Desa

Kokowagayo: Kopi Gayo, Perempuan dan Perubahan yang Menguatkan

Di balik aroma kopi yang menggoda dan citra khas Gayo yang mendunia, ada kisah perempuan-perempuan tangguh yang tak hanya bertani, tetapi juga mengubah paradigma dan membangun masa depan yang lebih berdaya.

Ahmad Yunus
Kokowagayo: Kopi Gayo, Perempuan dan Perubahan yang Menguatkan
Kokowagayo menjadi koperasi kolektif para petani kopi perempuan untuk mandiri dan terkoneksi dengan jejaring internasional. Sri Wahyuni / Kanal Desa

Kabupaten Gayo, Provinsi Aceh, terkenal sebagai penghasil kopi terbaik dunia. Letak geografisnya yang berbukit-bukit dan berada di ketinggian 1200 di atas permukaan laut, menjadi kawasan subur berbagai komoditas sejak masa lampau. Perkebunan kopi yang berkembang sejak tahun 1908 ini, menjadi komoditas unggulan dari ujung utara Sumatra.

Perkebunan kopi di Gayo mencakup seluas 81 ribu hektar dan menjadi tulang punggung masyarakatnya. Kopi arabica dari sini memiliki citarasa yang khas dan diminiati masyarakat pecinta kopi dari berbagai belahan dunia.

Namun tak banyak yang tahu, kualitas biji kopi yang istimewa ini, juga dihasilkan oleh para petani yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan totalitas untuk menghasilkan biji berkelas. Termasuk, dibangun dari tata kelola organisasi yang profesional, seperti kehadiran Koperasi Perempuan Kopi Gayo atau Kokowagayo.

Koperasi Perempuan Kopi Gayo (Kokowagayo) yang didirikan pada 2014, bukti nyata betapa kekuatan kolektif perempuan bisa mengubah tantangan menjadi peluang. Keberadaan Kokowagayo telah berkontribusi secara nyata pada perkembangan kopi Gayo. Tak hanya dari aspek produktivitas tapi juga nilai pemberdayaan dan penguatan bagi para perempuan.

Ristani, ketua sekaligus pendiri Kokowagayo, menceritakan perjalanan panjangnya bersama para perempuan petani kopi yang penuh tekad.

"Kami semua perempuan, dan kami memutuskan untuk punya ruang sendiri setelah merasa suara kami tidak didengar di koperasi yang campur aduk. Sebelumnya kami hanya datang, duduk, dan diam. Kini, kami memutuskan untuk mendirikan koperasi yang benar-benar memberdayakan perempuan," tutur Ristani.

Gerakan kolektif perempuan turut mewarnai perkembangan komoditas kopi gayo di Aceh Tengah.
Gerakan kolektif perempuan turut mewarnai perkembangan komoditas kopi gayo di Aceh Tengah. Sri Wahyuni / Kanal Desa

Kokowagayo bukan sekadar koperasi kopi, tetapi sebuah gerakan sosial yang dimulai dari keinginan untuk memperbaiki hidup perempuan petani kopi di Aceh Tengah. Berawal dari 21 perempuan yang bergabung, kini anggota Kokowagayo telah mencapai 389 orang.

Meski sebagian besar terlibat dalam dunia pertanian, tantangan terbesar bukan datang dari mereka, tetapi dari tradisi yang masih mengikat perempuan pada peran terbatas.

“Yang paling sulit adalah mendapatkan izin dari suami. Setiap perempuan yang bergabung harus mendapat tanda tangan suaminya dan kepala desa. Banyak yang khawatir jika terjadi perceraian, kebun mereka akan diambil. Kami menjelaskan bahwa yang kami butuhkan hanya izin kelola," kata Ristani.

Inovasi Kokowagayo turut meningkatkan hasil produksi pertanian selain kopi melalui tanaman holtikultura, pangan, dan kayu mahoni.
Inovasi Kokowagayo turut meningkatkan hasil produksi pertanian selain kopi melalui tanaman holtikultura, pangan, dan kayu mahoni. Sri Wahyuni / Kanal Desa

Menjaga Kesimbangan Antara Tradisi dan Modernitas

Bagi banyak perempuan di desa-desa Gayo, menjadi bagian dari Kokowagayo berarti memiliki kesempatan untuk mengelola kebun kopi mereka dengan cara yang lebih terstruktur. Tidak hanya itu, mereka juga diberdayakan dengan pelatihan, mulai dari pemangkasan pohon kopi, pembuatan kompos, hingga cara mengatur keuangan yang baik.

"Kami melatih mereka sesuai dengan kebutuhan masing-masing desa. Kami juga memastikan mereka mendapatkan harga jual yang lebih tinggi daripada pasar lokal," ucap Ristani, yang juga aktif dalam mengorganisasi pelatihan-pelatihan praktis bagi para petani.

Salah satu inovasi yang dihadirkan Kokowagayo adalah sistem pertanian tumpang sari, di mana para petani tidak hanya menanam kopi, tetapi juga tanaman lain seperti cabai, jahe, pisang, hingga mahoni. Ini menjadi strategi untuk meningkatkan pendapatan petani, serta menjaga kesuburan tanah.

"Dengan tanam tumpang sari, kami bisa menambah penghasilan tanpa harus mengorbankan kualitas kopi. Kami juga mengajarkan mereka cara merawat kebun dengan cara yang ramah lingkungan," jelasnya.

Perempuan-perempuan ini tidak hanya merawat kebun, uga memikirkan kesejahteraan keluarga mereka. Di setiap desa, Kokowagayo mendirikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk membantu para ibu yang harus pergi ke kebun.

"Kami tahu, saat perempuan pergi ke kebun, mereka khawatir anak-anak mereka tidak terurus. Dengan adanya PAUD, mereka bisa bekerja dengan tenang," kata Ristani, yang juga menjadi motor penggerak gerakan ini.

Anggota Kokowagayo juga menguasai pengetahuan dan keterampilan pascapanen untuk menghasilkan kopi berkualitas.
Anggota Kokowagayo juga menguasai pengetahuan dan keterampilan pascapanen untuk menghasilkan kopi berkualitas. Sri Wahyuni / Kanal Desa

Menghadapi Tantangan Ekspor dan Perubahan Iklim

Salah satu capaian besar Kokowagayo adalah berhasil mengekspor kopi ke berbagai negara, termasuk Amerika, Korea, dan Australia. Pada 2015 bahkan koperasi ini berhasil mengekspor 15 kontainer kopi.

"Kami hanya fokus pada ekspor. Kopi Gayo sudah dikenal di dunia internasional, dan kami bangga bisa mengirimkan kopi yang berkualitas tinggi," kata Ristani. Ia mengatakan bahwa saat ini, Kokowagayo menjadi satu-satunya koperasi perempuan yang berada di Asia Tenggara dan masuk dalam jaringan organisasi petani kopi wanita internasional di Peru, Amerika Selatan, atau Organic Product Trading Company (OPTCO) Cafe Femenino.

Ketua Kokowagayo, Rizkani Melati mengatakan sampai saat ini koperasi memiliki aset hingga miliaran rupiah. Dalam memproduksi kopinya, Kokowagayo mampu menghasilkan 450.000 ton kopi per tahun. Untuk pasar ekspor, Kokowagayo mampu mengirim sekitar 20 kontainer atau setara 422.400 ton.

Rencana Kokowagayo ke depannya, koperasi ingin membuat produk turunan dari kopi seperti kue untuk pasar dalam negeri. Lalu mendirikan supermarket untuk anggota petani maupun masyarakat di desa binaan agar memudahkan dalam pemasaran produknya. Kokowagayo juga ingin merambah ke lini komoditas usaha lainnya seperti alpukat yang saat ini untuk produksinya sudah bekerja sama dengan PUR Projek.

Kokowagayo saat ini bekerjasama dengan Root Capital untuk mendigitalisasi keuangan yang sampai saat ini masih digunakan oleh koperasi untuk manajemen keuangan.

Perjalanan Kokowagayo tidak tanpa tantangan, salah satunya adalah perubahan iklim yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil panen kopi.

"Beberapa tahun terakhir, suhu yang semakin panas membuat masa panen kopi menjadi tidak menentu. Kopi yang seharusnya matang, terpaksa dipetik sebelum waktunya karena suhu yang ekstrem. Ini mempengaruhi kualitasnya," kata Ristani, yang menyebutkan bahwa perubahan iklim kini menjadi salah satu ancaman terbesar bagi para petani kopi di Gayo.

Tak hanya itu. Persaingan dengan perusahaan besar yang memiliki modal besar juga menjadi tantangan bagi Kokowagayo.

"Kami harus menjaga komitmen dengan petani, memastikan mereka mendapatkan harga yang layak, namun banyak eksportir lain yang membeli dengan harga murah, membuat kami terpaksa membeli kopi dengan harga yang lebih tinggi untuk menjaga kualitas dan kepercayaan," jelasnya.

Kokowagayo tetap optimis dengan banyaknya tantangan dihadapi. Mereka terus menjaga kualitas dengan sistem sortir manual yang ketat, memastikan hanya kopi dengan kualitas terbaik yang sampai ke konsumen.

"Kami tidak pernah mengirimkan kopi yang lebih buruk dari sample. Kami jaga kualitas dengan ketat, agar pembeli tidak kecewa," ujar Ristani, yang juga menyebutkan bahwa koperasi ini akan menerapkan aplikasi Rainforest Alliance untuk memastikan kopi yang dijual memenuhi standar keberlanjutan.

Pendidikan dan Pembelajaran Berkelanjutan

Kokowagayo selain pendampingan untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian, juga memperkenalkan pelatihan-pelatihan baru bagi anggota mereka, seperti pelatihan roasting kopi dan cupping (uji cita rasa kopi).

"Kami ingin para petani tidak hanya tahu cara menanam kopi yang baik, tetapi juga bagaimana memprosesnya dengan benar. Bahkan, kami membuka kesempatan untuk pelatihan bagi mereka yang ingin belajar tentang bisnis kopi," ungkap Ristani dengan semangat.

Ristani dan para anggota Kokowagayo di setiap langkahnya, selalu berfokus pada pemberdayaan perempuan.

"Kami ingin perempuan di Aceh lebih maju. Dulu perempuan hanya di belakang, tetapi sekarang mereka sudah pintar mengatur keuangan, meningkatkan produksi, dan menjalankan koperasi ini dengan sangat baik," katanya.

Tak hanya berfokus pada pengembangan ekonomi, Kokowagayo juga aktif dalam program-program sosial, seperti pemeriksaan kesehatan bagi anggota dan keluarga, termasuk pemeriksaan kanker serviks dan gigi.

"Kami ingin perempuan tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga mental dan finansial," ujar Ristani.

Menatap Masa Depan

Kokowagayo kini telah menjadi contoh sukses koperasi perempuan yang mampu menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di tengah ketatnya persaingan global, koperasi ini terus menjaga komitmennya pada kualitas dan keberlanjutan, sambil tetap memperjuangkan pemberdayaan perempuan di Aceh.

Di tengah tantangan zaman, Kokowagayo tidak hanya mengubah cara petani kopi bekerja, tetapi juga memberi mereka ruang untuk bermimpi lebih besar, bersama-sama membangun masa depan yang lebih cerah dan lebih berdaya.

"Ini adalah perjalanan panjang. Kami berawal dari keinginan untuk punya ruang sendiri, dan sekarang kami sudah go internasional. Semua ini berkat kerjasama dan semangat perempuan-perempuan yang ingin lebih dari sekadar bertani kopi," tutup Ristani.

Kokowagayo adalah potret kemandirian perempuan Indonesia saat ini. Gerakan kolektif mereka di sektor komoditas kopi telah memberi angin segar bagi aktivisme perempuan di Indonesia. Strategi organisasi ini hadir untuk memperkuat gerakan perempuan Indonesia dan memberikan dampak bermakna bagi masyarakat dan jejaring organisasinya. Tak hanya itu, mereka juga mendorong perdagangan yang berkeadilan atau Fair Trade agar produk mereka punya nilai lebih secara ekonomi, berkeadilan, dan transparan. Sertifikasi Fair Trade ini menolong komoditas kopinya dari aspek bisnis, branding, dan jejaring secara internasional.

Baca Lainnya