Peran penting Buku Profil Desa di Kudus
Buku Profil Desa semacam penuntun untuk mengetahui masalah dan potensi di desa. Kemudian rencana kerja kegiatan dibuat berdasarkan data itu, termasuk jumlah dan sumber anggaran, hingga dampak yang akan dicapai kelak.
Noor Chamid, 44 tahun, sudah dua kali menjabat sebagai Kepala Desa Purworejo, Bae, Kudus Jawa Tengah. Pengalaman dalam memerintah desa mengajarkannya satu hal: harus sering mengecek pengisian Buku Profil Desa kepada bawahannya. Mungkin sekilas hal itu tampak sepele. Tapi Noor tahu, jika mengisi data lengkap, maka dia bisa paham kebutuhan wilayah dan warganya dalam program pembangunan desa.
Dari data itu pula Noor dapat membuat program kerja tahunan hingga jangka panjang sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). “Dari sana diturunkan lagi ke dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes),” kata Noor akhir Juli lalu di Kantor Desa Purworejo, Kudus.
RPJMDes itu memuat visi dan misi sang kepala desa selama satu masa jabatan yakni enam tahun. Di dalamnya ada gambaran besar arah kebijakan pembangunan desa, rencana kegiatan hingga pelaksanaannya. Setelah RPJMDes selesai, semua rencana besar itu dirinci dalam RKPDes yang masa pelaksanaannya satu tahun.
Menurut Noor, semua rencana pembangunan desa akan lebih terarah jika buku profil desa tuntas diisi dan terus diperbaharui setiap tahun. Buku profil desa memuat informasi semua hal tentang desa, baik gambaran kondisi wilayah hingga kondisi rumah tangga, bahkan sampai anggota rumah tangga di desa. Daya itu mencakup mulai dari pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, hingga kemiskinan dan masalah sosial.
Buku Profil Desa menjadi semacam penuntun untuk mengetahui masalah di desa, mengenali kelemahan, serta hal-hal yang bisa dikembangkan dan dibutuhkan masyarakat. Rencana kerja kegiatan dibuat berdasarkan data itu, termasuk jumlah dan sumber anggaran, hingga dampak yang akan dicapai kelak.
Noor paham hal itu setelah dia memasuki periode kedua jabatannya. Dia mendapatkan pengetahuan itu setelah mengikuti sejumlah pelatihan di kecamatan hingga Dinas Pemberdayaan Masyarakat (PMD) Kabupaten Kudus. “Sebelumnya hanya tambal sulam, dadakan, dan sering mengulang program sebelumnya,” katanya.
Meski agak terlambat, dia merasa lebih baik daripada tidak sama sekali. Kendala lain adalah melengkapi data isian buku profil desa. Pekerjaan itu ternyata bukan hanya sebatas mengisi kertas, namun juga perlu pendataan langsung dan turun ke lapangan hingga ke rumah warga. Kegiatan itu mirip sensus penduduk, namun dilakukan hanya pada satu kawasan desa.
“Harus akurat, dan tidak asal mengisi. Ini tidak bisa ditawar karena akan jadi acuan kegiatan untuk belanja desa, agar programnya tepat sasaran,” kata Noor. Namun untuk mengisi semua itu, kata dia, butuh tenaga dan anggaran. “Padahal kendalanya di sana dan pekerjaan perangkat desa tidak hanya mengisi buku profil desa.”
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kudus Adi Sadhono Murwanto, 52 tahun, menyampaikan hal senada. Menurutnya Profil Desa menjadi basis data pembangunan desa. Desa harus melakukan pendataan sesuai aturan Permendagri Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa dan Kelurahan. “Jadi pihak desa juga paham apa input, bukan sekadar mengisi data,” kata Adi di kantornya, pertengahan Juli 2020.
Sejak 2017 Dinas PMD Kudus meminta desa mengumpulkan Buku Profil Desa. Menurut Adi, tujuannya untuk mengetahui klasifikasi desa. Klasifikasi itu digunakan pihak dinas untuk menentukan kebutuhan jumlah perangkat desa. Namun hal itu tak kunjung tuntas dengan berbagai kendala.
Keterbatasan dan pemahaman perangkat desa tentang Buku Profil Desa menjadi kendala terbesar di Kabupaten Kudus. Dampaknya adalah klasifikasi dan verifikasi data oleh kecamatan dan dinas belum bisa dilaksanakan.
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Dinas PMD kabupaten Kudus Dian Noor Tamzis Hanafi, 44 tahun, menjelaskan ada tiga jenis klasifikasi desa berdasarkan hasil penilaian Buku Profil Desa yakni swasembada, swakarya, dan swadaya.
Untuk desa dengan klasifikasi swasembada nantinya akan memiliki tiga Kepala Seksi (Kasi) dan tiga Kepala Urusan (Kaur). Sementara desa swadaya hanya punya dua Kasi dan dua Kaur. Klasifikasi desa swakarya, akan memiliki itu tiga Kasi dan dua Kaur. "Klasifikasi itu dapat diperoleh dari aplikasi profil desa atau kelurahan dari Kemendagri,” kata Dian, awal Juli 2020.
Selama ini pihak desa mengisi Buku Profil Desa hanya berbasis manual cetak di atas kertas. Pemutakhiran belum dilakukan di aplikasi Kemendagri, sehingga belum bisa divalidasi oleh Dinas PMD Kabupaten Kudus.
Belum adanya pembaruan Profil Desa di aplikasi Kemendagri, menurut Adi Sadhono, akan dilakukan verifikasi dan penilaian secara manual. Nanti hasilnya akan ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati. “Mau gimana lagi, memang kita tidak tersedia datanya di aplikasi profil desa Kemendagri," kata Adi.
Berdasar pantauan Lokadata.id, agar hal itu tidak terulang, Dinas PMD kabupaten Kudus tampak serius dalam memutakhirkan dan mendayagunakan data profil desa. Setidaknya, dinas itu telah melaksanakan bimbingan teknis pemutakhiran profil desa pada November 2019, baik secara manual dan online.
Pihak yang hadir dalam pelatihan itu adalah Sekretaris Desa, Pendamping Desa, dan Pendamping Lokal Desa. Setelah pelatihan pemutakhiran, ketiganya akan bekerja dalam satu tim yang disebut Kelompok Kerja (Pokja) Profil Desa. Pokja itu diketuai oleh Sekretaris Desa.
Niat serius pemutakhiran itu juga tak sebatas pelatihan. Dinas juga menaikkan anggaran programnya. Jika pada 2019, anggaran mencapai Rp535 juta untuk 62 desa dari total 123 desa, kini menjadi Rp4,5 miliar untuk 103 desa yang sanggup melakukan pemutakhiran data.
Sedangkan untuk sumber dana, pada 2019, mayoritas dianggarkan dari sumber non Dana Desa. Sementara pada tahun ini pemutakhiran Buku Profil Desa semuanya bersumber dari Dana Desa.
Saat dikonfirmasi masalah anggaran itu ke beberapa desa, ada lonjakan kenaikan anggaran pemutakhiran Buku Profil Desa. Kepala Desa Berugenjang, Kecamatan Undaan, Kiswo menjelaskan tahun ini desanya menganggarkan sebanyak Rp22 juta. "Profil desa sekarang harus dilakukan dengan pendataan warga, seluruhnya, baik kepala keluarga, maupun anggota keluarganya. Menurut saya, ini seperti sensusnya desa", kata Kiswo.
Sementara itu Camat Mejobo, Mohamad Fitriyanto, 40 tahun, menerangkan Buku Profil Desa tahun ini harus dilengkapi dengan data dasar keluarga, data potensi desa, dan data tingkat perkembangan desa. Semua data itu adalah gambaran potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, potensi kelembagaan, dan potensi sarana prasarana masing-masing desa.
Menurutnya gambaran besar Profil Desa memuat 13 variabel penting. Seperti tingkat perkembangan penduduk, ekonomi masyarakat, produk domestik desa, pendapatan perkapita desa, pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban, serta peran peran serta masyarakat.
Fitriyanto mengatakan data desa yang mendetil itu kelak sangat berguna bagi desa, kecamatan, dan kabupaten dalam merencanakan pembangunan wilayah. “Jika proses ini benar-benar terlaksana dan rapi, sesuai aturan, maka data yang akan kita dapatkan akan luar biasa. Dalam soal detil, kita bahkan bisa mengalahkan data Potensi Desa (Podes) yang disusun BPS,” ujar Fitriyanto, Kamis, awal Juli 2020.
Kepala Dinas PMD Kabupaten Kudus, Adi Sadhono berharap pihak desa serius menggali data agar valid. "Sehingga APBDes terserap sesuai dengan kebutuhan desa, sesuai potensi, permasalahan, untuk meningkatkan daya saing desa, bukan sesuai keinginan semata," kata Adi.
Struktur buku Profil Desa
Definisi Profil Desa termuat dalam Permendagri No. 12 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (3), yaitu gambaran menyeluruh tentang karakter desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana serta perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa dan kelurahan.
Dalam penyusunan Profil Desa bisa menggunakan Dana Desa, seperti termuat dalam Peraturan Menteri Desa No. 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Penyusunan Profil Desa masuk dalam prioritas pemberdayaan masyarakat bidang pemberdayaan masyarakat untuk memperkuat tata kelola desa yang demokratis dan berkeadilan sosial. Bagian dari perencanaan pembangunan desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal.