Memoles Wisata Rowo Gembongan ala BUMDes Maju Sejahtera
BUMDes Maju Sejahtera, Kabupaten Temanggung memoles wisata Rowo Gembongan. Hadirkan wisata perahu dan libatkan pelaku usaha lokal.
Danau yang semula rawa itu hampir setiap sore ramai pengunjung. Mereka menikmati senja, berkeliling danau dengan perahu, atau sekadar duduk dan mengudap camilan. Rowo Gembongan yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Maju Sejahtera, Desa Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, ini menjadi favorit baru wisata perdesaan yang mulai turut menggerakkan perekonomian warga.
Di antara seratusan pengunjung, Jumat sore itu, ada Azib asal Morobongo, Kecamatan Kandangan, jaraknya sekitar 20'an kilometer dari Rowo Gembongan. Dia datang bersama istri dan dua anak mereka. Azib duduk menggelar alas berbahan spons tipis sembari menunggui anak-anak dan istrinya bermain di tepi danau.
“Bagus tempatnya, saya tahu tempat ini dari Youtube”, kata Azib sumringah saat melihat keindahan Rowo Gembongan.
Tak jauh dari Azib, sejumlah pengunjung tampak mengantre menunggu giliran untuk menaiki perahu. Mereka berdiri di depan saung tempat pembelian tiket. Ada pula sekumpulan ibu-ibu yang dengan berseragam lengan panjang berwarna merah senam bersama dengan diiringi musik rancak.
Seorang lelaki setengah baya juga terlihat berolahraga. Dengan celana panjang, bertopi, dan berkaus, dia berjalan kaki menyisir pinggir telaga. Memanfaatkan waktu sore dengan menggerakkan badan sambil menikmati keindahan menjelang petang.
Anak-anak muda berkelompok berswafoto dan duduk di kursi lipat sewaan ada di sisi barat telaga tak jauh dari dari kedai kopi. Sesekali mereka memeriksa hasil jepretan kamera telepon seluler seusai berpose. Sebelum memasuki wisata memang ada warga yang menyewakan kursi lipat, tarifnya Rp 10 ribu.
Di antara keramaian sore itu, Riyan dan Rohmat sibuk membangun gazebo berbahan bambu dan berlantai paving block. Ukurannya sekira dua meter kali dua meter. Riyan menghaluskan batang-batang bambu, sedangkan Rohmat yang masih terhitung saudaranya melapis tiang dengan vernis.
Ada tiga gazebo yang dia bikin di sekiling danau. Riyan bilang deretan lapak di tepi danau dia juga yang mengerjakannya. “Ini untuk eyub-uyuban [berteduh], besok para pendaki mau kumpul di sini”, kata dia.
Rowo Gembongan berlokasi tak jauh di tepi jalan raya provinsi Temanggung Kota-Ambarawa. Jaraknya 5,5 kilometer dari ibu kota kabupaten. Dari jalan raya, permukaan air danau tampak di antara pepohonan dan sawah. Lokasi wisata ini berbatasan dengan Desa Kedunglo, tempat ditemukannya Prasasti Wanua Tengah III dari era Mataram Kuno pada November 1983.
Membangun Rowo Gembongan
Di tengah telaga ada semacam pulau yang ditanami pohon-pohon sengon. Pada sore hari, bila cuaca cerah Gunung Sindoro dan Sumbing terlihat gagah di horizon. Sinar matahari memancar melewati sela-sela rimbunnya daun dan dahan. Airnya tampak berkilauan ditimpa cahaya.
Tempat yang mudah dijangkau, membuat lokasi ini sering menjadi tempat singgah para pehobi sepeda. Itu karena kondisi jalan menuju Rowo Gembongan kondisinya terawat, jalurnya menantang, naik-turun dengan berbagai kelokan, udara yang masih segar, dan arus lalu lintasnya tak padat malah bisa dibilang relatif sepi.
Sejatinya kawasan wisata ini mulai dirintis pada 2018 dan sempat diperkenalkan dengan nama Rawa Pening Tegowanuh. Dari arah Temanggung Kota, Rowo Gembongan yang diresmikan Kepala Desa Tegowanuh, Gati Barata Sayoga pada 26 Februari 2022, ini berada di sisi kanan jalan raya. Jalan menuju danau separuh berbatu, separuh lainnya ber-paving block, di sampingnya terdapat beberapa area pemancingan milik warga.
“Kami mengembalikan ke nama aslinya, Rowo Gembongan. Memang banyak usulan nama, di antaranya Telaga Sari dan yang lain. Tapi ya sudah, pakai nama asli saja”, begitu kata Direktur BUMDes Maju Sejahtera, Muhammad Khoirun.
Kendaraan pengunjung diparkir di lahan sebelum pintu masuk. Sepeda motor, mobil keluarga, serta bus ukuran sedang dan kecil, ditampung di beberapa tempat parkir yang dikelola kelompok pemuda. Di dekatnya terdapat bangunan untuk membeli karcis tetapi saat ini pengunjung hanya membayar jasa parkir.
Area Rowo Gembongan mencapai empat hektare, sedangkan danaunya seluas 1,8 hektare. Setelah menyusuri jalanan ber-paving plock, di kiri jalan terdapat tempat ibadah juga sarana paturasan. Di sampingnya berdiri baliho berisi peringatan tentang keselamatan wisata ketika menumpang wahana air.
Untuk berperahu mengelilingi danau, pengunjung dikenai tarif Rp 50 ribu untuk dua putaran. Sebelum naik perahu bermesin disel itu, mereka diwajibkan dan mengenakan pelampung. Penumpangnya maksimal lima orang. Tak hanya perahu, ada becak air yang jumlahnya empat unit. Setiap unit tarif sewanya Rp 15 ribu untuk dua putaran.
Muhammad Khoirun menerangkan pengunjung Rowo Gembongan mencapai 250’an orang setiap hari. Menjelang dan akhir pekan jumlahnya bisa dua kali lipat. Untuk sementara pengunjung memang tidak dipungut biaya masuk karena masih masa pengenalan.
“Ini masih masa promosi. Biar masyarakat tahu lebih dulu. Untuk tiket masuk nanti diproyeksikan sekitar Rp 3 ribu. Itu angka tidak memberatkan. Kami memang menyasar kalangan menengah ke bawah. Dengan Rp 5 ribu sudah bisa berwisata di tepi danau”, kata Khoirun yang mulai memegang kendali usaha ekonomi perdesaan itu sejak akhir 2021 lalu.
Karena masih dalam pengembangan, warga yang menyewa lapak di tepi danau juga diberi diskon hingga 50 persen. Di lokasi itu ada 16’an lapak disewa bisa warga untuk berjualan rupa-rupa makanan dan minuman. Harga sewa sesudah diskon Rp 750 ribu per tahun. Deretan lapak itu penuh penjual seiring kian ramainya pengunjung.
Kiat BUMDes Maju Sejahtera
Di samping wisata air, BUMDes Maju Sejahera juga mengelola sampah warga. Pelanggannya kini mencapai 500 keluarga. Angka ini naik berlipat-lipat dari tahun sebelumnya yang hanya pada kisaran 50 keluarga sampai 100 keluarga. Biaya yang kenakan per keluarga Rp 7 ribu setiap bulan.
Khoirun optimistis Rowo Gembongan bakal melesat dan eksis sebagai tujuan wisata baru di Kabupaten Temanggung. Lahan yang digarapnya juga masih tersedia untuk pengembangan. Loka wisata itu juga mulai dilirik sebagai tempat bertemunya anggota komunitas, seperti kelompok pendaki dan penggemar automotif.
Dia pun menerangkan rencananya. Rowo Gembongan akan dibagi menjadi tiga sesi dan segmen kegiatan wisata. Ringkasnya, pagi untuk sarana berolahraga, seperti lari dan jalan kaki, siang dan sore sebagai zona keluarga, sedangkan malam untuk kemping dan live music.
“Beberapa komunitas seperti Pendaki Indonesia Temanggung Bersenyum [PITB], serta komunitas pengguna Panther juga akan mengadakan pertemuan di sini. Kami juga ingin membangun jogging track, mengembangkan camping ground. Musim hujan memang menjadi tantangan, tetapi pada saat itu rumput di sekitar rawa juga akan tumbuh bagus,” tutur Khoirun.
Seraya terus mengembangkan Rowo Gembongan, BUMDes yang dipimpinnya juga membidik unit usaha baru di antaranya pengelolaan pasar dan penyewaan perlengkapan hajatan warga seperti panggung dan tenda. Kendati begitu, dia menandaskan hendak berfokus dulu pada wisata di desa yang dikenal luas sebagai sentra produksi genting dan batu bata itu.
“Dari wahana air, parkir, dan lapak, pendapatan BUMDes baru mencapai rata-rata Rp 35 juta per bulan. Meski demikian, perputaran uang di Rowo Gembongan diperkirakan sudah menyentuh ratusan juta setiap bulannya. Tujuannya tak semata untung sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana BUMDes bisa turut menggali potensi dan menggerakkan ekonomi warga. Itu juga penting,” pungkas Khoirun.