Kiat Usaha BUMDes Pamor: dari gas hingga tembakau
BUMDes Pamor, Lombok Timur, mengandalkan usaha penjualan dan distribusi gas LPG 3 kilogram bagi masyarakat. Berencana mendongkrak pengembangan bisnis melalui usaha tembakau rakyat.
Bila Anda pergi ke Gunung Rinjani, salah satunya pasti melalui jalan utama Desa Paok Motong. Di desa yang sangat strategis ini terdapat sebuah pasar tradisional yang menjadi urat nadi ekonomi masyarakat. Namanya, Pasar Paok Motong yang menghidupi bagi penduduk sebanyak 17 ribu jiwa ini.
Keberadaan pasar memang melekat pada desa ini. Di sinilah tempat pemberhentian sekaligus pemindahan barang dan sayur mayur yang berasal dari kawasan sekitar kaki Gunung Rinjani. Seperti Sembalun, Pringgasela, Suela dan desa-desa penghasil sayur mayur lainnya di Lombok Timur.
Bahkan setiap jumat, pasar ini terasa semakin padat dan mengakibatkan kemacetan parah oleh transaksi jual beli barang. Bagi masyarakat Lombok Timur, dikenal dengan sebutan Pekenan Jumat atau pasar khusus hari Jumat.
Hiruk pikuk akan kegiatan di pasar menjadi usaha bagi BUMDes Pamor untuk menyediakan LPG sekaligus pangkalan resmi distribusi gas bagi masyarakat miskin. Kebutuhan dan permintaan LPG 3 kilogram ini menjadi kebutuhan dasar masyarakat dan usaha skala rumahan.
LPG dari BUMDes Pamor bisa melengkapi dan mengurangi beban pengeluaran untuk membeli gas, karena harga eceran biasanya Rp 20 ribu sampai Rp 22 ribu. Di sini harganya Rp 15 ribu, ujar Agus Alwan sumringah, salah satu pedagang yang berlangganan pada BUMDes Pamor. Lebih lanjut berdasarkan keterangan Agus Alwan, untuk membantu produksi olahan pizzanya, dibutuhkan sebanyak 5-6 tabung LPG dalam satu bulan.
Kebutuhan akan Liquefied Potreleum Gas atau LPG di Indonesia memang besar. Tak salah jika Pemerintah Indonesia harus menyediakan 72,95 juta barel setara minyak (BOE) pada tahun 2021. Jumlah tersebut naik 4, 74 persen dari angka 69,62 juta BOE pada tahun 2020 seperti yang dilansir oleh dataindonesia.id menurut sumber Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kebutuhan akan gas LPG yang sangat besar ini menjadi salah satu kegiatan bagi BUMDes Paok Motong Reborn atau disingkat BUMDes Pamor. Alasan utama usaha ini, agar keberadaan BUMDes mampu menyalurkan gas secara tepat sasaran sekaligus membantu kebutuhan energi bagi skala rumah tangga dan usaha masyarakat lainnya.
“Harga kita lebih murah dibandingkan dari pengecer,” ujar Reza Triwaladi Rahman, Ketua BUMDes Pamor. Menurutnya, perbedaan ini bisa memangkas hingga 20 persen dari nilai jual yang ada. Selain itu, permintaan akan LPG juga tinggi karena masyarakat Paokmotong untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan usaha kecil lainnya.
Ia mengakui, BUMDes Pamor sendiri memang belum mampu memenuhi semua sektoral penyebaran LPG 3 kilogram secara maksimal. Ketersediaan barang tiap bulannya masih terbatas dan maksimal distribusi tiap minggu hanya mencapai 100 tabung.
“Kami belum mampu untuk menutupi semua kebutuhan LPG rumah tangga dan usaha masyarakat Paok Motong,” tambahnya lagi. Hingga saat ini, jumlah kepala keluarga yang berada di Desa Paok Motong, tercatat sebanyak 10 ribu kepala keluarga.
Berdasarkan surat perjanjian yang sudah disepakati antara PT. Mitra Abadi Pratiwi selaku agen LPG 3 kg dan BUMDes Pamor, disepakati bahwa setiap bulan tersedia 400 tabung dengan pengiriman tiap minggu sebanyak 100 tabung LPG.
“Ada untungnya tapi masih kecil, tapi yang penting usaya perekonomian warga bisa berkembang,” tegas Reza.
Tak mudah bagi BUMDes Pamor untuk menjadi lokasi pangkalan LPG 3 kg secara resmi. Selama satu tahun mereka terus mengurusi perizinan agar usaha ini legal dan tidak menjadi masalah. Mulai dari mengurusi perijinan pada tingkat desa, kabupaten, hingga provinsi.
BUMDes Pamor berada di kompleks area gedung kantor desa dan berdekatan dengan bangunan Polindes atau Pondok Bersalin Desa. Rencananya, BUMDes Pamor juga akan mendirikan BUMDes Mart untuk menampung berbagai produk desa sekaligus memperbesar gudang penampungan LPG.
"Tinggal menunggu izin dari Pemkab dan Pemprov untuk membangun gedung BUMDes Mart," ujar Suherman.
Perjalanan BUMDes Pamor memang berlika-liku. Sebelumnya, BUMDes ini bernama Al-amanah yang berdiri sejak tahun 2014, bamun sejak itu, tak banyak yang dilakukan oleh para pengelolanya. Hingga tahun 2021, namanya berganti menjadi BUMDes Pamor. Pergantian nama menjadi Pamor yang merupakan singkatan dari Paok Motong Reborn sendiri, sebagai bentuk pengharapan pemerintah desa supaya BUMDes bisa bangkit dan lebih inovatif dalam membantu perekonomian masyarakat.
“Sudah kita daftar di Kementerian Desa dengan nama BUMDes Pamor,” tutur Ainun Najib selaku Sekretaris Desa Paok Motong. Menurut Suherman, pada tahun 2021 pemerintah desa memberikan anggaran kepada BUMDes Pamor sebesar Rp 150 juta sebagai modal awal bisnis LPG. Dengan modal usaha LPG ini, BUMDes Pamor terus berkembang dan terkenal dengan harga LPG murah.
“Baru memberikan keuntungan sekitar 30 sampai 40 juta,” ujar Suherman. Menurutnya, usaha LPG merupakan usaha yang berkelanjutan dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat kelompok miskin.
BUMDes Pamor terus meningkatkan berbagai usaha agar perekonomian masyarakat Desa Paok Motong berkembang. Mereka berharap dengan keberadaan BUMDes Pamor, berbagai kebutuhan dasar masyarakat bisa terpenuhi dengan baik. Selain, penyediaan LPG 3 kilogram, mereka juga memfasilitasi penerbitan Nomor Induk Usaha dan Penerbitan Kelompok Industri Rumah Tangga (KIRT). Ketiga program tersebut dianggap penting karena melihat kebutuhan dan kondisi ekonomi Desa Paok Motong saat ini, sangat potensial jika diarahkan ke ranah bisnis.
Pengembangan Tembakau Rakyat
Termasuk, rencana pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di lahan pasar Paok Motong lama yang dinilai akan berdampak baik untuk pendapatan daerah dan stabilitas pasar tembakau. Di sisi lain, peluang desa Paok Motong untuk memberikan kesempatan berbisnis bagi masyarakat semakin lebar terbuka.
KIHT merupakan proyek yang dibangun oleh pemerintah propinsi Nusa Tanggara Barat (NTB) dengan tujuan untuk memberikan nilai tambah bagi komoditi tembakau yang merupakan salah satu komoditi andalan NTB.
Memang Desa Paok Motong tidak memiliki banyak petani tembakau, namun di desa ini banyak pengusaha yang bergerak dalam bisnis tembakau rajangan. Ini merupakan salah satu keuntungan secara langsung bagi pengusaha yang berdomisili di Paok Motong. Menurut data dari pemerintah desa, terdapat 21 pengusaha yang bergerak dalam bidang pertembakauan. Baik yang tercatat sebagai pengusaha skala industri rumah tangga maupun yang besar dengan mengirim hasil tembakau ke luar daerah.
Menurut Suherman, keberadaan KIHT juga berpeluang untuk membantu petani tembakau di Lombok umumnya dan petani tembakau di Paok Motong khususnya. Sebab dengan menjual hasil panen tembakau mereka kepada pihak KIHT, keuntungan yang di dapat bisa lebih banyak dibandingkan menjualnya secara mandiri.
“Kami saat ini sedang berupaya agar, pemerintah desa melalui BUMDes menjadi salah satu pihak yang akan mengelola KIHT ini, ” ungkap Suherman. Berbagai potensi usaha rakyat ini menjadi salah satu modal dalam mendongkrak kesejahteraan masyarakat Desa Paok Motong, Lombok Timur.