Desa

Desa Gagah: Ekspor Limbah Kelapa Menuju China

Desa Gagah berpotensi menjadi sentra pengolah bahan limbah kelapa tujuan ekspor.

Nafrah Khairiyah
Desa Gagah: Ekspor Limbah Kelapa Menuju China
Limbah sabut kelapa bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan produk cocofiber dan cocopeat. Nafrah / Kanal Desa

Desa Gagah, tersembunyi di Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan, adalah sebuah desa yang memancarkan kehidupan yang tenang namun penuh potensi. Tanah subur di desa ini mendukung pertanian dan perkebunan yang produktif.

Mohamad Warid, salah satu penduduk yang tinggal di Desa Gagah. Ia pemilik usaha UD Sembrani Arto, dikenal sebagai Cak Ropet yang fokus pada pengolahan limbah sabut kelapa menjadi produk bernilai tinggi seperti cocofiber dan cocopeat.

Desa Gagah memiliki potensi besar dalam pengolahan sepet. Sepet dalam bahasa Madura adalah sabut kelapa. Mayoritas penduduk desa ini adalah petani kelapa. Selama ini, bagian kelapa seperti sabut sering dianggap sebagai limbah dan dibuang begitu saja.

Warid melihat peluang besar dalam memanfaatkan limbah ini menjadi produk bernilai ekonomi. Dengan begitu, tidak hanya menciptakan nilai tambah dari limbah kelapa, tetapi juga membantu meningkatkan kesejahteraan petani kelapa di desa tersebut.

“Saya melihat di Desa Gagah ini punya potensi, banyak petani kelapa yang sampai sekarang kulit kelapa hanya ditelantarkan saja terus dibuang. Jika kelapanya bisa dijual, batoknya bisa dijual, tapi sepet selama ini belum ada yang jual. Makanya misi besar saya menjalankan usaha sepet,” ujar Warid

Warid ingin mengubah cara pandang terhadap limbah sabut kelapa dengan pengolahan sabut untuk secara efektif. Dengan adanya usaha ini, petani kini memiliki sumber penghasilan tambahan dari penjualan sabut kelapa yang mereka kumpulkan.

Desa Gagah, Pamekasan salah satu sentra penghasil cocofiber dan cocopeat berkualitas ekspor.
Desa Gagah, Pamekasan salah satu sentra penghasil cocofiber dan cocopeat berkualitas ekspor. Nafrah / Kanal Desa

Awal Mula Usaha


Pada tahun 2018, Warid bekerja di perusahaan swasta di Surabaya. Atasannya memberikan ide untuk mengumpulkan bahan baku sabut kelapa. Warid dan temannya diminta mencari sabut kelapa di Madura. Namun, setelah temannya memutuskan untuk tidak melanjutkan, Warid melihat potensi besar dalam limbah sabut kelapa dan memutuskan untuk mengolahnya sendiri dengan metode yang ia kembangkan.

“Saya memutuskan untuk mengolah sabut kelapa ini dengan metode saya sendiri dan memutuskan untuk mengembangkan usaha di Desa Gagah tempat kelahiran saya sendiri,” pungkas Warid. Meskipun pada awalnya tidak fokus, kondisi berubah drastis, hingga saat pandemi COVID-19 Warid terkena PHK massal dari pekerjaannya di Surabaya.

Pada Januari 2022, ia memutuskan untuk kembali ke Madura dan fokus penuh pada usaha pengolahan sabut kelapa ini.

Warid mengolah limbah kelapa untuk dijadikan berbagai produk berkualitas ekspor.
Warid mengolah limbah kelapa untuk dijadikan berbagai produk berkualitas ekspor. Nafrah / Kanal Desa

Tantangan dan Perjuangan

Mengembangkan usaha sabut kelapa bukan tanpa tantangan. Warid sering dianggap aneh oleh tetangganya karena mengumpulkan sampah kelapa tanpa tujuan yang jelas. Selain itu, ia juga menghadapi kendala teknis karena tidak memiliki latar belakang dalam bidang industri.

Namun, tekanan hidup memaksanya untuk belajar banyak hal, termasuk mengelas dan merakit mesin sendiri. Dedikasi ini akhirnya membuahkan hasil, dan Warid berhasil mengatasi berbagai rintangan teknis yang dihadapinya.

“Banyak yang mengetahui saya udah gak kerja dan saya fokus di sini, mengambil sampah dari petani kelapa sawit, dan saya itu diketawai. Tiap hari nyalain mesin kok gini, kok gitu, kok gak laku-laku gitu. Saya sempat dikira orang gila ngumpulin sampah kelapa sawit dari pinggir jalan, kan banyak juga ya di jalanan tuh,” kata Warid.

Setelah melalui berbagai rintangan, melakukan inovasi dan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Akhirnya usaha pengolahan sabut kelapa milik Warid semakin berkembang. Sejak Januari, sekitar 120 truk limbah sabut kelapa telah dikumpulkan dan dijual. Warga sekitar menunjukkan partisipasi aktif dengan menjadi pekerja, dan pengrajin. Para petani kelapa pun sudah bisa berperan sebagai penyuplai.

"Sabut kelapa sebenarnya tidak memiliki nilai jual. Namun, setelah kami memiliki pengolahan sabut kelapa ini, saya memberikan harga Rp150.000 per truk sampah kelapa pada para petani, ” ujar Warid.

Baginya, faktor terbesar adalah kesadaran lingkungan di masyarakat. Jika mereka memahami potensi limbah untuk dijadikan sumber penghasilan, barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan secara lokal tanpa perlu diangkut keluar desa.

Cocofiber dan cocofeat dari Desa Gagah diekspor menuju China.
Cocofiber dan cocofeat dari Desa Gagah diekspor menuju China. Nafrah / Kanal Desa

Proses Pengolahan Sabut Kelapa

Proses pengolahan sabut kelapa yang dilakukan oleh Warid dimulai dari bahan mentah yang mereka kumpulkan. Sabut kelapa direndam untuk menghilangkan debu dan zat tanin yang berbahaya bagi tanaman. Setelah direndam, sabut kelapa digiling menggunakan mesin yang mereka modifikasi sendiri. Proses penggilingan ini menghasilkan dua produk utama: cocofiber dan cocopeat.

Cocofiber biasanya digunakan sebagai media tanam, bahan kasur spring bed, dan berbagai kerajinan tangan. Di pasar internasional, terutama di Eropa, cocofiber memiliki permintaan yang cukup tinggi. Sedangkan Cocopeat adalah sejenis serbuk yang dihasilkan dari sabut kelapa ini berfungsi sebagai pupuk organik.

Cocopeat sangat berguna untuk tanaman yang sulit tumbuh di tanah Indonesia karena membantu meningkatkan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman. Di Madura, terutama di Kabupaten Pamekasan, produk-produk ini masih langka karena belum banyak yang memanfaatkannya secara maksimal.

Produk-produk seperti cocofiber, cocopeat, dan kerajinan tangan dari sabut kelapa kini tidak hanya diminati oleh pasar lokal, tetapi juga oleh pasar internasional. Beberapa produk Cak Ropet milik Warid bahkan telah dikirim sebagai sampel untuk potensi ekspor.

Desa Gagah terus berbenah dari pengolahan limbah kelapa.
Desa Gagah terus berbenah dari pengolahan limbah kelapa. Lokadata / Lokadata

Masa Depan yang Cerah

Seperti melayarkan kapal ke negeri seberang, Cak Ropet sukses mengekspor produk berupa 18 ton cocofiber atau serabut kelapa ke China pada bulan Maret lalu. Ekspor perdana ini ibarat benih harapan yang akhirnya tumbuh menjadi pohon kuat, disertai dengan ceremony sederhana namun penuh makna.

Dihadiri oleh perwakilan Kecamatan, kepala desa, Bea Cukai Madura, rumah BUMN Telkom Pamekasan, ketua ASPRIM, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, turut menyaksikan langkah awal dari perjalanan panjang dari usaha limbah serabut kelapa milik Warid.

“Saya menjalankan usaha ini secara penuh dengan jerih payah, bahkan sampai bisa ekspor. Bagi yang memiliki cita-cita tinggi, kita harus banyak berbagi ilmu,” kata Warid

Selain itu, Rasikun tokoh masyarakat sekaligus perangkat Desa Gagah mengatakan proses menuju ekspor sangat rumit, terutama masalah perizinan. Dukungan dari pemerintah kabupaten Pamekasan belum optimal. Namun untuk menangani izin usaha sudah cukup membantu.

“Alhamdulillah pemerintah berkontribusi dalam membantu perizinan, khususnya untuk ekspor, tapi masih banyak yang harus dilakukan untuk mendukung dan memberdayakan petani kelapa di desa ini,” imbuh Rasikun.

Warid juga berharap dukungan lebih lanjut dari Pemerintah setempat. Karena nyatanya, dalam proses produksi, ia menghadapi kendala seperti peralatan dan tempat penyimpanan yang kurang memadai.

Warid mengatakan agar pemerintah desa dapat aktif mengembangkan ekonomi kreatif, UMKM, dan upaya konservasi lingkungan. Karena potensi-potensi yang ada di Desa Gagah tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.

Baca Lainnya