Lika-liku usaha madu Glagah Kulon
BUMDes Maju Jaya dengan unit usaha madunya terbilang berhasil dalam memasuki platform digital.
Ruang tamu itu bukan sarang lebah tapi aroma manis madu tercium pekat. Beratus botol berisi madu tersusun rapi, juga sejumlah drum berisi cairan kental, pekat, dan berkhasiat. “Ini madu klanceng, dapat mengobati anak yang sedang demam. Bisa juga menambah stamina,” kata Ismail sambil memberikan brosur berisi aneka jenis madu serta manfaatnya.
Ismail adalah salah satu dari sekitar 40-an petani madu di Desa Glagah Kulon, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Dia petani yang lincah dan berbakat sebagai seorang sales. Ketika kami mengunjunginya beberapa waktu lalu, Ismail dengan tangkas menyorongkan bermacam madu: madu randu, kaliandra, kelengkeng, madu plus royal jelly dan lainnya. “Madu penting, terutama buat orang Jakarta, yang sering kecapekan di jalan,” ujarnya berpromosi.
Di Desa Glagah Kulon, madu memang jadi produk unggulan. Usaha madu, kata Ismail, tak akan merugi. Harga jualnya termasuk mahal. Labanya lumayan “manis”, rata-rata di atas 20 persen dari harga produksi.
Agar stok aman untuk sepanjang tahun, para petani madu ini ‘menggembalakan’ lebah mereka sampai ke luar desa, bahkan lintas provinsi. “Tergantung musim bunganya. Kadang saya ke Bogor, Banyuwangi, Pasuruan, Lamongan atau ke daerah lain sesuai musimnya. Yang penting stok madu tetap terjaga,” ujar Ismail.
Menjadi BUMDes
Melihat potensi madu sebagai komoditi, Desa Glagah Kulon lalu membentuk sebuah unit usaha, namanya BUMDes Maju Jaya. Ismail ditunjuk sebagai direktur BUMDes. Dia bertugas di posisi itu dari 2017 sampai akhir 2019.
Di masa awal, usaha itu tak mulus. Persoalan klasik yang dihadapi adalah soal modal. Kepala Desa Glagah Kulon, Sukarwi, mengatakan pemerintahan desa saat itu belum berani memberikan modal. “Soalnya ada peraturan bupati (Perbup) tentang BUMDes belum diteken,” ujar Sukarwi.
Soal Perbup ini menjadi hambatan bagi hampir semua desa di Kabupaten Kudus. Betapapun, peraturan harus diikuti, dan melalui Perbup inilah nanti akan diatur detail petunjuk teknis penyertaan modal dari Dana Desa kepada BUMDes.
Tapi pengurus BUMDes Maju Jaya tak kehilangan akal. Mereka melobi sejumlah petani madu. Mereka menawarkan para petani menitipkan madunya di kios BUMDes, lalu badan usaha itu mengemasnya dalam botol-botol sederhana.
Persoalan lain adalah pemasaran produk. Penjualan madu sebagian besar melalui kios. “Pemasaran online juga kami lakukan, tapi terbatas melalui Whatsapp,” kata Ismail. Sampai akhir 2019, mereka belum masuk ke marketplace digital.
Namun anak-anak muda yang membantu BUMDes Maju Jaya tak kehilangan semangat. Mereka menata hal-hal sederhana dalam dunia usaha, misalnya merapikan catatan keuangan. “Kami mulai dengan pembukuan sederhana untuk transaksi madu di kios BUMDes. Minimal arus kas sudah tercatat,” kata Novi, bendahara Maju Jaya.
Dibandingkan dengan BUMDes lain di Kabupaten Kudus, Maju Jaya terbilang cukup baik. Itu sebabnya, setelah melalui sejumlah assessment, Djarum Foundation memilih Maju Jaya sebagai salah satu target intervensi pada 2019.
Pemasaran Online
Djarum Foundation memilih 29 BUMDes dan 5 desa yang akan mendirikan BUMDes untuk program intervensi. Program itu antara lain pelatihan basic knowledge, yaitu regulasi, pemilihan usaha, pembuatan program kerja dan SOP, sampai administrasi dan manajemen keuangan. BUMDesa Glagah Kulon menjadi satu dari dua BUMDes dengan penilaian terbaik, sehingga layak mendapatkan pendampingan tingkat lanjut. Artinya, mereka layak mendapat pendampingan pemasaran online oleh Blibli.com pada September 2019 lalu.
Pendampingan pemasaran online ini cukup penting untuk memecahkan persoalan penjualan di Maju Jaya. Produk mereka masih belum optimal dalam memanfaatkan platform jual-beli daring. Selama 3 hari, tim Blibli.com memberikan materi seperti foto produk, konten pemasaran, teknis mengunggah produk melalui marketplace, packaging produk, sampai strategi branding dalam media sosial.
Hasilnya lumayan. Maju Jaya mulai aktif di marketplace, media sosial, dan pameran-pameran produk desa di Kabupaten Kudus. Pada Maret 2020, penjualan madu meningkat drastis, akibat pandemi virus korona. “Agak tidak sopan diucapkan, tapi Covid-19 menjadi berkah buat BUMDes,“ kata Novi. Dia mencatat dari Maret sampai Mei 2020, penjualan madu melonjak. Dalam sehari, minimal 50 botol madu terjual melalui Blibli.com. Omzet bulanan rata-rata 12 juta rupiah. Banyaknya permintaan membuat BUMDes ini kesulitan mencari stok madu. “Suplai dari petani agak susah,” ujar Novi.
Dampak pendampingan itu juga konkrit. Perubahan paling kentara adalah pada kemasan. Awalnya, kemasan madu mereka kelihatan seadanya, dan jadul. Kini menjadi tampil lebih simpel dan terkesan muda. Nama produk berubah, dari Madu BUMDes Maju Jaya menjadi “Madu MJ”. “Agar lebih singkat dan enak didengar,” kata Novi.
Naiknya penjualan pada saat pandemi, selain berkah juga menjadi beban. Pencapaian itu harus bisa dipertahankan setelah wabah virus mereda, atau setidaknya pada masa “new normal”. Strategi baru pun mulai dikaji oleh para pengurus Maju Jaya. Salah satunya adalah membuat produk turunan madu yang sesuai permintaan pasar. “Kami ingin mengembangkan produk turunan, seperti sabun dan masker,” ujar Novi.