Desa

Desa Jetak : menyulap limbah kotoran sapi menjadi energi gas

Desa Jetak memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi energi gas untuk keperluan dapur rumah tangga. Menjadikan desa ini mandiri energi terbarukan.

Khoirul Muzakki
Desa Jetak : menyulap limbah kotoran sapi menjadi energi gas
Desa Jetak, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah berkembang menjadi desa energi mandiri. Khoirul Muzzaki / Kanal Desa

Padahal potensi sumber energi di luar fosil begitu melimpah di sekitar kita. Isu krisis energi tak akan berpengaruh jika masyarakat bisa mandiri memanfaatkannya. Terbukti, di Desa Jetak, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, masyarakat mampu mandiri secara energi, khususnya dari sektor gas.

Wacana konversi kompor gas ke listrik belakangan ini tak meresahkan warga Desa Jetak. Di desa ini, gas elpiji sudah lama ditinggalkan warga. Rebin, warga Desa Jetak Rt 24 Rw 9 sudah lama tak membeli gas elpiji untuk keperluan rumah tangga.

Padahal kompor dapurnya setiap hari harus menyala. Keluarganya tetap membutuhkan api untuk memasak dan keperluan lainnya. Hanya kini ia tak lagi menggunakan gas elpiji untuk menyalakan kompornya. Rebin, juga ratusan rumah tangga di desanya sudah lama memanfaatkan biogas untuk memasak.

“Sudah lama gak beli gas elpiji, sudah pakai biogas untuk memasak,”katanya

Kompor di rumah Rebin sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Kompor itu terhubung ke reaktor biogas (digester) melalui jaringan pipa. Setelah dipancing menggunakan percikan api korek, kompor tersebut langsung menyala dengan api membiru. Keluarganya kini leluasa memasak tanpa khawatir gas akan habis.

Sebab sumber biogas melimpah ruah di kandangnya. Kotoran sapi di kandangnya kini tak lagi terbuang percuma. Ia menampungnya ke dalam reaktor untuk menghasilkan energi.

“Kalau hanya untuk masak, berlebih,”katanya

Kondisi ini tentunya berbeda dengan beberapa tahun silam, sebelum ia mengenal biogas. Rebin selalu dipusingkan dengan biaya membeli gas tabung untuk memasak. Dengan penghasilan minim sebagai peternak, ia tentu keberatan.

Hingga ia melihat tetangganya berhasil memanfaatkan biogas untuk memasak. Rebin tertarik mengikutinya. Terlebih ia memiliki sumber energi melimpah di kandang yang tak pernah termanfaatkan. Ia pun rela merogoh kocek belasan juta untuk memasang reaktor, karena telah ada buktinya.

Rata-rata warga Desa Jetak memelihara sapi sebagai tulang punggung ekonomi masyarakatnya.
Rata-rata warga Desa Jetak memelihara sapi sebagai tulang punggung ekonomi masyarakatnya. Khoirul Muzzaki / Kanal Desa

Sentra Sapi

Sudah dari dulu, Desa Jetak menjadi sentra peternakan sapi perah. Hampir setiap rumah tangga di desa itu memiliki sapi untuk menopang ekonomi. Tak ayal, ketersediaan kotoran sapi di desa itu melimpah. Masalahnya, potensi itu selama ini belum termanfaatkan. Alih-alih dimanfaatan, kotoran sapi yang melimpah ditumpuk begitu saja hingga menimbulkan pencemaran.

Warga tak tahu, limbah itu rupanya menyimpan sumber energi besar. Kotoran sapi ternyata bisa diproses menjadi biogas untuk keperluan rumah tangga. Yusmin, pelopor pemanfaatan biogas di Desa Jetak berusaha mengorek informasi tentang hal tersebut dari daerah lain.

Hingga tahun 2008, di bawah pendampingan Yayasan Rumah Energi (YRE), lima Kepala Keluarga (KK) di desa itu, termasuk Yusmin mencoba membangun instalasi biogas. Pihaknya beruntung karena pengadaan instalasi itu disubsidi oleh YRE.

“Kita disubsidi sama YRE, jadi lebih ringan biayanya,”katanya

Desa Jetak salah satu desa sentra peternakan sapi di Kabupaten Semarang. Limbah kotoran sapi yang melimpah menjadi potensi untuk mengembangkan energi terbarukan.
Desa Jetak salah satu desa sentra peternakan sapi di Kabupaten Semarang. Limbah kotoran sapi yang melimpah menjadi potensi untuk mengembangkan energi terbarukan. Lokadata / Lokadata

Ikhtiar warga tak sia-sia. Melalui teknologi itu, kotoran sapi yang tadinya terbuang menjadi termanfaatkan. Hanya dari kotoran sapi yang diproses di reaktor, kompor rumah tangga warga menyala tanpa gas elpiji.

Untuk mendorong warga memanfaatkan biogas tak perlu banyak bicara. Ia dan beberapa KK yang mengawali program itu bertekad membuktikannya.

Belakangan, keberhasilan warga yang mampu mengubah kotoran sapi menjadi biogas membuat warga lain terpana. Bagaimana tidak, mereka yang telah memasang instalasi biogas di rumahnya, tidak lagi pusing membeli gas elpiji.

Tanpa diajak sekalipun, warga antusias mengusulkan pengadaan biogas di rumahnya. Mereka rela keluar kocek agak dalam.

“Sekarang sudah ratusan KK yang memanfaatkan biogas, dulu awalnya hanya 5 KK,”katanya

Untuk menghasilkan biogas yang bisa memenuhi kebutuhan keluarga, warga hanya butuh 2-3 ekor sapi. Kotoran sapi itu ditampung di instalasi seukuran sekitar 6 kubik. Ini kabar gembira bagi warga karena mereka rata-rata memiliki beberapa ekor sapi perah, bahkan lebih dari tiga ekor.

Sehingga, warga hanya butuh membeli alat atau instalasi untuk memproses kotoran menjadi biogas dan perlengkapan pendukungnya, misal kompor modifikasi.

Persediaan biogas hasil dari digester dimanfaatkan warga untuk keperluan gas dapur.
Persediaan biogas hasil dari digester dimanfaatkan warga untuk keperluan gas dapur. Khoirul Muzzaki / Kanal Desa

Prospek untuk UMKM

Meski telah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, persediaan biogas warga rupanya masih berlebih. Apalagi jika hanya dimanfaatkan untuk memasak. Masih banyak stok energi yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.

Ia menilai, energi biogas yang melimpah bisa dimanfaatkan para pelaku UMKM yang membutuhkan banyak energi. Ia mencontohkan beberapa jenis usaha yang bisa memanfaatkan biogas, misal pabrik tempe atau tahu, rumah makan, dan aneka makanan ringan yang memanfaatkan api untuk memasak produk.

Bagi UMKM itu, bahan bakar menjadi kebutuhan vital. Dengan memanfaatkan biogas, modal produksi untuk pembelian bahan bakar atau gas elpiji bisa terpangkas signifikan. Sehingga keuntungan yang didapatkan bisa lebih maksimal.

“Sudah ada wacana itu,”katanya

Potensi limbah biogas juga belum termanfaatkan. Padahal, limbah biogas yang sudah tak berbau ini diyakininya mampu menyuburkan lahan dan pupuk bagi tanaman. Wajar, kotoran itu sudah mengalami proses fermentasi cukup lama di dalam tampungan, sehingga bisa langsung diaplikasikan ke lahan. Sayangnya, warga di desa itu jarang yang memiliki usaha pertanian. Lahan mereka rata-rata hanya ditanami rumput untuk pakan ternak yang menjadi sumber mata pencaharian.

“Untuk pertumbuhan rumput saja di sini bagus. Tapi limbah biogas selama ini hanya ditumpuk saja, belum bisa dijual,”katanya

Warga Desa Jetak tak lagi membeli tabung gas rumah tangga untuk keperluan memasak.
Warga Desa Jetak tak lagi membeli tabung gas rumah tangga untuk keperluan memasak. Khoirul Muzzaki / Kanal Desa

Kurangi Pemanasan Global

Pemanasan global karena emisi gas rumah kaca menjadi perhatian masyarakat dunia. Sebab fenomena itu berpengaruh buruk terhadap kehidupan manusia. Rupanya, emisi gas rumah kaca bukan hanya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang banyak digunakan manusia.

Peternakan sapi ikut menyumbang gas metana yang memicu pemanasan global. Padahal, Indonesia, termasuk Jawa Tengah merupakan sentra peternakan sapi. Di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang sendiri, ribuan sapi perah diternak warga hingga berpotensi menyumbang gas metana yang signifikan.

“Sapi sendawa saja itu sudah mengeluarkan gas metana,”kata Nurul Munawaroh, Field Officer Yayasan Rumah Energi (YRE) area Jateng, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur

Pemanfaatan kotoran sapi untuk biogas dinilainya bisa menekan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global. Efek pemanasan global tak bisa diremehkan. Dampaknya bahkan juga dirasakan petani di pedesaan, yakni berupa perubahan iklim atau cuaca ekstrem yang menurunkan produktivitas pertanian.

Dalam proses menjadi biogas, kotoran sapi akan langsung masuk ke reaktor biogas (digester). Di situ, kotoran sapi otomatis akan mengalami proses fermentasi. Output dari proses tersebut berupa energi dan pupuk padat cair yang langsung bisa diaplikasikan ke tanaman.

Karenanya, semakin banyak peternak yang membangun reaktor biogas di rumahnya, akan semakin baik untuk perbaikan bumi.

Nurul mengatakan, di Jawa Tengah, saat ini sudah terdapat 4000’an reaktor biogas yang terpasang di rumah-rumah warga. Di Kecamatan Getasan, termasuk di Desa Jetak, termasuk paling banyak penggunanya, mencapai 500’an titik. Pengembangan biogas di Kecamatan Getasan memiliki prospek bagus mengingat daerah itu adalah pusat pengembangan sapi perah.

“Kalau secara nasional, ada 28 ribuan titik. Targetnya 1 juta titik, sehingga bisa mengurangi pemanasan global,”katanya

Masalahnya, para peternak masih terkendala modal untuk mengakses teknologi itu. Untuk pemasangan instalasi biogas, mulai reaktor biogas (digester), pipa hingga kompor membutuhkan anggaran sekitar Rp 12-15 juta untuk ukuran digester 6 kubik.

Anggaran sebesar itu tentunya cukup berat bagi peternak berpenghasilan pas-pasan. Namun ia meyakinkan, modal pemasangan reaktor biogas hanya berat di awal. Setelahnya, warga untung banyak karena bisa memasak tanpa harus membeli gas elpiji. Pihaknya siap membantu memfasilitasi pemasangan, mendampingi serta melatih warga agar dapat menggunakan dan merawat teknologi tersebut.

“Pemeliharaan alat ini gampang. Bisa dilakukan mandiri. Keawetannya bisa sampai 25-30 tahun,”katanya

Pemanfaatan biogas sebenarnya bukan hanya untuk keperluan memasak saja. Menurutnya, biogas bisa menjadi sumber energi listrik atau lainnya yang biasa digerakkan menggunakan bahan bakar fosil.

Alhasil, pemanfaatan biogas ini bisa mendorong kemandirian energi, di samping mengurangi beban ekonomi warga karena pembelian bahan bakar fosil yang mahal.

Baca Lainnya