Desa

Hampir 70 persen desa masih membuang sampah di lubang atau dibakar

Dari 84 ribu desa di Indonesia, hanya 17 persen desa yang sebagian besar keluarga membuang sampah di tempatnya.

Ayu Andini
Hampir 70 persen desa masih membuang sampah di lubang atau dibakar
Moda buang sampah dengan cara dibakar atau dibuang ke lubang tanah masih menjadi cara yang dipilih oleh sebagian besar keluarga di desa-desa di Indonesia Lokadata / Lokadata
Tempat buang sampah sebagian besar keluarga
Tempat buang sampah sebagian besar keluarga Lokadata / Lokadata

Dari 84 ribu desa dan kelurahan di Indonesia, hanya 17 persen yang membuang sampah di tempatnya. Mayoritas keluarga masih membuang sampah di dalam lubang atau dibakar. Jumlahnya cukup tinggi, lebih dari dua per tiga total desa dan kelurahan di Indonesia (69,2 persen).

Moda pembuangan sampah sebagian besar keluarga dengan dibakar atau dibuang dalam lubang ini hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Bali adalah pengecualian. Hanya sekitar seperlima desa/kelurahan di Bali yang mayoritas warganya keluarga di sana membuang sampah dengan cara ini. Sementara persentase tertinggi terdapat di Nusa Tenggara, yakni 75,4 persen.

Jika dilihat lebih rinci, terdapat beberapa kabupaten yang hampir seluruh desanya membakar atau memendam sampah. Umumnya, wilayah-wilayah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang rendah sehingga tersedia lahan terbuka yang luas, seperti Kabupaten Nagekeo (NTT), Puncak Jaya (Papua) dan Tulang Bawang (Lampung). Namun ada juga wilayah di Jawa, yang tentu padat penduduk, tetapi juga gemar membakar/memendam sampah, yakni Kabupaten Kulon Progo.

Membakar sampah dengan cara dibakar memang terlihat lebih praktis dan mudah dilakukan. Namun, dibalik kemudahan tersebut, pembakaran sampah menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Pelbagai macam polutan seperti karbon monoksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida, dan senyawa berbahaya lain dihasilkan dari pembakaran plastik atau sisa cat pada kayu bekas.

Tak hanya itu, residu dari hasil pembakaran bisa meresap ke dalam tanah, kemudian mengalir lewat sungai, lalu masuk ke dalam rantai makanan manusia.

Membakar sampah sebenarnya bisa dilakukan dengan aman, dengan syarat: ada proses seleksi dan penguraian sehingga polutan dan senyawa berbahaya tidak ikut terlepas ke udara. Anton Tri Sugiarto, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, misalnya, berhasil mengembangkan inovasi insinerator plasma. Sebelum dibakar, sampah dipilah. Yang masih bisa diproses untuk kompos atau didaur ulang dipisah terlebih dahulu. Yang dibakar hanya sampah yang tak mungkin dimanfaatkan ulang.

Dengan metode plasma, melalui proses tumbukan elektron, gas-gas beracun seperti nitrogen, sulfur, dan dioksin dapat diurai atau diionisasi, yang terlepas ke udara hanyalah gas yang aman bagi lingkungan.

Tentu saja, ongkosnya lebih mahal dari pembakaran yang hanya bermodal korek api dan, mungkin, sedikit minyak tanah.

Baca Lainnya

Bank sampah masih terpusat di wilayah Jawa
Desa

Bank sampah masih terpusat di wilayah Jawa

Data potensi desa (PODES) 2020 mencatat, dari 84 ribu desa dan/atau kelurahan di Indonesia, baru 10 persen yang memiliki Bank sampah. Sementara 90 persen tidak memiliki bank sampah.

Ayu Andini