Kolaborasi Menyelamatkan Karst Citatah
Kolaborasi warga dan antarlembaga menjadi kunci menyelamatkan kawasan tebing karst Citatah. Modal mengembangkan ekowisata minat khusus.
Pagi itu matahari mulai menyorot kawasan tebing karst Citatah, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Inilah kawasan pegunungan bebatuan yang menjulang ke langit. Menawan dengan panorama yang sangat purba. Di lokasi ini tampak seperti jembatan batu dengan lubang tembus di bagian tengah bawahnya. Jika diperhatikan, batu karang ini menyerupai sebuah hawu atau tungku. Hamparan pepohonan hijau di samping dan di atasnya menyerupai tumpukan beras. Warga sini, menyebutnya Hawu Pabeasan.
Pemandangan kebumian yang unik nan eksotis yang dimiliki Hawu Pabeasan menjadi produk wisata Desa Padalarang. Inilah sisa-sisa dari ancaman kegiatan penambangan batu kapur sejak 2009. Isu lingkungan menjadi tantangan untuk menyelamatkan dari kawasan khas ini dari gempuran penambangan tambang kapur.
Berawal dari komunitas pemuda yang peduli terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup, namanya Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2K). Mereka melakukan pemulihan kawasan karst yang sudah ditambang. Salah satu zona intinya adalah Hawu Pabeasan.
Dari FP2K bersama penggiat lingkungan hidup lainnya, Deden Syarifudin selaku Ketua FP2K melakukan berbagai macam upaya penyelamatan kawasan karst. Ia memimpin banyak aksi untuk menentang penambangan. Gejolak konflik, hingga nihilnya partisipasi masyarakat yang kadung ketergantungan pada tambang, dan perebutan hak milik lahan, menjadi jalan panjang yang ditempuh Deden dan kawan-kawannya.
“Kita punya banyak potensi. Potensi lokal daerah dan sumber daya alam harus dikembangkan. Salah satunya pengembangan dari kampung ini adalah kampung wisata,” tuturnya.
Sejak 2017 kemudian mereka membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis). Tujuannya untuk memperkuat upaya dan dukungan pelestarian lingkungan kawasan karst Citatah. Gayung bersambut dukungan datang dari Astra Honda Motor. Salah satunya melalui program Kampung Berseri Astra di Kampung Cidadap. Khususnya, pemberdayaan masyarakat melalui upaya isu lingkungan dan ekonomi lokal.
Upaya penyelamatan lingkungan terus mereka galakan. Kelompok Deden pun akhirnya mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021.
“Di tahun yang sama, terbentuk pula Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang turut membantu pengembangan Desa Wisata Hawu Pabeasan,” ujarnya.
Kampung Berseri Astra (KBA) Cidadap
Dari Kampung Cidadap menuju Hawu Pabeasan dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor. Taman Edukasi Terpadu (Teater) merupakan sekretariat Deden dan kawan-kawannya untuk mengelola kegiatan pelestarian lingkungan. Teater ini menjadi sarana aktivitas pengurus KBA dan warga lokal seperti digunakan untuk pelatihan budidaya maggot, tempat siswa berlatih angklung dan komputer, sarana belajar dan bermain, ruang serba guna, tempat pengelolaan sampah, tempat kunjungan, dan UMKM warga.
Ada 4 pilar KBA Cidadap, dengan konsep ecovillage atau berbudaya lingkungan, yaitu pilar kesehatan, pilar pendidikan kebudayaan dan agama, pilar lingkungan, dan pilar ekonomi kreatif. Keempat pilar tersebut bersatu padu guna kelestarian lingkungan hidup. Mulai dari pengedukasian tentang lingkungan hidup, melakukan reboisasi, pemberdayaan masyarakat hingga menjadikan kawasan karst sebagai objek geowisata yang berwawasan konservasi.
Kegiatan di bidang lingkungan KBA Cidadap yang sampai saat ini masih berjalan dan terus dikembangkan meliputi pertama pengelolaan sampah organik yang terdiri dari komposter cair, padat dan gas. Kedua, pengelolaan sampah anorganik yang terdiri dari usaha mendirikan bank sampah dan mengolah sampah menjadi kerajinan tangan. Ketiga, budidaya tanaman secara hidroponik, pembibitan, aquaponik, menanam tanaman obat keluarga dan tanaman buah dalam pot. Keempat, gerakan penghijauan, serta gerakan ketahanan pangan di pekarangan rumah, aksi penanaman pohon dan tanaman sayur, serta penanaman buah langka dan lokal Indonesia. Kelima, menjadikan kawasan Hawu Pabeasan sebagai tempat wisata yang kini dikenal dengan Desa Wisata Hawu Pabeasan.
Desa Wisata Hawu Pabeasan
Desa Wisata Hawu Pabeasan cukup populer bagi masyarakat awam. Keindahan panorama alam di sekitar Hawu dan Pabeasan di Padalarang ini menyuguhkan berbagai kegiatan wisata yang seru dan ekstrem. Desa Wisata Hawu Pabeasan bukan hanya untuk wisata saja dan tidak hanya mengenalkan keeksotisannya. Tetapi ada nilai edukasi yang ditawarkan.
“Keilmuan mengenai Hawu Pabeasan ini dijelaskan juga oleh tour guide, bisa di Geotheater yang berfungsi sebagai pusat infromasi atau sambil meyusuri jalan menuju tebing . Itu salah satu misi untuk menanamkan nilai konservasi alam,” ungkap Deden Syarifudin.
Hawu Pabeasan punya riwayat panjang sebagai kawasan lautan purba atau Sunda purba. Buktinya, ada batu karang atau tebing Hawu. Terbentuk prosesnya sekitar 27 juta tahun lalu yang pada saat itu kawasan Padalarang adalah lautan dangkal. Laut dangkal ini kemudian menyusut ke daratan dan endapan batu gampingnya muncul terangkat ke permukaan menjadi sebaran hamparan gunung-gunung batu. Wajar bila Hawu Pabeasan disebut sebagai salah satu warisan dunia.
“Dulu banyak monyet bergelantungan di tebing atau pohon, namun sekarang telah hilang akibat dampak pertambangan. Ada burung walet, ada kelelawar juga. Namun, lagi-lagi ikut hilang karena ulah penambang. Waktu itu ada biomonitoring hasilnya ada landak, ada kucing hutan, termasuk elang Jawa. Katak khas karst juga ada di sini,” ujar Deden menjelaskan keragaman hayati wilayah ini.
Desa Wisata Hawu Pabeasan tidak menyediakan karcis masuk kawasan. Setiap pengunjung bisa mengikuti open trip dengan biaya Rp 250 ribu hingga Rp 295 ribu per paket orang. Fasilitas yang didapat berupa, guide, hammocking equipment, intrustur professional, perijinan kegiatan, dan dokumentasi foto. Pengunjung lokal maupun luar kota juga bisa melakukan reservasi atau datang langsung ke tempat. Jika penghujung tahun biasanya Desa Wisata Hawu Pabeasan selalu ramai dikunjungi wisatawan pecinta alam.
“Akhir tahun lalu, sedang ramai-ramainya. Ramainya memang di hari weekend. Pendapatan bisa mencapai 2-3 juta rupiah,” kata Karom Kades Padalarang.
Wisata Minat Khusus
Tebing Hawu mempunyai banyak titik wall climbing (panjat tebing). Namun, yang paling banyak diminati oleh pecinta panjat tebing adalah Tebing Citatah 125. Kawasan Tebing Citatah 125 ini sering juga menjadi pusat pendidikan sekolah panjat tebing. Dengan ketinggian 30 meter dari tebing terdapat goa alami. Untuk pemanjatan di sini dikenakan tarif Rp 100 ribu per orangnya.
Selain panjat tebing, yang menarik perhatian wisatawan adalah hammocking. Melakukan hammocking di Hawu Pabeasan bisa dikatakan ekstrem dan memicu adrenalin. Hammocking di antara tebing yang berada di atas ketinggian sekitar 75 meter menjadi salah satu kegiatan populer di Hawu Pabeasan.
Pengunjung bisa merasakan ektremisme, seperti memandang kekayaan alam Padalarang dengan hembusan angin yang menyentuh tubuh, pemandangan sawah yang luas, perbukitan, hamparan perkebunan, dan sensasi hammocking yang jarang dirasakan di tempat lainnya.
Kalau mempunyai waktu luang selama beberapa hari, tidak ada salahnya berkunjung ke Desa Wisata Hawu Pabeasan. Di Tebing Hawu pengunjung bisa melakukan camping ground. Pemandangan yang menyejukan mata selama berada di sana tidak akan terlupakan. Saat sore hari dari atas tebing pengunjung bisa menanti sunset. Saat malam hari melihat bintang, dan juga citylight yang berkerlip dari pemukiman warga. Setelah itu pada esok harinya bisa menikmati sunrise dan melakukan jogging track.
Tantangan BUMDes Hawu Pabeasan
Desa Wisata Hawu Pabeasan sebetulnya masih dalam lingkup pengembangan. Pengunjungnya masih pengunjung minat khusus. Wisata yang sudah berjalan dan sedang dikembangkan, yaitu wisata minat khusus. Sejak dibentuknya BUMDes akhir tahun 2021, belum ada dampak yang signifikan yang dirasakan oleh desa.
“BUMDes ini lahir dari dukungan masyarakat,” ujar Karom, Kepala Desa Padalarang. Menurutnya, keberadaan pokdarwis yang bergerak di bidang pariwisata panjat tebing, juga ikut mendorong pengembangan BUMDes ini. Termasuk kolaborasi untuk penyelamatan kawasan karst.
“Pengembangannya masih harus dipikirkan, kami masih belum memiliki konsep yang matang. Keinginan kuat ingin BUMDes maju, sasaran objek wisatanya luas semua kalangan disasar. Ingin ada pembaruan sarana dan prasarana. Namun, kami juga terhalang anggaran dana dan SDM,” ungkapnya.
Meski tantangan BUMDes Hawu Pabeasan cukup berat, tak memadamkan asa dan harapan. Warga, pemerintah desa, dan pengelola BUMDes terus bergerak meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Berbagai pelatihan, diskusi, dan pendampingan isu lingkungan terus mereka aktifkan sebagai modal mendongkrak kesejahteraan warga sekaligus kampanye penyelamatan tebing karst.