BUMDes

Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana: BUMDes harus cerdas melihat peluang

Inovasi adalah kata kunci. Penajaman potensi dapat membuat BUMDes lebih maju dan berkembang.

Eka Prasetya
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana: BUMDes harus cerdas melihat peluang
Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Eka Prasetya /

Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana cukup yakin jika Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah motor dalam pembangunan desa. Hanya saja ada tantangan besar dalam soal Sumber Daya Manusia (SDM). Dibutuhkan kepala desa dan pengelola yang inovatif, agar dapat memetakan dan menggali potensi desa dengan lebih efektif.

Selain itu kepercayaan publik juga penting. Bila bisnis BUMDes runtuh dan pailit, dampak yang muncul cukup besar. Akselerasi pembangunan desa berpotensi mengalami perlambatan. Seperti apa perkembangan BUMDes di Kabupaten Buleleng? Berikut petikan wawancara Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana saat ditemui Lokadata di Rumah Jabatan Bupati Buleleng, Jalan Ngurah Rai, Singaraja, pada akhir Agustus lalu.

BUMDes saat ini sedang berkembang. Bagaimana pemerintah melihat potensi BUMDes ini?

Kalau saya lihat dengan turunnya Permendesa Nomor 4 Tahun 2015, ada upaya bagaimana percepatan pembangunan pedesaan ini bisa dilakukan secara menyeluruh. Baik di tingkat pengurus maupun masyarakat. Karena mata rantai distribusi akan lebih pendek. Itu spiritnya. Kepala desa dan pengelola BUMDes bisa melakukan penggalian terhadap potensi di desa mereka. Sebab mereka lebih dekat, jadi mereka lebih paham potensinya. Apa yang jadi keunggulan daerahnya mereka lebih paham. Karena makin dekat, orang akan semakin tajam lihat potensinya. Permendes kan substansinya seperti itu, bagaimana menajamkan potensi. Bukan hanya soal potensi alam, tapi juga pasar, keterampilan, dan sumber daya manusianya.

Karakter desa akan sangat menentukan lini bisnis yang akan dikembangkan?

Masing-masing pengelola BUMDes pemahamannya pasti beda. Beberapa desa yang inovatif, dia bisa mengedepankan rasa emosional dalam mengoptimalkan BUMDes. Karena BUMDes tidak harus UKM atau produksi saja. Bisa simpan pinjam, pengelolaan air, bahkan wisata. Di Desa Selat misalnya. Sekarang mereka sedang mengusulkan pengelolaan hutan desa. Tapi mungkin belum ketemu bentuknya.

Penajaman potensi itu yang perlu. Kalau proaktif, BUMDes bisa gandeng universitas memberi kajian ilmiah, kajian ekonomi, dan ajak perbankan untuk permodalan. Pemerintah pasti akan hadir memberi dukungan. Terpenting jangan sampai ada sumbatan komunikasi antara kepala desa dengan pemerintah dan dinas-dinas terkait. Karena dengan reformasi birokrasi, spiritnya birokrasi itu lebih melayani masyarakat.

Kalau kita lihat Kabupaten Buleleng, penajaman BUMDes itu bisa di hasil pertanian. Kemudian bicara lingkungan, sustainable development. Kita bicara bicara kompos dan turunannya. Seperti di Desa Tajun. BUMDes di sana melakukan pengelolaan sampah, kemudian sampahnya dijadikan kompos. Pupuk diberikan pada masyarakat untuk tanaman sayur mayur.

Akhirnya berkembang jadi pemeliharaan lele dan produk olahannya seperti kerupuk lele dan bakso lele. Simpan pinjam di sana juga besar. Makin aktif kepala desa, semua sektor di desa bisa digerakkan. Kalau BUMDes berkembang, kepala desa juga untung. Karena ada pembagian laba bersih di sana. Sekarang tinggal masyarakat. Seberapa jauh mereka ke depan memilih kepala desa yang lebih inovatif dan proaktif dalam mengembangkan desa.

Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana.
Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Eka Prasetya

Apakah itu berarti BUMDes harus digenjot untuk mengejar profit?

Kami tidak melihat BUMDes itu sekadar mencari keuntungan saja. Karena misinya lebih banyak sosial. Bagaimana menggerakkan perekonomian desa. Semangat BUMDes itu kan bagaimana mengoptimalkan potensi ekonomi dan sumber daya yang ada di desa. BUMDes juga harus melakukan pelayanan umum pada masyarakat. Misalnya pengelolaan air minum dan pengelolaan sampah. Disamping mengoptimalkan potensi dan produk yang ada di desa. Mudah-mudahan ini bisa jalan dengan baik.

Selama memimpin Buleleng, Anda memiliki visi dan misi di bidang pertanian. Bagaimana strategi mengoptimalkan peran BUMDes dalam mewujudkan visi itu?

Saya lihat sektor pertanian dari awal itu, persoalan yang paling rumit adalah pascapanen. Sampai sekarang saya belum temukan jalan yang pas untuk ini. Sebab produk dari Bali itu agak sulit keluar, karena harus ada label halal. Kami sedang merancang pasar dulu, karena ada potensi pasar yang besar di Bali Selatan.

Saat pasar terbentuk, peran BUMDes bisa dioptimalkan lagi. Misalnya mereka memberikan pendampingan pada petani atau peternak. Mereka memberikan dukungan modal lunak. Kemudian setelah siap panen, mereka menyerap produk lokal di sana. Setelah itu BUMDes yang menyalurkan hasil serapan itu ke pasar yang sudah disiapkan. Jembatan ini harus dibuat, supaya BUMDes bisa bergerak.

Secara konkrit strategi pasar seperti apa yang sedang dirancang agar produk BUMDes bisa diserap lebih luas, terutama oleh pihak ketiga?

Sebenarnya sudah ada beberapa produk yang diserap pihak ketiga. Misalnya kopi arabika yang dipasarkan BUMDes Wanagiri, itu sudah kerjasama dengan perusahaan distribusi. Perusahaan ini memfasilitasi biar kopi di Wanagiri itu bisa mendapat sertifikat organik. Sehingga bisa masuk pasar ekspor.

Lahan pertanian cengkeh kita juga luas sekali. Ini sangat potensial dilakukan kerjasama. Misalnya BUMDes yang menyerap hasil panen cengkeh petani. BUMDes kemudian bisa mengelola hasil panen itu. Cengkeh kering kan bisa disalurkan untuk industri rokok atau pastry. Kalau cengkeh diolah, minyaknya bisa masuk ke pasar spa.

Selain itu saya sedang menyiapkan bagaimana Perusahaan Daerah Swatantra bisa membuka toko untuk showing produk UKM dan kerajinan di Denpasar. Nanti BUMDes juga memasarkan produk unggulnya di toko itu. Jadi ketika ada yang datang mau menyerap produk, kita tahu kebutuhannya apa, seberapa banyak yang dibutuhkan. Ini yang sedang kami jembatani.

Bicara produk UMKM. Apakah pemerintah daerah sudah menyerap produk UMKM yang dipasarkan BUMDes?

Dukungan itu sudah kami lakukan. Beberapa produk sudah diserap pemerintah. Misalnya pupuk kompos yang dihasilkan BUMDes Tajun, kami serap kemudian kami salurkan ke petani. Taman-taman di kota juga gunakan pupuk itu. Untuk persembahyangan, kita di Bali kan menggunakan dupa. Kami serap dupa dari BUMDes Ambengan. Begitu juga dengan kopi. Kalau ada tamu, kami suguhkan kopi dari BUMDes Wanagiri, gulanya menggunakan gula merah dari BUMDes Pedawa. Karena sekarang lagi pandemi, kami juga hidangkan jahe merah produk BUMDes Panji. Jadi kami sudah gunakan.

Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana.
Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. / Pemkab Buleleng

Dengan potensi BUMDes, apakah ini akan memberikan kontribusi menekan angka kemiskinan?

Di beberapa desa, cukup signifikan. Sebab BUMDes ini membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat dan bisa memberikan pendapatan asli desa. Lewat unit usahanya, BUMDes juga bisa menyasar pemberdayaan masyarakat tidak mampu. Misalnya mendorong warga miskin membuat produk UKM atau kerajinan. Kemudian diserap dan dipasarkan oleh BUMDes. Ini tentu memberikan dampak secara ekonomi kepada masyarakat kurang mampu untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya.

BUMDes ini juga kami harapkan bisa berkontribusi dalam meningkatkan kemajuan dan kemandirian desa. Kalau kita lihat Indeks Desa Membangun (IDM), tahun ini ada 71 desa yang masuk kategori maju, padahal tahun lalu hanya 56 desa. Kemudian yang masuk kategori mandiri itu ada 12 desa, dari sebelumnya 11 desa.

Saran Anda terhadap pengelola BUMDes?

Pengembangan dan keberhasilan BUMDes ini sangat tergantung dengan pengelola. Usaha ini erat sekali dengan masalah kepercayaan. Apalagi skupnya hanya di desa. Masyarakat pasti mengawasi betul. Kalau pengelolanya nakal, hancur mereka. Kalau sudah hancur, mau memulai lagi itu luar biasa beratnya. Karena harus mulai membangun lagi kepercayaan masyarakat. Kejujuran dan keterbukaan itu sangat penting.

Kalau pengelola mau belajar, nggak usah jauh-jauh. Selama ini kan (belajar) ke luar daerah, itu malah jadi tren. Ngapain belajar ke luar daerah. Ke BUMDes Tajun bisa, ke BUMDes Tunjung bisa, ke BUMDes Panji juga bisa. Di Buleleng banyak kok BUMDes unggul. Sekarang kan tinggal persoalan pengelola saja. Mampu nggak dia melihat potensi dan serapan pasar di desanya.

Contoh. Misalnya masyarakatnya lebih sering ke kebun, jarang belanja. Buat unit usaha pertanian. Sediakan pupuk, alat produksi tani, serap hasil petani, jembatani pemasarannya. Kalau misalnya masyarakatnya di sana tidak suka masak, tipikalnya suka belanja, buat usaha kuliner. Dari usaha kuliner ini bisa dikembangkan lagi usaha hulunya, misal peternakan ayam untuk menyuplai kuliner, pertanian untuk mendukung beras dan sayur mayurnya. Intinya harus cerdas melihat peluang.

BIODATA

  • Tempat, Tanggal Lahir: Singaraja, 04 Agustus 1963
  • Status pernikahan: Menikah

Pendidikan

  • 2011: Fakultas Teknik Universitas Dwijendra, Denpasar
  • 1981: SMA Negeri 1 Denpasar
  • 1977: SMP Negeri Klungkung
  • 1974: SD Mutiara Singaraja

Riwayat Pekerjaan

  • 2017-2022: Bupati Buleleng
  • 2012-2017: Bupati Buleleng
  • 2009-2012: Anggota Komisi III DPRD Bali
  • 2010-sekarang: Komisaris PT. Nadia Kencana
  • 2008-sekarang: Komisaris PT. Pesona Dewata
  • 1995-sekarang: Komisaris PT. Bangun Bali Utama
  • 1996-sekarang: Komisaris PT. Nuansa Bali Utama
  • 1989-sekarang: Komisaris PT. Kori Bali Utama

Riwayat Organisasi

  • Ketua Sekaa Truna Truni Banjar Tegeh Sari Denpasar
  • OSIS SMA Negeri 1 Denpasar (1979-1981)
  • Wakil Ketua I DPD REI Bali (1999-2002)
  • Ketua DPD REI Bali (2002-2005)
  • Bendahara DPD PDI Perjuangan Bali (2000-2005)
  • Wakil Ketua Bidang UKM DPD PDI Perjuangan Bali (2005-2010)
  • Wakil Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi DPD PDI Perjuangan Bali (2010-2015)
  • Ketua DPC PDI Perjuangan Buleleng (2015-sekarang)

Baca Lainnya

Buleleng, Kabupaten ''BUMDes'' di Bali
BUMDes

Buleleng, Kabupaten ''BUMDes'' di Bali

Dari 121 BUMDes pada tahun lalu, omset BUMDes se-Kabupaten Buleleng mencapai Rp60,9 miliar dengan laba Rp11,2 miliar. Serapan tenaga kerjanya mencapai 761 orang pekerja.

Eka Prasetya