Hari Antikorupsi Dunia: Gerakan Antikorupsi Dari Desa
Aksi korupsi juga telah menggerogoti miliaran dana desa. Bagaimana menumbuhkan gerakan desa antikorupsi.
9 Desember telah ditetapkan oleh warga dunia sebagai Hari Antikorupsi Dunia. Setiap negara merayakan hari ini untuk mendorong keadilan, transparansi, dan mendorong pemerintahan yang bersih. Komitmen ini juga bagi Indonesia yang tengah berjuang melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di seluruh wilayah hukum negara RI.
Korupsi adalah penyakit yang telah menggerus dan mengancam kesejahteraan masyarakat. Sekjen Kofi Annan mengatakan praktik korupsi dinilai sangat melukai perasaan kaum miskin karena menjadi penyebab utama rusaknya ekonomi negara dan penghambat pengentasan kemiskinan dan pembangunan.
Badan dunia PBB melalui UNCAC atau Convention against Corruption menetapkan korupsi adalah bagian dari bentuk kejahatan saat pertemuan di Meksiko, 18 Desember 2003. Keputusan ini pun mendorong Indonesia meratifikasi pertemuan ini melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.
Perilaku korupsi memang ibarat kanker yang menggerogoti seluruh sistem, Terlebih pada tubuh pemerintahan yang mengelola berbagai aset sumber daya untuk kepentingan publik. Korupsi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia yang bersih, jujur, dan berintegritas. Aturan bagi pejabat, misalnya, dituntut untuk melaporkan seluruh asal-usul sumber kekayaannya untuk kepentingan akuntabilitas dan bertanggung jawab. Belum lagi yang mengatur soal tindakan penyuapan dari pihak swasta, atau pengaruh lobi-lobi kebijakan pada persoalan hukum, misalnya.
Komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia telah berlangsung hampir dua dekade. Ada harapan besar bagi warga Indonesia kepada lembaga KPK untuk lebih getol memberantas korupsi yang sistemik ini. Sekalipun pada perjalanannya menunjukkan banyak perdebatan terkait pemberantasan korupsi yang melibatkan banyak pejabat pusat dan daerah, maupun politisi yang menyedot perhatian publik lebih besar. Selain itu, RUU Perampasan Aset pun masih mandek dan tidak menjadi prioritas oleh DPR. Kondisi ini, dinilai menjadi bagian dari upaya pelemahan terhadap pencegahan korupsi di Indonesia.
Wajar jika Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia berada di posisi 34 dari skala 0 – 100. Posisi ini pun membuat rangking Indonesia turun dari angka ke-110 di 2022 menjadi 115 di tahun 2023. Indeks ini menjadi refleksi dan pertanyaan besar, sejauhmana Indonesia mampu melawan korupsi sebagai agenda utama pembangunan nasional.
Pemberantasan korupsi di Indonesia memang banyak tantangan. Presiden Prabowo mengatakan dalam pidatonya, ingin pemerintah bekerja dengan serius untuk kepentingan masyarakat. Ia juga mengatakan berkali-kali untuk tidak melakukan korupsi kepada bawahannya. Pernyataan politik ini bagus. Namun perlu komitmen yang nyata untuk tidak pandang bulu melakukan pemberantasan korupsi dalam segala lini. Terlebih sebagai pemimpin, ia menghadapi tantangan secara politis, karena melibatkan banyak kader partai politik dalam jajaran kementeriannya.
Korupsi Menjalar Hingga Desa
Sayangnya, cermin pusat juga terjadi hingga ke pelosok desa. Perilaku buruk korupsi juga menjerat banyak desa. Indonesia Corruption Watch atau ICW mencatat kasus korupsi di desa pada tahun 2023 terdapat 187 kasus korupsi yang melibatkan kasus di pemerintahan sebanyak 108 kasus, utilitas sebanyak 103 kasus dan perbankan sebanyak 65 kasus. Kasus ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah total desa di Indonesia yang mencapai 75.265 desa, dalam Laporan Hasil Pemantauan Tren Korupsi 2023. Namun catatan ini, menurut ICW ibarat fenomena gunung es. Ada banyak kasus-kasus di sektor desa yang belum terungkap oleh penegak hukum.
Di tahun 2023, kasus korupsi di desa mencapai Rp 162, 2 miliar dan telah menjerat banyak kepala desa masuk penjara. Kasus korupsi ini tak lepas dari amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa yang telah menggelontorkan dana desa sebesar Rp 68 triliun bagi banyak desa atau setiap desa mengelola dana desa sebesar Rp 903 juta.
Penggelontoran dana desa ini perlu diperkuat dengan tata kelola desa yang kuat agar dana desa tidak bisa diselewengkan atau tidak tepat sasaran. Proses transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dana desa menjadi bagian yang sangat penting sebagai fondasi pembangunan desa di seluruh Indonesia.
Integritas kepala desa dan aparaturnya, tata kelola sistem keuangan yang sehat, prioritas anggaran, serta pengawasan yang melibatkan publik, menjadi kunci untuk menjaga dan mengelola seluruh sumber daya ini dengan baik agar tidak terjadi tindakan korupsi.
Niat baik pemberantasan korupsi memang perlu strategi dan pelibatan banyak pihak. Kebijakan yang mendukung, pemimpin yang berani, penguatan sistem keuangan, serta pelibatan publik adalah bagian dari mata rantai pemberantasan korupsi di Indonesia. Gejala korupsi yang sudah menjalar hingga desa juga patut menjadi pembelajaran, awas diri, dan perlu pencegahan agar tidak semakin menular dan menjangkiti proses pembangunan desa di Indonesia.
Saat ini, ada banyak desa yang sudah menyatakan diri dan menjadi contoh praktik baik antikorupsi dalam pemerintahan desanya. Praktik baik bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam mengelola tata keuangan desa dan kebijakan. Praktik baik juga sepatutnya menjadi bahan untuk menyusun kebijakan antikorupsi di pemerintahan desa.
Praktik-praktik baik juga bisa dilakukan dengan pendekatan sosial dan budaya. Birokrasi desa yang tidak terlampau rumit, akses kepada pemerintahan desa, kebiasaan budaya gotong royong, guyub dalam pembangunan, serta penguatan komunikasi warga, adalah bagian dari sistem dalam membangun gerakan antikorupsi desa yang harus ditumbuhkan.