Desa

Sekolah Pagesangan: pelita di Gunung Kidul

Sekolah Pagesangan, komunitas belajar yang berada di Desa Girimulyo, Gunung Kidul, mengajarkan merdeka pangan melalui pendekatan pendidikan.

Islakhul Muttaqin
Sekolah Pagesangan: pelita di Gunung Kidul
Sekolah Pagesangan di Gunung Kidul, Jawa Tengah menjadi sekolah alternatif di desa berbasis pengembangan pendidikan lokal. Islakhul Muttaqin / Kanal Desa

Sebuah bangunan yang berbentuk rumah panggung dari bahan bambu itu berdiri di antara tebing. Bangunannya tidak terlalu besar karena hanya terdapat dua bangunan utama. Satu difungsikan sebagai ruangan terbuka. Kedua sebagai tempat penyimpanan buku (perpustakaan). Di bagian bilik depan terdapat lukisan berbagai dedaunan. Lalu terdapat tampah yang berada di dekat genting terlukis kata Sekolah Pagesangan. Tempat ini biasa disebut Gubuk Baca (Guba). Sebagai basecamp utama Sekolah Pagesangan.

Sekolah Pagesangan(SP) adalah komunitas belajar non formal yang berada di Dusun Wintaos, Desa Girimulyo, Kecamatan Panggang, Gunung Kidul. Sekolah Pagesangan berdiri sejak 2008, nama Pagesangan sendiri diambil dari kata gesang, dalam bahasa jawa berarti hidup. Sehingga komunitas belajar itu mempunyai filosofi sebagai sekolah kehidupan. Salah satu spirit yang dilakukan adalah berdaya pangan melalui tanaman lokal.

Murniatun, 23 tahun, salah satu fasilitator SP bercerita, awal mula terlibat kegiatan bersama SP sejak tahun 2009, saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Selama ikut kegiatan di SP banyak pembelajaran yang bisa dipraktikan dalam kehidupan sehari-harinya. Terutama terkait memanfaatkan hasil pertanian.

“Sekolah Pagesangan ini kan berbeda dengan sekolah pada umumnya, jadi saya merasa sekolah ini memberikan pengetahuan sesuai yang saya butuhkan seperti cara pertanian yang baik, cara membuat olahan dari hasil pertanian dan yang paling penting mengajarkan saya tentang sumber pangan lokal di kampung saya ini,” katanya yang sudah bergabung selama 13 tahun di SP.

Gunung Kidul yang berada di selatan Jawa memiliki nilai budaya dan alam yang unik. Melalui pendekatan pendidikan, Sekolah Pagesangan mendorong pendekatan lokal pertanian yang berkelanjutan.
Gunung Kidul yang berada di selatan Jawa memiliki nilai budaya dan alam yang unik. Melalui pendekatan pendidikan, Sekolah Pagesangan mendorong pendekatan lokal pertanian yang berkelanjutan.

Pagi itu, terdapat sekitar 30 anak-anak sedang asyik bermain sambil belajar di halaman Guba Sekolah Pagesangan. Anak-anak mengenakan pakaian casual dengan membawa tas, sarung dan bekal makanan. Berbeda dengan kampung lain, di Dukuh Wintaos ini setiap hari Sabtu dan Minggu rutin mengadakan kegiatan yang diakomodir oleh Sekolah Pagesangan.

Lifia Nuryati, fasilitator SP menjelaskan kegiatan Sekolah Pagesangan dilakukan di akhir pekan. Tujuannya agar tidak mengganggu sekolah formal. Untuk itu, Sekolah Pagesangan mendesain kegiatan di luar hari-hari sekolah.

Meski Sekolah Pagesangan berada di Dukuh Wintaos, anak-anak yang belajar di Sekolah Pagesangan juga menjangkau anak-anak di dukuh lain. Jumlah total anak-anak yang belajar di Sekolah Pagesangan jumlah mencapai 50 orang dari latar belakang jenjang pendidikan yang berbeda-beda.

“Di sini konsepnya itu sama rata, tidak memandang anak itu baru sekolah dasar atau sudah sekolah menengah atau menengah atas. Semuanya membaur satu sama lain”.

Kegiatan yang dilakukan oleh Sekolah Pagesangan diperuntukkan untuk semua umur. Anak-anak diajarkan untuk dapat membaur satu sama lain. Hal itu bertujuan agar tidak ada sekat anak satu dengan yang lain, dapat menghargai satu sama lain dan dapat belajar secara bersama-sama.

“Jadi sebagai fasilitator juga kami ikut terlibat langsung di dalamnya, yang SMA dan SMP juga membaur dengan anak-anak. Kami berharap anak-anak itu bisa belajar bareng, yang sudah bisa dapat mengajari yang belum bisa. Di SP juga konsepnya tidak ada guru dan tidak ada siswa, sehingga semuanya itu sama,” tutur Lifia.

Sekolah Pagesangan menjadi pendidikan alternatif di desa untuk mendorong pembelajaran lokal dan kehidupan.
Sekolah Pagesangan menjadi pendidikan alternatif di desa untuk mendorong pembelajaran lokal dan kehidupan. Islakhul Mutaqqin / Kanal Desa

Belajar sambil belajar adalah konsep yang dilakukan Sekolah Pagesangan dalam menjalankan kegiatan. Muatan pelajaran yang diberikan adalah terkait dengan sistem pertanian. Cara membuat produk olahan dan pendidikan karakter agar anak-anak dapat memahami budaya lokal. Kegiatan belajar juga tidak hanya dilakukan dalam ruangan. Tetapi anak-anak juga diajak untuk praktik bertani, mengidentifikasi tanaman, dan belajar dari masyarakat sekitar.

Heni Lestari, salah satu fasilitator mengungkapkan, kegiatan belajar biasanya kami kemas seperti outbond. Kegiatan belajar yang sudah dlakukan di antaranya, ekspedisi perteloan, tujuannya belajar mengidentifikasi jenis-jenis ketela yang di Wintaos. Tidak hanya berhenti di situ, di sana juga praktik secara langsung tentang bagaimana membuat produk olahan secara bersama-sama. Jenis olahan yang mau dibuat tergantung kesepakatan kelompok. Ada yang membuat kripik, ada yang membuat tiwul dan lain-lain.

Menurutnya, selain pembelajaran tentang pertanian, Sekolah Pagesangan juga berusaha menanamkan pendidikan karakter kepada anak-anak. Di Sekolah Pagesangan menerapkan kader cilik berjumlah lima orang. Kader ini diproyeksikan ke depannya dapat menjadi fasilitator agar regenerasi dapat terus berjalan.

Untuk memonitoring lima kader tersebut, Sekolah Pagesangan mempunyai rapor khususnya untuk meninjau kader. Rapor tersebut membuat 21 indikator penilaian, diantaranya kehadiran piket, kehadiran kegiatan, keaktifan piket, keaktifan kegiatan, kepekaan kegiatan, tanggung jawab dan komitmen, empati, kemauan menulis dan membaca dan lain-lain.

“Cara memberi penilaiannya pu tidak secara subjektif. Saat memberikan penilaian, kami fasilitator berembuk secara langsung dengan para kader. Para kader juga berhak menyanggah jika penilaian merasa kurang tepat”, ujar Heni.

Pangan lokal menjadi salah satu isu utama yang dikembangkan di Sekolah Pagesangan sebagai materi pembelajaran lokal.
Pangan lokal menjadi salah satu isu utama yang dikembangkan di Sekolah Pagesangan sebagai materi pembelajaran lokal. Islakhul Muttaqin / Kanal Desa

Pemberdayaan Ekonomi Melalui Pangan

Sekolah Pagesangan secara umum memiliki tiga gerakan yaitu anak-anak, remaja dan perempuan dan kerelawanan. Sehingga Di Sekolah Pagesangan tidak hanya bersentuhan dengan anak-anak semata, akan tetapi juga memberdayakan masyarakat sekitar dalam bidang wirausaha. Sekolah Pagesangan mengakomodir kelompok perempuan untuk membuat produk olahan, baik produk mentah maupun produk jadi.

Setiap bulannya Sekolah Pagesangan mengadakan pertemuan bersama perempuan di Dukuh Wintaos. Pertemuan tersebut guna membahas produk olahan yang habis terjual dan produk olahan yang harus dibuat kembali.

"Semua produk ya bahan bakunya yang ada di desa, jadi ya tanaman apa yang ada terus dibuat olahan", tutur Murni .

Sampai saat ini sudah banyak produk makanan yang telah dihasilkan oleh masyarakat Wintaos yang kemudian dipasarkan secara mandiri oleh Sekolah Pagesangan melalui media sosial dan berbagai marketplace yang bernama Kedai Sehat Pagesangan.

Produk olahan dari Sekolah Pagesangan ini terbagi menjadi tiga jenis. Pertama adalah olahan mentahan, produk yang dijual diantaranya, beras merah, beras jali, kacang hijau, kacang tanah, kacang gude, kacang tolo dan kacang hitam.

Kedua, olahan setengah mateng. Produk yang dijual diantaranya, tiwul instan, tepung mocaf, emping melinjo, kerupuk singkong dan lain-lain. Ketiga olahan matang. Produk yang dijual adalah aneka bubur, seperti bubur jali, bubur kacang hijau dan bubur kacang hitam. Untuk produk ketiga biasanya dijual dengan sistem paket. Sehingga konsumen sekali beli mendapatkan tiga olahan matang.

Produk dari desa yang dikembangkan oleh Sekolah Pagesangan sebagai penggerak ekonomi desa.
Produk dari desa yang dikembangkan oleh Sekolah Pagesangan sebagai penggerak ekonomi desa. Islakhul Muttaqin / Kanal Desa

Murni menuturkan, semua kegiatan yang ada di Sekolah Pagesangan didanai secara mandiri. Pembiayaan diambilkan dari hasil penjualan. Produk olahan dari masyarakat tersebut hasil keuntungannya sebagian diperuntukkan kegiatan Sekolah Pagesangan.

Setiap bulannya, hampir semua produk yang dijual oleh Kedai Sehat Pagesangan mampu ludes terjual. Olahan yang laku keras adalah beras merah, tiwul instan dan tempe koro.

“Satu bulan itu bisa menjual sekitar 50 kg tiwul instan, 50 kg beras merah dan 3.000 pcs tempe koro”, tutur Murni.

Lifia menambahkan, Sekolah Pagesangan adalah kolaborasi tradisional dan modernitas bisa berjalan beriringan. Bukan anti modernisasi dan menjunjung tinggi nilai tradisional. Tetapi bagaimana caranya meracik strategi dalam menghadapi tantangan zaman. Tradisional berfungsi untuk menjaga nilai dan modernitas adalah era yang harus tetap dijalani.

Hasil penjualan produk pangan di Wintaos tidak hanya dapat membantu perekonomian masyarakat. Sekarang ini Sekolah Pagesangan mampu memberi beasiswa kepada 7 orang anak, 5 untuk kader cilik yang setiap bulannya mendapatkan beasiswa sebesar 50.000. Kemudian dua beasiswa diberikan kepada Lifia dan Heni sebagai fasilitator. Beasiswa yang diberikan berupa biaya kuliah sebagai bentuk apresiasi sudah mengabdikan diri Sekolah Pagesangan.

Sekolah Pagesangan pun tumbuh menjadi penggerak perubahan sekaligus pelita di Desa Girimulyo, Gunung Kidul, Jawa Tengah.

Baca Lainnya