Desamart Kebonagung Garda Ekonomi Lokal Imogiri
Desamart Kebonagung bertekad menumbuhkan ekonomi lokal di Desa Kebonagung, Imogiri, Yogyakarta. Bertahan dari gempuran toko modern jejaring nasional.
Pagi itu, toko Desamart Kebongagung tampak begitu ramai pembeli. Terlihat dua penjaga toko sedang sibuk melayani pembeli yang hilir mudik silih berganti. Layaknya toko swalayan pada umumnya, desain ruangan Desamart Kebonagung hingga sistem penjualan dan pelayanannya sudah seperti toko modern yang banyak kita kenal saat ini.
Kebutuhan yang disediakan Desamart Kebonagung ini juga relatif sudah cukup lengkap. Mulai dari kebutuhan pokok seperti sembako, peralatan mandi, jajanan hingga produk-produk UMKM Desa Kebonagung juga tampak tertata rapi.
Berada di jalan utama Imogori- Siluk Km. 1,6 akses toko Desamart Kebonagung bisa sangat representatif sebagai tempat berjualan. Kawasan sekitar toko sendiri merupakan daerah ramai karena berada pada pusat dari Pemerintahan Desa Kebonagung. Ada balai desa, SD Kebonagung, gedung serbaguna, dan lapangan yang letak lokasinya saling berdekatan di antara kanan kiri jalan utama. Dengan letaknya yang sangat strategis membuat potensi toko Desamart Kebonagung berpotensi sebagai jantung pengembangan usaha ekonomi desa.
Desamart Kebonagung merupakan salah satu unit usaha dari BUMDes Kebonagung yang didirikan sejak tahun 2018. Pemilihan toko kelontong awalnya muncul dari Yulianto, 45 tahun, Ketua BUMDes Kebonagung saat ini. Sebelumnya, Yulianto punya pengalaman mengelola toko kelontong dan mengusulkan agar Desamart menjadi motor penggerak ekonomi lokal di desa ini. Dari pihak desa, modal awal pendirian Desamart Kebonagung mendapatkan suntikan dana sebesar Rp 50 juta.
“Dari pengalaman memiliki toko kelontong sebelumnya, membuat saya berpikir kenapa BUMDes tidak membuat toko seperti ritel lainnya. Lagi pula saat itu tempat yang akan menjadi toko sangat representatif, di pinggir jalan dan pasti akan banyak yang datang,” tutur Yulianto.
Modal Kecil Tekad Besar
Modal Rp 50 juta yang dikeluarkan oleh pihak desa sebenarnya tidak sesuai harapan Yulianto. Pasalnya, ia mengajukan dana sekitar Rp 400 juta agar pembangunan Desamart Kebonagung ini harus sebanding dengan toko ritel lainnya. Tapi, kemampuan pihak desa sangat terbatas dan hanya bisa mengeluarkan modal yang jumlahnya relatif kecil. Namun begitu, kondisi ini tidak menyurutkan tekat Yulianto. Dibantu tiga orang lainnya, akhirnya mereka menghidupkan Desamart Kebonagung hingga berjalan sampai saat ini.
Berjalannya Desamart Kebonagung bukan tanpa rintangan. Bermodalkan kerja keras, modal yang terbatas, hingga manajemen, menjadi tantangan bagi Yulianto dalam mengembangkan Desamart Kebonagung ini. Dari penghasilan yang ada, mereka putar untuk melengkapi fasilitas toko dan pembelian produk.
Desamart Kebonagung perlahan memberikan dampak ekonomi. Sejak 2018, mereka tak mengalami kerugian bahkan bisa mendapatkan pendapatan kotor hingga Rp 40 juta tiap bulannya. Termasuk pada saat kondisi pandemic Covid-19.
“Kita juga mampu menggaji karyawan sekalipun masih terbatas,” ujarnya. Tak hanya itu, tiap tahun, Desamart Kebonagung juga memberikan pemasukan bagi desa sebesar Rp 5 juta tiap tahunnya.
Berdirinya Desamart di Kebonagung sendiri bisa dikatakan menjadi pionir konsep toko modern lokal yang dikelola BUMDes di daerah Bantul. Di daerah Imogiri, Desamart di Kebonagung ini menjadi satu-satunya toko kelontong modern yang memiliki badan hukum yang sah. Kinerja positif ini pun menjadi rujukan bagi BUMDes lainnya.
“Beberapa kesempatan untuk menjalin kerja sama sebenarnya ada. Tetapi kesempatan tersebut belum saya ambil,” ujar Yulianto. Tawaran ini datang dari pihak bank maupun lembaga BUMN. Selain Desamart, BUMDes ini juga memiliki beberapa unit usaha lainnya, seperti pengelolaan sampah, pembayaran air PDAM, dan penyewaan gedung serbaguna.
Desamart Sebagai Basis Pemberdayaan Masyarakat
Keberadaan Desamart menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat. Kondisi ini juga mendukung keberadaan Desa Kebonagung sebagai desa wisata sejak 2003. Desa Kebonagung memang terkenal sebagai desa wisata dengan pertanian tradisionalnya. Warga masih menggunakan kerbau dalam membajak sawah dengan luas lahan pertanian seluas 117,670 hektar.
Kegiatan kebudayaan pun masih hidup, seperti tradisi Gejok Lesong, Karawitan, Wayang Kulit, Wiwita, hingga kenduri. Biasanya, mereka tampilkan saat kunjungan wisatawan datang dari luar daerah.
Salah satu objek menarik di desa ini adalah keberadaan Museum Tani Jawa yang menyimpan peralatan pertanian tradisinal sebagai tempat pendidikan, konservasi, sekaligus wisata di Imogiri, Yogyakarta.
Geliat masyarakat pun tampak dari berbagai kegiatan UMKM dan pemberdayaan, seperti menghimpun UMKM lokal yang menyediakan berbagai produk seperti makanan.
Status Desa Kebonagung sebagai desa wisata juga ikut menambah pundi pendapatan Desamart. Terlebih, desa ini sering mendapatkan kunjungan dari wisatawan. Desamart Kebonagung menjadi garda sekaligus ujung tombak bagi pemasaran produk lokal di tengah gempuran toko modern berjejaring nasional.
Terlebih, korporasi besar ini telah masuk hingga ke pelosok desa. Tantangan ini pun menjadi pelecut agar Desamart Kebonagung agar terus meningkatkan kualitas layanan, keragaman produk, hingga menyelesaikan masalah pelaku UMKM, seperti pemasaran, izin PIRT dan sebagainya.
“Ini yang menjadi prioritas utama agar produk UMKM bisa mengisi Desamart,” ujar Yulianto.
Dukungan dari pemerintah desa juga penting agar keberadaan Desamart Kebonagung, maupun warung kecil sekitar desa, tetap hadir dan tidak terlindas oleh keberadaan toko modern berjejaring nasional. Keberadaan warung-warung kelontong kecil desa juga bisa menjadi mitra utama bagi Desamart Kebonagung sebagai distributor.
Ada banyak peran yang bisa dilakukan oleh Desamart Kebonagung. Berjalan dengan pasti, Desamart Kebonagung terus bergerak menjangkau perekonomian lokal dan mengisi geliat desa wisata yang sudah dikenal sebelumnya.