Desa

Sentra Gula Aren Dari Banyuwangi

Desa Banjar, Banyuwangi, Jawa Timur melimpah dengan kekayaan sumber daya alam. Salah satunya produksi gula aren dari petani. Kini, dikelola bersama BUMDes Baruna.

Rizki Alfian
Sentra Gula Aren Dari Banyuwangi
Desa Banjar menjadi penghasil gula aren dari Kabupaten Banyuwangi. Memiliki potensi luar biasa sebagai pendukung desa wisata. Rizky Alfian / Kanal Desa

Kabupaten Banyuwangi , Jawa Timur dikenal memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang luar biasa melimpah. Selain terkenal karena destinasi wisata kelas dunia, produk pertanian dan perkebunan di ujung timur Pulau Jawa ini juga patut diacungi jempol.

Seperti di Desa Banjar, Kecamatan Licin. Desa ini dikenal sebagai desa produsen gula aren terbesar di Banyuwangi. Terletak di lereng Gunung Ijen, Desa Banjar memiliki luas wilayah sekitar 4,36 km² dengan geografis perbukitan, dan berada sekitar 500 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Penduduk di Desa Banjar rata-rata berprofesi sebagai petani. Bukan tanpa alasan, sebab sebagian besar wilayah desa ini adalah persawahan dan perkebunan. Padi adalah komoditi yang dominan ditanam oleh masyarakat Banjar. Namun, tidak semua lahan di Desa Banjar menjadi sawah padi. Beberapa lahan juga ditanami komoditas buah-buahan dan kopi.

Selain itu, tanaman yang juga banyak ditemui di desa ini adalah pohon aren. Hal inilah yang kemudian mendorong maraknya produsen gula aren di wilayah Desa Banjar.

Kepala Desa Banjar, Sunandi mengatakan produsen gula aren hampir merata di 4 dusun yakni di Dusun Krajan, Dusun Putuk, Dusun Rembang dan Dusun Salakan. Total ada puluhan produsen yang hingga kini masih rutin melakukan aktivitas produksi.

Namun yang paling banyak ada di Dusun Rembang. Produksi di dusun ini sudah sejak lama dilakukan, dan berlangsung secara turun temurun. "Namun skala produksinya masih kecil. Skala industri rumahan," kata Sunardi.

Melalui gula aren ini, Desa Banjar kemudian tumbuh menjadi desa otentik lewat tradisi dan berbagai sajian kulinernya. Beberapa sajian yang terinspirasi dari gula aren adalah Kopi Uthek dan Cimplung.

Desa Banjar, Banyuwangi menjadi sentra penghasil gula aren dan menjadi tulang punggung ekonomi bagi warganya.
Desa Banjar, Banyuwangi menjadi sentra penghasil gula aren dan menjadi tulang punggung ekonomi bagi warganya. Rizki Alfian / Kanal Desa

Diawali dari Kopi Uthek.

Mengapa disebut Kopi Uthek? Masyarakat Desa Banjar biasanya menyajikan secangkir kopi pahit dengan gula aren yang terpisah. Pertama, gula aren digigit. Begitu gula sudah di dalam mulut, kopi pun disruput. Perpaduan keduanya akan menghasilkan cita rasa kopi yang unik nan nikmat. Bunyi "thek" saat menggigit gula aren itulah yang menjadi dasar penamaan Kopi Uthek.

Kemudian Cimplung. Bahan dasar kudapan ini adalah singkong atau ketela. Proses pembuatannya biasa dilakukan sembari memasak nira menjadi gula aren. Prosesnya cukup sederhana, yakni saat nira sudah mulai mendidih dan hampir menjadi pasta gula aren, barulah singkong dicelupkan.

Ketika sudah dirasa matang, baru ditiriskan. Atau kata warga setempat "diangin-anginkan" sebentar hingga gula aren pada permukaan singkong mengeras atau terkaramelisasi. Di daerah lain, Cimplung cenderung lebih berkuah seperti kolak karena menggunakan gula merah biasa sebagai bahan pemanisnya.

Tapi tidak pada Cimplung Desa Banjar. Karena secara tampilan lebih kering. Rasanya juga pas, dan rasa manisnya murni didapat dari gula aren.

Para petani aren biasa bekerja di pagi hari untuk mengumpulkan air nira sebagai bahan baku gula aren.
Para petani aren biasa bekerja di pagi hari untuk mengumpulkan air nira sebagai bahan baku gula aren. Rizki Alfian / Kanal Desa

Dikelola BUMDes Baruna

Pemerintah Desa Banjar, terus mendorong peningkatan produktivitas dan daya jual gula aren. Salah satunya melalui Badan Usah Milik Desa (BUMDes) Baruna. Produk-produk usaha kecil dari warga, saat ini tengah didorong untuk bisa naik kelas. Baik dalam hal kemasan, produktivitas, pemasaran hingga keuangan.

"Pemasaran gula aren ini salah satunya didorong melalui BUMDes kami," ungkap Sunandi.

BUMDes Baruna, kata Sunandi menjadi motor penggerak bagi perekonomian masyarakat Desa Banjar, khususnya pada produk gula aren ini. Melalui pemanfaatan media sosial dan jaringan kolega, gula aren di Desa Banjar sudah terjual ke wilayah luar kota Banyuwangi, salah satunya ibukota Jakarta.

"Produk kami sudah sampai Jakarta. Konsumen kami disana banyak," ujarnya.

Dijelaskan Sunandi, rata-rata di Desa Banjar total perputaran ekonomi dari hasil usaha gula aren mencapai Rp 3,5 juta per hari. "Angka tersebut merupakan akumulasi dari perhitungan total para pengusaha gula aren di Desa Banjar," ungkap Sunandi.

Desa di Banyuwangi memiliki banyak potensi akan hasil sumber daya alam. Menjadi pendongkrak bagi Banyuwangi sebagai pengembangan wisata terbaik di Indonesia.
Desa di Banyuwangi memiliki banyak potensi akan hasil sumber daya alam. Menjadi pendongkrak bagi Banyuwangi sebagai pengembangan wisata terbaik di Indonesia. Rizki Alfian / Kanal Desa

Usaha Turun Temurun

Salah satu produsen gula aren, Suroso, 57 tahun, mengaku sudah menggeluti usaha ini sejak usia remaja. Suroso mewarisi pengalaman membuat gula aren secara turun temurun dari kedua orangtuanya.

Namun memproduksi gula aren bukanlah pekerjaan utama. Ini adalah pekerjaan sampingan, sembari kesehariannya sebagai petani. "Saya punya beberapa pohon aren, ini yang kemudian saya manfaatkan," ujar Suroso.

Setiap pagi sembari berangkat menuju ladang. Suroso selalu menyempatkan untuk nderes atau dalam kata lain menyadap nira.

Prosesnya, calon buah aren diiris lalu airnya ditampung dalam wadah berbahan bambu petung, dengan panjang kurang lebih 1 meter. Dijelaskan, dalam wadah bambu sepanjang kurang lebih 1 meter itu dapat menampung sekitar 3 liter nira.

"Saya berangkat sekitar jam 6 pagi pasang wadah, lalu sore saya ambil," ujar pria yang beralamat di Dusun Rembang ini.

Menurut Suroso, Nira yang sudah diambil tidak langsung diproses. Nira dikumpulkan sementara hingga jumlahnya cukup, baru kemudian diolah.

Dalam pengolahan, Suroso memasrahkan semuanya kepada istrinya, Isridiah. Dari proses memasak di kuali hingga mencetak gula, semuanya ditugaskan kepada istrinya.

"Biasanya produksi dilakukan setiap tiga hari, saat nira yang terkumpul sudah banyak," beber bapak beranak dua ini. Dalam sekali proses, mampu menghasilkan kurang lebih 20 log gula aren berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 15 cm.

"Jadi tidak dihitung kiloan. Jualnya dihitung bijian. Per log harganya Rp 10 ribu. Jadi 3 hari pendapatan dari gula aren Rp 200 ribu," ungkap Suroso.

Di tingkat lokal, gula aren hasil produksi rumahan di Desa Banjar, tidak dipasarkan. Namun sudah ada pihak pengepul yang datang membawa. "Kita juga tidak perlu bawa ke pasar biasanya ada pengepul yang ngambil ke sini," tandas Suroso.

Tak hanya gula aren, sebenarnya masih banyak potensi yang bisa dinikmati ketika berkunjung ke Desa Banjar. Salah satunya, areal persawahan terasering yang ada di Desa Banjar ini mirip seperti kawasan wisata Ubud Bali. Sehingga jika ini bisa dikembangkan lebih lanjut maka akan menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi para pelancong.

"Kami ada Wisata Taman Langit. Areal ini cukup ideal dan potensial untuk dikembangkan," tambah Kepala Desa Banjar. Menurut Sunandi, produk gula aren Desa Banjar akan menjadi ciri khas daripada wisata di Taman Langit.

"Konsep kolaborasi yang akan kami bangun ini nantinya berkelanjutan dan saling sinergi. Sehingga wisata dan produk lokal desa akan menjadi pengungkit ekonomi di sini," tandas Sunandi.

Baca Lainnya