jam 4 sore. Sementara untuk libur kerja boleh diambil lima kali dalam satu bulan. Dan membuat Desa Tembokrejo terbebas dari banjir. Termasuk mengatasi persoalan sampah rumah tangga dan gundukan sampah di sungai dan laut.

"Dulu setiap hujan datang pasti banjir, karena drainase tersumbat sampah. Kini masyarakat sudah banyak yang sadar, karena hampir 80 persen warga Desa Tembokrejo sudah menjadi mitra kita dan tidak ada yang buang sampah ke sungai," kata Manager TPST Desa Tembokrejo, Nungky Rosalina.

Ditambah lagi, dukungan dari pemerintah desa yang mewajibkan warga yang akan mengurus surat menyurat di kantor desa untuk punya kartu kuning.

"Kartu ini adalah kartu iuran retribusi sampah desa. Dan itu sudah diperdeskan. Soal biaya tergantung volume sampah, untuk rumah tangga Rp 10 ribu. Rumah makan, lembaga pendidikan dan lainnya tentu berbeda," ujarnya.

Saat ini untuk tarif biaya sampah memang berbeda-beda. Tergantung dari banyaknya jumalah sampah yang diangkut. Misalnya, untuk acara hajatan sebesar Rp 50 - 100 ribu, sekolah atau instansi sebesar Rp 200 - 300 ribu, dan rumah makan sebesar Rp 50 - 100 ribu.

Sampah plastik menjadi potensi yang bernilai bagi BUMDes Tembokrejo, Banyuwangi
Sampah plastik menjadi potensi yang bernilai bagi BUMDes Tembokrejo, Banyuwangi Rizki Alfian / Kanaldesa

Sistem Sirkular

Nungky menjelaskan, TPST di Desa Tembokrejo mengadaptasi sistem sirkular. Dimana sampah dipilah secara langsung oleh mitra yang berasal dari rumah tangga.

Dalam satu hari sampah dari masyarakat Desa Tembokrejo yang dikelola oleh TPST mencapai 10 ton. Sampah itu diambil dari sekitar 7000 rumah warga. Itu belum termasuk sampah dari 4 desa lain.

"Kalau dari desa lain, total bisa mencapai 12 ton perhari. Baik organik maupun non-organik," terang Nungky.

Disebutkan Nungky, sampah organik yang dikelola TPST diolah menjadi pupuk organik dan ulat maggot. Sedangkan yang sampah non-plastik dipilah berdasarkan jenisnya. Seperti botol, kresek, plastik keras dan sejenisnya.

Dibawah naungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mekar Lestari Tembokrejo, TPST ini mampu mengolah sampah secara mandiri. TPST ini berhasil mengekspor sampah yang dikelolanya ke berbagai negara.

Khususnya, plastik botol biru dan jenis bening diekspor di dua negara, Kanada dan Austria.

"Jumlahnya sesuai dengan hasil sampah yang bisa dikelola. Biasanya kontainer yang ambil dari Bali, lalu Banyuwangi dan Pasuruan. Dan kami bisa mengirim berapa pun yang kami mampu," ucap Nungky.

Selain ekspor, TPST Desa Tembokrejo secara rutin juga memasok sampah plastik jenis PET ke perusahaan nasional di Tangerang.

“Biasanya sebulan sekali 1-2 ton, tergantung kemampuan yang ada disini," tuturnya.

Hasil dari pengelolaan sampah di TPST Desa Tembokrejo, lumayan cukup besar. Setiap bulan omzet rata-rata yang diperoleh hampir menyentuh 80 juta.

Omzet tersebut tentu tidak lepas dari dukungan stakeholder terkait, seluruh masyarakat serta para karyawan yang telah mengabdikan diri di TPST.

Menurut Nungky, di TPST Desa Tembokrejo ada sekitar 40 orang karyawan yang bergantung hidup dari hasil sampah. Mereka semuanya adalah warga desa setempat. Rata-rata penghasilan mereka tiap bulan sebesar Rp 1,5 juta.

"Setidaknya kehadiran TPST ini bisa mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan perekonomian warga desa," ucapnya. Menurutnya, biaya operasional pembiayaan TPST ini kurang lebih sebesar Rp 50 juta tiap bulannya.

Ada yang dulunya berprofesi sebagai nelayan, rela banting setir menjadi pemilah sampah di TPST. Ada juga ibu rumah tangga dan para pemuda setempat.

Ekonomi Warga

Mega Anjar Sari (27), ibu rumah yang berasal dari Dusun Palurejo, Desa Tembokrejo itu mengaku sudah mengabdi di TPST sejak tahun 2019.

Ia dan suami bersyukur dapat bekerja di TPST, karena dapat mendongkrak perekonomian keluarga.

"Kami punya anak SD yang perlu dibiayai. Jadi pekerjaan apapun kami lakukan demi bisa bertahan hidup," ujar Mega.

Sampah, sudah menjadi sahabat dekat Mega. Ibu satu anak ini ditempatkan di conveyor bagian pemilahan plastik. Bagian ini memang memerlukan skill yang cekatan dan teliti.

"Sampah plastik dipilah-pilah, dikumpulkan menjadi satu sesuai dengan jenis masing-masing," tutupnya.

Mega dan suami adalah salah satu contoh dari sekian karyawan di TPST Desa Tembokrejo yang bergantung hidup dengan sampah.

Dari awalnya yang hanya dipandang sebelah mata dan tidak berguna, dengan berkah sampah yang diolah kini bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Perjuangan Pemerintah Desa Tembokrejo bersama masyarakat pun kini sudah berbuah. Tiga persoalan sosial terselesaikan. Permasalahan banjir bisa teratasi, perekonomian terangkat, dan pengangguran desa terselesaikan. Gerakan ini ikut memberi inspirasi bagi desa pesisir lainnya di Banyuwangi.

Baca Lainnya

BUMDes Mijen: menambang rupiah lewat parkir pasar dan sampah
BUMDes

BUMDes Mijen: menambang rupiah lewat parkir pasar dan sampah

Kendati tak memiliki tempat wisata andalan, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sapto Karyo Manunggal tetap semangat mengembangkan potensi desanya. Terbukti, berkat usahanya mengelola pasar dan sampah, BUMDes mampu membuka lapangan pekerjaan dan menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes).

Noor Syafaatul Udhma

Larva Maggot: Si Peremuk Sampah Organik
Desa

Larva Maggot: Si Peremuk Sampah Organik

Saung Maggot Bandung Barat mengolah limbah organik perhotelan hingga pasar tradisional secara alami. Mengatasi limbah keseharian agar tidak sia-sia dan menguntungkan.

Ahmad Yunus