Titik Bangkit Bumdes Bina Usaha
Konsistensi menjadi akar bagi BUMDes Bina Usaha untuk terus berkembang. Fokus pada penyediaan kebutuhan pertanian.
Semua itu bermula dari tahun 2017. BUMDes Bina Usaha Desa Daenaa, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, resmi mendapatkan penyertaan modal awal sebesar Rp 150 juta dari pemerintah desa.
Modal awal ini mereka gunakan untuk menginisiasi model bisnis Bumdes di Desa Daenaa. Pengurus melalukan survei kebutuhan pasar dan menjadikan hasilnya sebagai ide mendirikan unit usaha BUMDes.
“Kami melakukan survei persepsi untuk memetakan kebutuhan masyarakat di desa,” terang Yusman.
Yusman yang sedari awal bergabung mendirikan BUMDes Bina Usaha dipercayakan menjadi tim periset dan menyiapkan analisis pasarnya untuk menjadi acuan bussines plan BUMDes Bina Usaha ke depan. Hasilnya, Yusman dan pengurus memutuskan mendirikan usaha jual beli bahan dan alat pertanian atau saprodi.
“Kami sepakati membuat saprodi tani,” katanya.
Desa Daenaa sendiri letak geografinya di kelilingi oleh perbukitan. Kanan kiri banyak ditumbuhi pohon kelapa dan pepohonan. Lahan-lahan garapan warga tumbuh subur sebagai motor penggerak kehidupan di Daenaa. Ini yang menjadikan hampir 90 persen masyarakat Daenaa adalah petani.
Akan tetapi, para petani harus rela meluangkan waktu dan tenaganya ke desa tetangga, yang jaraknya cukup jauh hanya untuk membeli bahan pertanian. Kondisi ini yang menjadi potensi sekaligus solusi bagi BUMDes Bina Usaha untuk membantu para petani.
“Jadi BUMDes mengambil langkah itu untuk mendirikan usaha jual beli bahan dan alat keperluan pertanian seperti pupuk, bibit, dan pembasmi hama,” tambah Yusman yang juga sebagai manajer pemasaran BUMDes Bina Usaha.
“Kami mulai mengontrak sebuah kios kecil selama dua tahun untuk dijadikan tempat jualan,” ujarnya.
Jatuh Bangun Usaha
Dari kios kecil itulah segala susah payah BUMDes Bina Usaha dimulai. Para pengurus mulai memasarkan dan memperkenalkan jualan mereka kepada para petani. Mendatangi rumah ke rumah dan lewat kekuatan mulut ke mulut antar petani.
Sekalipun para pengurus sadar. Dalam dunia bisnis tidak ada yang instan. Semua butuh proses dan perjuangan agar bisnis mereka bisa bertahan dan tumbuh berkembang.
Dugaan itu benar. Di awal rintisan, usaha BUMDes Bina Usaha belum menunjukan hasil yang maksimal. Bahkan, Yusman dan beberapa pengurus harus rela tidak mendapatkan bagi hasil atau keuntungan dari usaha saprodi yang mereka gagas selama dua tahun.
Salah satu cara mereka mempertahankan BUMDes ialah dengan mengharapkan bantuan pendanaan modal dari desa. Cara ini untuk menyuntik agar BUMDes tetap berjalan dan tidak berhenti begitu saja.
“Pemerintah desa juga tidak diam, BUMDes Bina Usaha ini terus dibantu dengan modal usaha setiap tahunnya,” ujarnya.
Dalam catatan pengurus BUMDes Bina Usaha sendiri, sejak tahun 2017 mulai hingga tahun 2018 BUMDes belum bisa memberikan keuntungan yang signifikan. Selama dua tahun para pengurusnya harus rela puasa keuntungan.
Titik Bangkit BUMDes Bina Usaha
Medio 2019, setelah mendapatkan pendanaan modal dari pemerintah desa, Yusman dan tim pengurus BUMDes Bina Usaha akhirnya memutuskan mengubah strategi. Mereka mengevaluasi sistem penjualan di kios saprodi tani. Misalnya, menerapkan harga pokok per item jualan dengan mengambil keuntungan dari setiap produk yang jual sebesar 5 sampai 10 persen.
“Kemasan 5 kilo kita ambil keuntungan 10 ribu dan kalau kemasan 1 kilo kita ambil 5 ribu,” papar Yusman.
Berkat perubahan strategi ini, kas BUMDes Bina Usaha menunjukan hasil yang menggembirakan. Pundi-pundi keuntungan mulai terlihat. Lalu, ide itu tidak berhenti di situ saja. Yusman dan tim melihat peluang dalam pembelian hasil pertanian di desa. Ide itu dijadikan sebagai lini usaha sampingan dari kios saprodi Bina Usaha.
Pasalnya, ketika harga jagung di pabrik turun drastis, banyak tengkulak atau pengepul dengan sesuka hati memainkan harga di pasaran dan sangat merugikan para petani termasuk petani di Daenaa.
Menurut Yusman, peluang inilah yang coba diambil BUMDes Bina Usaha untuk membantu masyarakat desa keluar dari masalah ekonomi yang mereka hadapi dan kehadiran BUMDes bisa menjadi solusinya.
“Jagung langsung dibeli ke petani. Belinya bukan tiap hari, tapi per musim,” kata Yusman. BUMDes Bina Usaha hadir saat harga jagung anjlok di pasaran. Mereka langsung membeli jagung dari petani agar tidak terserap oleh tengkulak.
Zulkifli Aliu, Sekretaris BUMDes Bina Usaha menerangkan, pendapatan BUMDes di tahun 2019 mengalami tren yang baik. Apalagi dari segi keuntungan yang mereka dapatkan. Catatan ini tentu saja sangat kontras bila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Kuncinya, semua itu berkat strategi bisnis yang mereka terapkan.
Inilah catatan keuangannya. Pada tahun 2017, dengan modal Rp 150 juta dari pemerintah desa, BUMDes mendapatkan laba bersih sebesar Rp 9.762.000 dan sumbangsih ke PADes sebesar Rp 2.5 juta. Tahun 2018 dengan modal Rp 200 juta dari desa, laba bersih yang didapat oleh BUMDes sebesar Rp 11 juta dan PADes sejumlah Rp 4.4 juta.
Hasil yang mencengangkan terjadi di tahun 2019. Modal awal yang diterima BUMDes sebesar Rp 150 juta lalu mendapatkan laba bersih sebesar Rp 54,3 juta dan bisa memberikan PADes Rp 22 juta.
Pada titik inilah kebangkitan BUMDes Bina Usaha mulai tampak jelas. Mulai dari titik nol dan kini bisa menggaji para karyawannya. “Di tahun 2019 ini tren pendapatan BUMDes terus meningkat dengan bagus,” jelas Zulkifli sumringah.
Keuntungan BUMDes tidak berhenti di situ saja. Pada tahun 2020 BUMDes mendapatkan suntikan modal sebesar Rp 200 juta lagi dari pemerintah desa. Dengan mencatat laba bersih sebesar Rp 56,2 juta dan setoran PADes sebesar Rp 25 juta.
Desa terus menyuntik modal agar BUMDes Bina Usaha tumbuh kuat dan berangsur naik pada tahun 2021. Geliat bisnis BUMDes ini mulai memperlihatkan tren yang bagus. Bahkan, Pemdes memberikan dana Rp 300 juta dan mampu memberikan keuntungan hingga Rp 96,2 juta. BUMDes ini pun mampu memberikan sumbangsih pada PADes senilai Rp 43,2 juta.
“Total suntikan modal yang diterima BUMDes dari tahun 2017 hingga 2021 sebesar Rp 1 miliar,” jelas sekretaris BUMDes Bina Usaha.
Dengan suntikan yang sudah mencapai Rp 1 miliar tersebut, pemerintah desa menghentikan penambahan modal pada tahun 2022 berikutnya. Alasannya karena covid dan ingin melihat kemandirian BUMDes Bina Usaha setelah lima tahun berjalan.
Hasilnya, BUMDes masih mendapatkan keuntungan sebesar Rp 195,9 juta pada tahun 2022 dengan sumbangsih ke PADes sebesar Rp 68,5 juta.
Melihat keuntungan dan pergerakan bisnis yang tinggi, pengurus BUMDes bersepakat mulai menambah karyawan dan beberapa staf, dengan standar penggajian karyawan mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 1.5 juta.
“Sekarang total karyawan ada 3 orang dan pengurus ada 8 orang. Kami juga menjamin para pekerja dengan membayarkan BPJS Ketenagakerjaan mereka,” terangnya.
Kini mereka tak lagi menempati kios kecil. Pada tahun 2020 BUMDes Bina Usaha sudah bisa mendirikan kantor secara mandiri. Dengan memiliki aset tanah, bangunan dan mobil operasional di tahun 2023.
“Total aset kami 500 juta rupiah, yang secara sah dimiliki oleh BUMDes. Juga modal yang sudah diterima sekarang sebesar satu miliar rupiah,” tambah Zulkifli.
Hanya saja, baik Yusman dan Zulkifli agak sedikit khawatir dengan pendapatan BUMDes Bina Usaha di tahun 2023. Penyebabnya ialah adanya penurunan pembelian produk pertanian dari kios saprodi ini.
Yusman menduga, kemarau yang melanda wilayah Gorontalo termasuk Desa Daenaa yang membuat daya beli masyarakat menurun termasuk para petani.
“Saya menduga ada penurunan, tapi semoga saja tidak terlalu jauh turunnya.”
Melebarkan Usaha
Bisnis BUMDes Bina Usaha tidak berhenti begitu saja. Jualan saprodi yang mereka tawarkan mampu memberikan harga kompetitif yang bisa dijangkau oleh para petani. Keberadaan toko BUMDes ini membuat dagangan mereka diminati banyak warga dan petani dari luar desa.
“Yang beli di sini bukan hanya orang dari Desa Daenaa, tapi juga dari desa tetangga,” kata Yusman.
Dengan permintaan yang semakin banyak atas produk yang dijual, Yusman dan pengurus BUMDes akhirnya melebarkan sayap usaha mereka ke beberapa desa. Hal ini berangkat dari analisis market yang dilakukan Yusman untuk menjamin kebutuhan pasar dan konsumen Bina Usaha.
“Kami buka dua cabang kios saprodi, di Polohungo dan di Bulota.”
Menurutnya, pembukaan cabang ini untuk mempermudah akses dari para pelanggan yang telah mempercayakan kios saprodi Tani BUMDes Bina Usaha dalam menjawab kebutuhan pertanian mereka.
Jefri A. Rahim, Kepala Desa Daenaa, juga sepakat dengan ide pengurus BUMDes Bina Usaha dalam melebarkan usaha mereka agar lebih banyak menjangkau masyarakat. Apalagi usaha yang digagas bisa menjawab kebutuhan masyarakat.
Misalnya, kurangnya depot air minum di desa bisa menjadi ide bisnis. Sebab, air minum selalu di support dari luar desa. Selain itu juga, kebutuhan masyarakat yang paling diperlukan ialah tabung gas elpiji, yang sangat dibutuhkan di desa, tapi ketersediaannya masih sangat terbatas.
“Untuk arang tampurung juga, ini melihat banyak pemilik kebun kelapa yang tidak mengolah dengan bagus dan BUMDes bisa meliriknya,” ujar Jefri.
Jefri bilang, pemerintah desa akan terus mendukung segala upaya yang dilakukan oleh BUMDes Bina Usaha, terutama pada pengelolaannya yang tidak menitikberatkan pada keuntungan semata. Tapi juga melakukan peningkatan berupa pemberdayaan kepada masyarakatnya.
“BUMDes boleh membuka usaha, tapi juga jangan membunuh usaha masyarakat yang sudah di bangun,” ingatnya.
BUMDes Bina Usaha belajar banyak pada pengalaman. Jatuh bangun usaha menjadi pendewasaan untuk tidak mudah menyerah. Fokus memenuhi kebutuhan warga menjadi kunci agar bisnis mereka bisa bertahan dan diterima manfaatnya. Terlebih bisa membantu kebutuhan masyarakat agar tak lagi kesulitan mencari bahan baku pertanian.