BUMDes

Hidupnya BUMDes, bangkitnya ekonomi Sambirejo

Pengelolaan wisata yang baik dan tertata membuat BUMDes Sambimulyo mampu menggerakkan perekonomian desa. Penambang batu alam yang diberdayakan dalam untuk ikut berjualan di lokasi wisata. BUMDes pun memasarkan produk lokal desa melalui unit Balai Ekonomi Desa.

Bayu Mardinta Kurniawan
Hidupnya BUMDes, bangkitnya ekonomi Sambirejo
Wisata Tebing Breksi yang dikelola BUMDes Sambimulyo, Desa Sambirejo, Sleman, DI Yogyakarta. Desa Sambirejo / BUMDes Sambimulyo

Beralihnya penambangan batu alam menjadi kawasan wisata ternyata membawa rejeki tersendiri bagi masyarakat Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Transformasi ini mengubah mindset warga desa dan melahirkan wisata Tebing Breksi. Seiring tumbuhnya kawasan wisata, di tahun 2016 lahirlah BUMDes di Desa Sambirejo dengan nama BUMDes Sambimulyo. Unit pertama BUMDes adalah wisata Tebing Breksi.

Menurut Giyatno (38) selaku Direktur BUMDes Sambimulyo, “Pada tahun 2016 Breksi sudah mulai ramai, namun pengelolaan wisatanya belum tertata, tiket masuknya baru parkir dan masih sukarela,” kata Giyatno kepada Kanal Desa (9/9/2021).

Pada awalnya pengelolaan wisata Tebing Breksi memang belum maksimal. BUMDes belum terlibat sama sekali. Pendapatan yang masuk dari wisata hanya untuk biaya operasional, dan selebihnya langsung masuk PADes (Pendapatan Asli Desa).

Sejalan bertambahnya usia, BUMDes Sambimulyo mulai merapikan manajemen kawasan wisata. Komunikasi dan sinergi menjadi kunci matangnya kolaborasi dengan banyak pihak. Bersama perangkat desa, BPD, pelaku wisata, dan masyarakat, BUMDes menyatukan visi untuk berbenah dengan menambah fasilitas dan menata pedagang yang ada di kawasan wisata.

“Pada tahun 2016-2017 sudah mulai ramai, pedagang-pedagang mulai kita atur dan tata. Untuk yang bagian atas, memang kita khususkan untuk mantan penambang yang kehilangan mata pencahariannya agar bisa berjualan. Memasuki tahun 2017 hingga 2019 omzet pedagang naik hingga Rp 1,5 juta per hari. Lalu ada lagi yang bukan penambang tapi ingin berjualan, juga kita tata dan rapikan di bagian bawahnya,” ujar Giyatno.

Dari tahun 2016 sampai 2019 ada sekitar 300-350 orang yang terlibat di sektor pariwisata. “Pengelolanya ada 130an orang, sopir jip itu ada 60an orang, pedagang itu ada 70-80 orang,” lanjutnya.

Melihat geliat perekonomian yang meningkat, di tahun 2019 BUMDes memutuskan untuk membuat tiket masuk di bawah payung hukum BUMDes. Kemudian disepakatilah bagi hasil antara BUMDes dengan unit wisata Tebing Breksi dan desa. Niat ini selain pemasukan nantinya dapat terkelola dengan baik, bagi hasil dengan desa juga dilandasi agar BUMDes dapat berkontribusi kepada desa.

“Kesepakatan itu sudah sejak awal. Jadi pertimbangannya uang yang masuk ke desa adalah bagi hasil dengan BUMDes yang kemudian menjadi PADes. Di PADes, nanti yang 30% itu masuk sebagai tambahan gaji perangkat, lalu 70%nya dikembalikan lagi ke masyarakat melalui program-program, seperti perbaikan jalan, dan kegiatan lainnya,” tambah Giyatno.

BUMDes Sambimulyo melakukan bagi hasil dengan masing-masing unitnya sebesar 25 banding 75 persen. Artinya 25 persen untuk BUMDes, dan unit akan mendapat 75 persen dari keuntungan usahanya. Lalu dari total seluruh pemasukan BUMDes, 40% untuk operasional BUMDes, 10% untuk cadangan modal, dan 50% masuk ke desa sebagai pemasukan desa (PADes). Mulai tahun 2020 ini, 10% cadangan modal tersebut pengelolaannya di bawah BUMDes.

BUMDes Sambimulyo memberi bagi hasil kepada Desa Sambirejo pada tahun 2019-2020 sebesar Rp1,3 miliar. Pada tahun 2020 pendapatan BUMDes mengalami penurunan akibat pandemi. Dampaknya, bagi hasil dengan desa pada tahun 2020-2021 hanya 40 persen dari capaian tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp400-500 juta.

“Dalam kondisi normal, dari unit wisata Tebing Breksi, BUMDes Sambimulyo membagi hasil ke desa antara Rp 100-150 juta per bulan atau kurang lebih Rp1-1,3 miliar pertahun. Pemasukan BUMDes yang kedua berasal dari unit simpan pinjam dan toko desa. Unit simpan bisa mendatangkan pemasukan antara Rp 13-15 juta, karena perputaran uang masih di bawah Rp 500 juta,” ungkap Giyatno.

Hingga kini ada lima unit usaha di BUMDes Sambimulyo, Desa Sambirejo. Lima unit tersebut adalah Unit Wisata Tebing Breksi, Unit Simpan Pinjam (USP), Unit Balai Ekonomi Desa (Balkondes), Unit Toko Desa, dan Unit Percetakan. Kelima unit ini saling terkait.

Wisata Tebing Breksi sebagai tonggak usaha BUMDes membutuhkan percetakan untuk mencetak tiket. Sedangkan Balkondes merupakan bagian dari fasilitas wisata yang menyediakan restoran, homestay, dan ruang pertemuan. Unit simpan pinjam mendukung pemodalan pedagang di kawasan wisata Tebing Breksi. Kemudian untuk unit toko desa, berfungsi sebagai distributor yang menyuplai produk-produk untuk pedagang, khususnya pedagang di kawasan wisata.

“Untuk semua unit ini memang saling terkoneksi, karena filosofi berdirinya BUMDes memang untuk menyejahterakan masyarakat. Berangkat dari Tebing Breksi yang menghasilkan pemasukan, kemudian dari Tebing Breksi ini, kami bisa mendirikan unit yang lain. Kami berprinsip bahwa semua karyawan di BUMDes ini memang orang Desa Sambirejo, orang desa kami sendiri. Jadi dengan BUMDes, kami berharap bisa menyediakan lahan pekerjaan di desa kami sendiri,” ujar Muslimah(36), bendahara BUMDes (9/9/2021).

Unit Balai Ekonomi Desa yang dikelola oleh BUMDes Sambimulyo, sebagai galeri produk-produk Desa Sambirejo.
Unit Balai Ekonomi Desa yang dikelola oleh BUMDes Sambimulyo, sebagai galeri produk-produk Desa Sambirejo. Desa Sambirejo / BUMDes Sambimulyo

Dukungan BUMDes untuk UMKM

Sektor usaha lain yang sedang dikembangkan BUMDes saat ini adalah UMKM. Walaupun baru, jumlah UMKM di Desa Sambirejo terbilang cukup banyak. Kurang lebih ada 15 produk dari 79 orang pelaku UMKM yang terdaftar. Dari 15 produk tersebut, baru keripik, jamu, dan batik yang secara bertahap dikembangkan oleh BUMDes Sambimulyo.

Di tahun 2020 lalu, BUMDes sudah mengundang dan mengumpulkan UMKM yang ada di Desa Sambirejo. Satu di antara programnya adalah peningkatan kualitas produk dan perencanaan pemasaran. Harapan dari program ini, selain produknya semakin baik dan cakupan pasar semakin luas, pelaku UMKM juga mampu meningkatkan penghasilan usahanya.

Menurut Muslimah, “UMKM di Desa Sambirejo paling banyak adalah produk makanan dan kita sedang mendorong untuk pembuatan PIRT. Walaupun beberapa sudah ada yang punya, namun sebagian besar masih belum ada PIRT”.

Dari data BUMDes, sekitar 27-30 produk UMKM sedang dalam proses pengajuan PIRT, dan sekarang sudah lolos uji laboratorium. Rencananya jika semua sudah siap, untuk pasar lokal, BUMDes akan memasarkan produk UMKM di obyek wisata Tebing Breksi dan Balai Ekonomi Desa (Balkondes). Khusus untuk Balkondes, sedang dikonsep sebuah mini galeri untuk produk UMKM Desa Sambirejo.

“Wisatawan yang berkunjung di sana juga lumayan banyak, dan niat kami UMKM juga bisa berjaya di negeri sendiri, istilahnya bergitu,” ujarnya.

Tak hanya itu, konsep pemasaran online juga mulai disusun. “Kita sedang bekerjasama dengan 4 BUMDes di kabupaten Sleman untuk pembuatan aplikasi. Ada Desa Sambirejo, Sendangtirto, Donoharjo dan Sumber Rejo. Nanti itu akan ada berbagai produk UMKM rumahan seperti, batik, keripik. UMKM ini nanti akan masuk jadi binaan BUMDes atau unit sendiri nanti,” ungkap Giyatno selaku Direktur BUMDes Sambimulyo, desa Sambirejo.

Memasarkan produk UMKM secara online akan membuka peluang bertemu dengan banyak pembeli. BUMDes Sambimulyo telah mempersiapkan 1-2 orang yang bekerja khusus memasarkan produk UMKM secara online. Keinginan besar BUMDes untuk membantu pemasaran, tidak terlepas dari upaya mendorong UMKM agar dapat menjadi unit BUMDes sendiri.

Integrasi pemasaran produk UMKM juga sedang digarap oleh BUMDes. Produk UMKM dapat dimasukkan di paket wisata, termasuk menyertakannya pada harga tiket masuk. Rencana ini memang membutuhkan beberapa penyesuaian, namun keunggulannya pengunjung bisa langsung menikmati produk UMKM. Bahkan untuk mendorong penjualan produk, BUMDes juga memanfaatkan setiap event wisata dengan menampilkan produk-produk UMKM.

“Contohnya di kawasan wisata Tebing Breksi ada tempat sebagai etalase untuk produk-produk UMKM. BUMDes mengambil keuntungan dari pemasaran produk UMKM tidak seberapa, karena UMKM ini memang harus berjalan seiring dengan tumbuhnya pariwisata,” ungkap Giyatno.

Saat ini usaha mengembangkan UMKM memang belum menjadi target pendapatan BUMDes. Selain program UMKM yang masih baru, BUMDes sendiri juga memiliki fungsi sosial. “BUMDes bukan bisnis murni karena kami memang memiliki 2 fungsi, di satu sisi kami harus mencari profit. Namun di sisi lain kami juga harus menjalankan fungsi sosial,” sambung Muslimah.

Pendapatan dari unit BUMDes yang selama ini dihimpun, satu di antaranya bisa digunakan untuk kegiatan UMKM. Walaupun di luar UMKM, BUMDes juga memiliki program sosial lainnya seperti beasiswa, santunan lansia, kegiatan keagamaan, dan bedah rumah. Ditambah lagi, kini pemerintah desa sedang bekerjasama dengan beberapa universitas, agar mahasiswa warga Desa Sambirejo bisa mendapat beasiswa kuliah.

Kantor BUMDes Sambimulyo, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Kantor BUMDes Sambimulyo, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Desa Sambirejo / BUMDes Sambimulyo

Geliat UMKM Keripik Sayur

Setidaknya saat ini ada 12 macam keripik sayur yang biasa diproduksi para perajin. Diantaranya ada keripik dari kemangi, kenikir, pare, terong, wortel, tempe, batang pisang atau gedebog, jamur tiram, seledri, daun singkong, bayam, dan gambas. Rata-rata untuk memproduksi keripik sayur mulai dari menyiapkan bahan sampai pengemasan membutuhkan waktu 1-2 hari. Bermacam produk keripik ini nantinya akan dipasarkan oleh BUMDes, melalui unit Balai Ekonomi Desa, sebelum kelak dijadikan unit usaha khusus pemasaran produk UMKM desa.

Saat ini ada dua dusun di Desa Sambirejo yang menjadi sentra keripik sayur, yaitu Dusun Sumberwatu dan Dusun Dawangsari. Di Dusun Sumberwatu, total ada enam perajin keripik sayur. Satu di antaranya adalah Aan Permana. Ia dan istrinya Sukaryati (41 tahun) memulai usaha keripik sayur pada tahun 2016. Usahanya diberi nama Keripik Permana.

Setiap bulannya, Kripik Permana mendapat pesanan dari dalam dan luar kota. “Kalau penjualan luar kota ada di Kota Karawang, Cikarang dan Serang. Setiap bulannya kita kirim ke Cikarang sebanyak 30 kilogram. Ada juga pesanan dari Hongkong. Kebetulan ada tetangga yang kerja di Hongkong dan menjual keripik sayur di sana,” ujar Aan Permana (43 tahun), perajin keripik sayur Dusun Sumberwatu pada Minggu (12/09/2021).

Saat ini produk Keripik Permana mempunyai beragam kemasan. Mulai dari 150 gram hingga 500 gram. Namun, standar kemasan untuk dijual di warung-warung adalah 200 gram. Untuk kemasan 200 gram Keripik Permana dijual dengan harga Rp8.000. Dalam sebulan Aan Permana dapat memproduksi rata-rata 500 kilogram tergantung dari banyaknya pesanan.

Tak jauh dari Dusun Sumberwatu, perajin keripik sayur lainnya adalah Tri Sumarsih (43). Ia adalah warga Dusun Dawangsari yang merintis usahanya dari tahun 2014. Ia memberi nama produknya Keripik Utik.

Tri Sumarsih banyak menjual keripik sayurnya ke tetangga yang bekerja di pabrik. “Selain dari pabrik, ada yang membantu menjualkan lewat online juga. Di luar dua itu, yang beli tetangga sekitar biasanya dikirim ke luar kota,” ujar Tri Sumarsih pada Kamis (9/9/2021).

Keripik Utik dijual seharga Rp8.000 per 200 gram, dan Rp10.000 untuk kemasan 250 gram. Menurut Tri Sumarsih, “Pesanan paling banyak itu saat puasa, total bisa 300-400 kilogram. Sebelum pandemi, saat ramai-ramainya pesanan, omzet kotor bisa sekitar Rp 4-5 juta per bulan,” ungkapnya.

Produk Keripik Utik milik Tri Sumarsih, Dusun Dawangsari, Desa Sambirejo (9/9/2021)
Produk Keripik Utik milik Tri Sumarsih, Dusun Dawangsari, Desa Sambirejo (9/9/2021) Bayu Mardinta Kurniawan / Kanal Desa

Baca Lainnya

Angin Segar Dari Desa Wunut
BUMDes

Angin Segar Dari Desa Wunut

Setiap Kepala Keluarga Desa Wunut mendapatkan tunjangan hari raya atau THR. Berkah dari pengelolaan unit usaha yang sehat melalui peran BUMDes.

Ahmad Yunus