Lidah Buaya Bernilai Ekonomis
Karang Taruna Tunas Mekar Jaya melakukan pemberdayaan dan peningkatan ekonomi warga melalui tanaman lidah buaya.
Tanaman aloevera atau lidah buaya biasanya hanya menjadi tanaman hiasan yang banyak kita dapati di rumah-rumah warga masyarakat. Namun, tanaman yang dikenal sebagai penyubur rambut ini, juga punya potensi lain. Seperti yang ada di Padukuhan Kwayon, Desa Jambanan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen Jawa Tengah. Warga Karang Taruna Tunas Mekar Jaya mengolah bahan baku lidah buaya menjadi produk yang memiliki daya jual ekonomis.
Kegiatan ini berawal dari pengembangan wisata bareng kelompok Karang Taruna Tunas Mekar Jaya, Ngelipar, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Januari tahun 2020. Ketua karang taruna Tunas Mekar Jaya, Senen Suribto, 50 tahun, menginisiasi untuk membuat usaha bersama dari olahan lidah buaya. Dari situ ide ini lahir agar anggota karang taruna ini lebih berdaya dari aspek ekonomi dan memiliki kebersamaan.
Dengan modal awal Rp 1,5 juta mereka membeli bibit lidah buaya dari Ngelipar, Gunung Kidul. Lalu mereka kembangkan selama kurang lebih 9 bulan agar sesuai dengan kebutuhan bahan baku. Sebagian warga juga sudah menanam lidah buaya di pekarangan namun untuk sekedar tanaman hias.
“Saat itu, semua anggota semangat dalam menjalankan program ini, mungkin karena kami melihat langsung proses budidaya di Nglipar Gunung Kidul yang cukup berhasil. Dari bekal pengetahuan yang kami dapatkan dari sana, tanpa ragu lagi, kami akhirnya mencoba untuk mengembangkan tanaman lidah buaya di sini,” ujar Suribto.
Warga pun tampak antusias. Terlebih saat itu dalam kondisi pandemi. Kegiatan ini ikut memperkokoh jalinan solidaritas antarwarga kala pandemi.
Bibit lidah buaya ini dibagikan di empat RT dengan total keanggotaan 40 ibu rumah tangga. Lalu diberikan pembekalan untuk merawat tanaman lidah buaya hingga siap panen. Sedangkan untuk teman-teman muda karang taruna sendiri bertugas untuk menjadi kordinator, pendamping, produksi, hingga pemasaran.
Ada tiga jenis produk olahan yang dikembangkan. Di antaranya, makanan cemilan stick aloevera. Kedua, manisan mata aloevera dan yang ketiga, minuman aloevera.
Menurut Ayu Novianti sebagai kordinator program untuk produksi dan pemasaran, dua produk stick aloevera dan minuman aloevera menjadi produk andalan yang banyak diminati oleh pasar.
“Waktu itu setelah proses produksi, kami juga tidak menyangka ternyata produk yang kami buat banyak diminati pasar. Beberapa pelanggan datang dan bersedia berlangganan. Sehingga mau tidak mau kami mesti menambah kapasitas produksi,” tutur Ayu yang juga bertugas sebagai pendamping beberapa desa di daerah Sragen.
Menurut Ayu, pembuatan stick ini tidak menggunakan telur. Namun, bahan baku lidah buaya sudah cukup sebagai bahan perekat terigu. Sehingga terasa lebih renyah dan gurih. Sedangkan produk minuman aloevera juga tidak kalah peminatnya. Minuman ini terasa lebih segar dan bermanfaat bagi kesehatan, seperti mengurangi sakit maag dan sakit lambung.
“Pemasaran kita juga secara online dan offline,” ujar Ayu. Termasuk menjual dari mulut ke mulut melalui jaringan kelembagaan di desa. Dengan cara ini, pemasaran berjalan lebih efektif dan mengurangi risiko saat penjualan tengah lesu.
Produk ini tergolong sangat ekonomis. Untuk harga stick aloevera ukuran 70 gram dihargai 5 ribu rupiah, dan untuk ukuran 110 gram seharga 10 ribu rupiah. Sedangkan untuk manisan aloevera seharga 5 ribu rupiah. Sedangkan untuk minuman aloevera seharga 10 ribu rupiah. Untuk produksi sendiri, biasanya dilakukan sesuai permintaan orderan.
"Jika pesanan banyak produksi bisa dilakukan setiap dua minggu sekali," ujar Ayu.
Bisnis yang dikelola langsung oleh Karang Taruna Tunas Mekar Jaya, bekerja sama dengan warga sebagai pembudidaya lidah buaya. Para pembudidaya menyetor hasil panen dan mendapatkan nilai ekonomi.
Hasil penjualan secara umum bisa mencapai omset bersih dua sampai tiga juta rupiah sekali produksi. Sedangkan keuntungan yang didapatkan oleh petani sebesar 30 persen dari keuntungan. Sisanya, diputar untuk tim dan biaya produksi. Termasuk untuk kebutuhan pembibitan dan penambahan aset alat produksi lainnya.
Usaha olahan lidah buaya ini bukan hanya berdampak bagi ekonomi saja. Tapi juga mampu membangun pemberdayaan warga di Mekar Jaya semakin bergeliat.
“Saya juga tidak menyangka, apa yang kami lakukan ternyata juga mendapat perhatian publik. Bahkan yang tidak pernah kami kira, beberapa waktu lalu kami di datangi kelompok karang taruna lain dari Bojonegoro, untuk belajar kepada kami, hal tersebut tidak pernah kami bayangkan sebelumnya,” tutur Ayu bangga.
Sementara itu, Susanto selaku bayan (kepala dusun), menyatakan dukungannya terkait program yang diinisiasi oleh karang taruna ini. Ia merasa dengan adanya program pemberdayaan ini masyarakatnya secara ekonomi bisa terbantu. Tidak hanya itu, adanya beberapa kunjungan dari pihak luar untuk belajar ke tempatnya juga menjadi nilai tambah lain untuk membangun kepercayaan diri masyarakat.
“Semakin banyaknya warga di sini yang merantau ke luar daerah, masalah utamanya adalah minimnya potensi ekonomi yang bisa dikembangkan di desa. Namun setelah adanya program ini, seperti ada jawaban bahwa jika kita mau jeli dan kreatif potensi ekonomi bisa kita ciptakan, hal ini lah yang dilakukan oleh teman-teman muda karang taruna ini,” ujar Susanto.
Pemberdayaan dan Tantangannya
Laju perkembangan pemberdayaan masyarakat tentu tidak selamanya berjalan dengan apa yang diinginkan. Banyak tantangan dan rintangan yang membuat upaya pemberdayaan tidak mudah untuk dijalankan. Hal itu pun yang dialami oleh Karang Taruna Mekar Jaya dalam perkembangannya.
Pergantian pengurus dan regenerasi selalu menjadi tantangan yang tidak bisa dihindarkan. Banyaknya ide dan kepentingan juga menjadi tantangan tersendiri. Hal itu yang akhirnya berdampak pada pola dan sistem dari progam yang dijalankan.
"Warga juga mesti rajin memupuk dan merawat lidah buaya agar hasilnya berkualitas baik," ujar Ayu. Tak hanya itu, tantangan lain adalah proses legalisasi dari produk yang mereka buat agar terjamin keamanannya. Saat ini, mereka tengah menggandeng dinas UMKM dan BPOM agar produknya legal, aman, halal, dan layak konsumsi.
“Karena tanpa surat sertifikasi dari dinas-dinas terkait, produknya tidak bisa leluasa dipasarkan di toko oleh-oleh,” kata Ayu.
Masyarakat Desa Jambanan tengah bergeliat agar mandiri secara ekonomi. Sokongan keterlibatan pemerintahan desa pun sangat penting agar pemberdayaan ini semakin tumbuh dan solid. Apalagi, jika berbagai produk dari warga ini menjadi produk yang bisa ditampung oleh BUMdes atau koperasi.
Bahkan, produk olahan lidah buaya ini bisa menjadi ikon produk unggulan dari Desa Jambanan yang unik dan bernilai ekonomis.