Pujon Kidul: pendapatan desa melonjak melalui BUMDes
PADes Pujon Kidul mengalami perubahan drastis selama satu dekade terakhir. Pada 2011, PADes hanya sebesar 35 juta. Hinga pada 2021, PADes naik drastis menjadi Rp1,4 miliar -- salah satunya dari kontribusi BUMDes.
Saat mencalonkan diri menjadi kepala desa pada April 2011, Udi Hartoko (49) menghadapi beragam persoalan di desanya. Setelah terpilih, ia melakukan pemetaan dengan mendatangi warga dari 20 rukun tetangga. Ia mengajak warga berembuk dan mendengarkan masalah dan aspirasi warga desa. “Banyak yang menyampaikan masalah mulai infrastruktur, sampah, kenakalan remaja, kesehatan, hingga pendidikan,” kata Udi kepada Kanal Desa (9/9/2021).
Rembuk warga desa ini, katanya, merupakan bagian usaha memetakan masalah di desanya. Rembuk desa memutuskan air bersih menjadi kebutuhan utama. Air bersih sering menimbulkan konflik. Jumlah penduduk terus bertambah sedangkan mata air tak akan bertambah. “Desa mau dibawa kemana? Tergantung warganya. Prinsip saya pemilik desa sesungguhnya warga desa. Saya hanya tenaga kontrak selama enam tahun,” katanya.
Pasca sosialisasi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Udi berinisiatif mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) pada 2015. Tahap pertama, pemerintah desa menyalurkan dana sebesar Rp 500 juta untuk BUMDes unit air bersih. Anggaran dialokasikan untuk memasang jaringan pipa air minum dari sumber ke perkampungan sejauh 15 kilometer. Setiap pelanggan mendapatkan meteran air.
“(Untuk) meredam konflik dan warga mendapat air bersih,” kata Direktur BUMDes Sumber Sejahtera, Pujon Kidul, Ibadur Rochman (34).
BUMDes menentukan biaya pemasangan jaringan sebesar Rp2,5 juta per KK. Tarif untuk pelanggan kategori keluarga per meter kubik sebesar Rp350. Sedangkan untuk kategori bisnis Rp700. Rumah tangga miskin berhak mendapat separuh biaya pemasangan Rp1,25 juta. Sedangkan keluarga sangat miskin dibebaskan biaya pendaftaran dan iuran bulanan. Tahun pertama sebanyak 250 pelanggan terjaring. Kini sekitar dua pertiga keluarga di Pujon Kidul dari total 2.000-an keluarga di Pujon Kidul telah menjadi pelanggan unit usaha BUMDes ini.
Merintis Cafe Sawah
Udi yang pernah mengelola sebuah hotel di Batu, bermimpi mengembangkan desa wisata di Pujon Kidul. Pada Februari 2016, dia mendorong BUMDes untuk merintis unit usaha Cafe Sawah. Tiga saung didirikan di tengah sawah tanah kas desa yang sebelumnya dikelola kepala desa. Pemerintah desa menyuntik modal Rp60 juta dengan mendirikan cafe ini.
“Awalnya banyak yang menentang, (dari) tokoh masyarakat bahkan perangkat desa,” kata Udi.
Pelan tapi pasti, Cafe Sawah semakin dikenal setelah diunggah di media sosial. Wisatawan berdatangan menikmati pemandangan alam pegunungan dan kuliner khas desa di Cafe Sawah. Tiket masuk Rp8 ribu per orang.
Cafe Sawah berkapasitas 2.000 pengunjung per hari, setelah PSBB diterapkan protokol kesehatan yang ketat bagi pengunjung dan pegawai. Wajib memakai masker, dan disediakan banyak tempat cuci tangan. Wisatawan juga dibatasi. Sehingga Cafe Sawah menjadi percontohan wisata yang menerapkan protokol kesehatan menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Mei 2021. Juga diberikan program daring untuk mendata dan monitoring wisatawan.
Meski terjadi pandemi Covid-19, pada 2020 BUMDes masih bisa menyumbang PADes sebesar Rp 1,4 miliar. Cafe Sawah sempat tutup selama lima setengah bulan di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Cafe Sawah serta parkir wisatanya ini menyumbang lebih dari 90 persen (Rp8,96 miliar) total omzet BUMDes. Omzet BUMDes pada 2020, sebesar 9,5 miliar rupiah. Secara total, BUMDes mempekerjakan 136 pemuda Desa Pujon Kidul.
Saat diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kegiatan wisata dihentikan sementara. Sehingga menimbulkan masalah baru, yakni pengangguran mendadak. Pandemi Covid-19 memukul sektor pariwisata termasuk Cafe Sawah. Saat wisata ditutup, para pekerja dialihkan menjadi relawan penanganan Covid-19. Membantu penanganan di rumah isolasi terpusat (isoter) di Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). BUMDes menyalurkan bahan makanan kepada pegawai.
“BUMDes targetnya untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa dan menyerap tenaga kerja. Bukan hanya mencari profit,” kata Ibadur Rochman. Semakin banyak dibuka peluang usaha, katanya, semakin banyak menyerap tenaga kerja. Mengurangi urbanisasi, kejahatan dan kenakalan. Bahkan, berderet berbagai wahana dan warung di sekitar Cafe Sawah yang dikelola warga desa setempat. Hingga kini, tak ada satu pun investor dari luar desa yang membuka usaha di sini.
Ikhtiar unit usaha BUMDes
Sebelumnya, pada 2011 Rochman bersama enam remaja desa merintis wisata edukasi pertanian dan peternakan. Wisatawan diajak mengenal cara mengolah tanah, menanam dan merawat tanaman sayuran. Aktivitas ini didasari pengenalan potensi desa. Sekitar 90 persen penduduk bekerja sebagai petani, beternak dan buruh tani, menanam sayuran dan ternak sapi perah.
Pada 2013, mereka menggabungkan diri dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Mereka bekerjasama dengan petani dan peternak setempat. Pendapatan dari wisata edukasi dibagi dengan petani dan peternak. “Para petani juga disarankan menanam buah apel dan jeruk. Untuk petik buah dan oleh-oleh,” kata Ibadur. Rintisan aktivitas ini melebur dalam BUMDes.
Pada 2016 BUMDes mendirikan unit Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) untuk mengolah limbah rumah tangga dan cafe sawah. Pemerintah desa mengucurkan dana sebesar Rp100 juta.
Pemerintah Desa Pujon Kidul pada 2017 kembali menambahkan modal ke BUMDes sebesar Rp130 juta untuk membangun saung dan mempercantik taman. Selain itu, juga dibentuk unit pemandu wisata yang diarahkan untuk edukasi dan pemasaran Cafe Sawah. Pada 2017, BUMDes menyetor PADes sebesar Rp 300 juta.
Unit usaha BUMDes terus berkembang. Pada 2018, BUMDes mendirikan unit toko desa untuk memasok bahan baku makanan untuk Cafe Sawah. BUMDes juga mendirikan unit simpan pinjam untuk mengedukasi warga menabung. Awalnya hanya 60 nasabah, hingga sekarang menjadi 900 nasabah. Pada tahun yang sama juga didirikan unit parkir wisata dan tiket.
BUMDes terus ekspansi, pada 2019 mendirikan unit paving dan batako untuk memasok kebutuhan paving dan batako yang dilakukan di Desa Pujon Kidul. Pemerintah Desa terus membangun infrastruktur desa, mulai membangun drainase, pengerasan jalan, hingga membangun rumah layak huni. “Daripada membeli di luar desa, lebih baik uang berputar di desa sendiri. Juga membuka lapangan pekerjaan baru,” katanya.
BUMDes Sumbang PADes Rp 1,4 miliar
Pada 2018 BUMDes menyumbang PADes sebesar Rp800 juta, pada Rp 2019 melonjak signifikan sebesar Rp1,4 miliar. Pada 2020, karena pandemi, bagi hasil ke desa tetap di angka 1,4 miliar rupiah.
Pada 2020 BUMDes mendirikan unit guest house dan unit pertanian. Guest house menunjang wisata dan unit pertanian untuk menyediakan bibit sayuran, dan menggerakkan pertanian organik. Selama ini, petani bergantung bibit ke toko pertanian.
“Petani malas menyemai bibit sendiri. Sekaligus mengedukasi petani untuk kembali menerapkan pertanian organik,” ujarnya. Unit Pertanian bekerjasama dengan gabungan kelompok tani dan Dinas Pertanian Kabupaten Malang. Unit Pertanian menggelar penyuluhan pertanian untuk meningkatkan hasil pertanian. Kini, Unit Pertanian tengah menyiapkan lahan percontohan tanaman bawang merah di lahan dengan ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu dan ketinggian lahan cocok ditanami bawang merah.
Pemerintah desa menggelontor dana sebesar Rp550 juta pada Maret 2020, untuk mendirikan pusat oleh-oleh. Mendorong warga masyarakat mendirikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) membuat kerajinan tangan dan makanan olahan. Semua produk UMKM dipasarkan di pusat oleh-oleh.
“BUMDes dikelola anak desa sendiri. Mereka belajar manajemen dan tata kelola keuangan. Terseok-seok hingga mengelola uang omzet BUMDes miliaran rupiah per tahun,” katanya.
Para pegawai yang awalnya petani, katanya, tak bisa pembukuan dan akuntansi keuangan pelan-pelan belajar kepada para profesional. Hasilnya, laporan keuangan dinilai baik saat diperiksa pemerintah desa dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Maret 2021.
Teladan pimpinan
Ibadur Rochman merupakan sosok pemuda desa yang ingin mengubah nasib pemuda dan desanya. Ia mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD), sejak remaja bekerja mencari rumput dan bertani. Lantas usia 18 tahun, ia merantau ke Kalimantan dengan menjual seekor sapi peliharaannya. Pendidikan rendah, ia mengawali bekerja di kebun sawit di Banjarmasin. Kemudian ia mengikuti kelompok belajar (Kejar) Paket B setara SMP dan Paket C setara SMA.
Berbekal ijazah Kejar Paket C, Ibadur bekerja di perusahaan tambang. Mulai dengan gaji Rp250 ribu sampai Rp15 juta. Namun, setelah menikah dan dikarunia dua anak ia memilih kembali ke Pujon Kidul dengan berusaha membuka lapangan kerja di kampung sendiri. “Saya tak ingin anak saya merasakan apa yang saya alami,” katanya.
Kenyataan banyak pemuda desa berpendidikan rendah, Ibadur mendorong para pegawainya untuk ikut kesetaraan Kejar Paket B dan Paket C. Biaya pendidikan Kejar Paket B dan C, katanya, dialokasikan dalam APBDes sejak dua tahun lalu. Bahkan, kini sebagian pegawainya telah melanjutkan kuliah di sejumlah perguruan tinggi di Malang.
Kepala Desa Pujon Kidul, Udi Hartoko juga memberi teladan, kini ia tengah melanjutkan kuliah jurusan Administrasi Negara. Pendidikan, katanya, faktor penting dalam pembangunan sebuah desa. Jika sumber daya manusia (SDM) rendah, maka sulit mengelola potensi yang ada di desa.
“Yang bekerja di Cafe Sawah ada yang kuliah jurusan akuntansi sesuai dengan bidang pekerjaan,” katanya. Udi juga turut membantu mencarikan beasiswa bagi pemuda desa yang berniat mengenyam pendidikan tinggi.
Jumlah penduduk Pujon Kidul sebanyak 4.188 jiwa, sebagian besar petani dan peternak sapi perah. Warga Desa Pujon Kidul dengan area pertanian yang subur, katanya, tak menganggap penting pendidikan. Mereka membiasakan anak-anak usai lulus SD untuk bertani dan beternak sapi perah. Orang tua, katanya, memberi modal sawah dan sapi. “Mereka menganggap pendidikan tidak penting. Terlena dengan kondisi lahan yang subur,” katanya.
Sedangkan membangun SDM, katanya, tak terlihat. Berbeda dengan infrastruktur yang terlihat secara fisik. Pendidikan, katanya, merupakan investasi yang akan dinikmati 10 sampai 20 tahun mendatang. “Pendidikan semakin meningkat, banyak yang kuliah. Dulu bisa dihitung dengan jari,” kata Udi.
Pujon Kidul, kata, Udi memiliki banyak potensi, tapi belum ada SDM yang siap mengelola. Seperti potensi pengolahan air minum dalam kemasan dan pupuk organik. Pujon Kidul memiliki sumber air yang bisa dikembangkan menjadi air mineral dan kotoran sapi yang melimpah menjadi pupuk organik. Namun, karena keterbatasan pendidikan warga desa belum siap mengelolanya.
“Berton-ton kotoran sapi dibuang menjadi limbah. Tapi siapa yang mengelola? Tak mudah, harus dilakukan bertahap. Make impossible be possible,” katanya.
Sementara Udi berharap kotoran sapi dikelola, gas metana disalurkan untuk bahan bakar di Cafe Sawah, dan saat malam digunakan penerangan untuk perangkap hama. Sedangkan ampas kotoran diolah menjadi pupuk untuk memenuhi kebutuhan pertanian. Sementara saat ini, petani Pujon Kidul banyak membeli pupuk organik dari kotoran ayam dari luar desa.
Udi berkomitmen untuk menjaga dan fokus terhadap visi dan misi pembangunan desa. Serta menjauhi konflik kepentingan pribadi, terutama dalam pengelolaan BUMDes. Meski ia yang memiliki gagasan dan merealisasikan usaha wisata, namun ia tak memiliki usaha di sana. Meski godaan itu datang dari pengusaha yang berniat berinvestasi di sana.
“Jangan berfikir setelah membangun BUMDes, berapa yang akan diperoleh kepala desa. Ada pengusaha yang berniat memberi uang Rp2 miliar, untuk mengamankan tokoh masyarakat desa Rp1 miliar dan Rp1 miliar untuk saya. Tapi saya tolak, itu bukan tujuan saya,” katanya.
Selama dua periode sebagai kepala desa, ia telah membangun pondasi sistem pemerintahan desa dan BUMDes. Serta memaksimalkan fungsi dan peran lembaga desa. Termasuk transparansi dan akuntabilitas penggunaan APBDes. “Ide dan gagasan murah, yang mahal implementasi. Rawat mimpimu. Beranikan mengeksekusi,” katanya.
PADes meningkat, katanya, untuk kesejahteraan masyarakat desa. Mulai untuk pembangunan infrastruktur, sosial, pendidikan dan kesehatan. Meliputi pembangunan jalan, drainase, perawatan sarana desa, bedah rumah, pengelolaan sampah, bantuan keagamaan, bantuan pendidikan, kesehatan lansia dan posyandu balita.
PADes, kata Udi, menopang percepatan pembangunan. Termasuk mengembangkan UMKM dengan melakukan pelatihan dan pemberdayaan. Termasuk menata kampung budaya, pengadaan peralatan kesenian, dan pengadaan alat peraga edukatif untuk Taman Kanak-Kanak.