Sistem Informasi Desa: Jantung Pembangunan Desa Partisipatif Dan Inklusif
Tata kelola data berkualitas desa menjadi ruh perencanaan pembangunan desa yang lebih partisipatif dan inklusif.
Pemerintah Desa Pathuk, Kabupaten Gunungkidul pernah heboh saat mereka menolak program Bantuan Pangan Non Tunai atau BPNT pada tahun 2019. Kekecewaan ini berasal karena sistem pendataan pemerintah terkait distribusi bantuan tidak sesuai dengan data hasil Musyawarah Desa atau Musdes.
Sikap bersama ini cukup menarik perhatian publik karena alasan bisa menimbulkan gejolak di masyarakat bagi yang lebih berhak menerima bantuan ini. Aksi penolakan ini justru mendapatkan apresiasi karena dinilai warga lebih kritis.
Data desa memang krusial dan penting. Mulai dari data kependudukan hingga data kemiskinan desa yang menjadi ujung tombak berbagai bantuan dari pemerintah. Sayangnya, data ini seringkali tidak akurat dan bisa menjadi tidak tepat sasaran.
Indonesia memang memiliki Perpres No.39/2019 tentang Satu Data Indonesia. Perpres ini salah satunya menyelesaikan data dari berbagai kementerian dan kelembagaan. Pekerjaan yang tidak mudah mengingat berbagai kelembagaan dan kementerian ini punya data tersendiri.
Data desa adalah data nyata yang bisa terverifikasi kebenarannya. Alur yang panjang, dari desa hingga ke pusat, membuat data tidak menjadi singkron. Desa-desa di Kabupaten Gunungkidul memang terus bergerak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas data melalui Sistem Informasi Desa yang bisa diintegrasikan dengan Sistem informasi Kabupaten (SIKAB).
Keberadaan Sistem Informasi Desa atau SID yang dikelola secara mandiri, partisipatif, dan terverifikasi memang mendorong pembangunan desa yang lebih inklusif dan terbuka. Berbagai program-program pemerintah diselaraskan dengan kondisi sosial dan kebutuhan desanya.
"Tapi penting juga untuk melindungi data warga karena terkait kependudukan," ujar Amrun, fasilitator SID dari Combine Resource Institution saat melakukan pelatihan SID di Kabupaten Sleman.
Sistem Informasi Desa adalah jendela sekaligus jantung pembangunan desa. Berbagai data program pemerintah, kependudukan, layanan administrasi, hingga berita dari lapangan, menjadi medium bagi warga dan pemerintah desa untuk saling berkolaborasi dan membentuk ekosistem demokrasi di desa. Tak hanya itu, keunikan tiap desa, misalnya aspek kebudayaan, juga bisa menjadi modal agar SID ini bisa diterapkan sesuai dengan nilai sosial dan budayanya masing-masing.
SID memang menjadi bagian dari amanat UU No.6/2014 tentang Desa untuk mendorong kualitas tata kelola desa. Tata kelola desa ini menyangkut rencana dan anggaran inklusif hingga menyentuh kelompok miskin dan rentan dalam pembangunan desa.
Pengembangan SID memang sudah dilakukan di banyakpemerintah desa. Tak hanya dilakukan oleh Kabupaten Gunung Kidul saja. Tapi juga mulai menyebar ke berbagai wilayah lainnya di Indonesia.Baik dari sisi teknis, platform, sistem, hingga penguatan kapasitas sumber daya manusianya. Namun, tentu saja penerapan SID ini menghadapi banyak tantangan. Bukan hanya masalah akses, infrastruktur internet, sumber daya manusia tapi juga dukungan politik dari pemerintah desa, kabupaten, maupun provinsi.
Keterbatasan sumber daya manusia menjadi bagian tantangannya mengingat ada kesenjangan pengetahuan, keterampilan, dan juga beban pekerjaan untuk mengelola data di desa yang besar. Penguatan kapasitas sumber daya manusia ini butuh dukungan agar keterampilan, manajemen pengelolaan SID, hingga pendataan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Bappenas, secara umum SID memberikan beberapa manfaat penting. Pertama, pengelolaan data kependudukan lebih efisien dan valid. Kedua, peranan teknologi dari sistem data dan informasi membantu proses validasi data kemiskinan dan kelompok rentan. Ketiga, membantu koordinasi maupun pengambilan keputusan. Keempat, mampu mempercepat pelayanan administrasi desa. Kelima, mendorong ekosistem pemerintahan desa yang lebih transparan dan partisipatif.
Pembangunan desa yang partisipatif dan inklusif bisa dimulai dari tata kelola data berkualitas. Kesungguhan, dukungan kebijakan, dan keterlibatan warga secara aktif, menjadi kunci penting untuk mewujudkan masyarakat desa yang lebih sejahtera dan mandiri sesuai dengan nilai sosial budayanya.