BUMDes

BUMDes Segara Giri: Uyah Les, Inovasi Garam Kaya Rasa Dari Bali

BUMDes Segara Giri berinovasi menghadirkan garam kaya rasa untuk menambah nilai ekonomis garam Desa Les, Buleleng, Bali.

Ahmad Yunus
BUMDes Segara Giri: Uyah Les, Inovasi Garam Kaya Rasa Dari Bali
BUMDes Segara Giri bekerja sama dengan petani garam tradisional di Desa Les, Buleleng, Bali. Desa Les / Desa Les

Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng terletak di pesisir Bali Utara. Kebanyakan warga bekerja sebagai nelayan dan mengolah aneka potensi hasil alam pesisir. Salah satunya membuat garam tradisional dan biasa dijual ke pengepul dan pasar sekitar.

Kebiasaan warga dalam membuat garam tradisional ini telah berlangsung sejak tahun 1970’an dan menjadi tulang punggung ekonomi hingga saat ini. Melihat potensi garam tradisional yang begitu besar, keberadaan garam ini menjadi tantangan pengembangan bagi desa dan BUMDes Segara Giri untuk berinovasi. Tujuannya agar garam tradisional ini tetap eksis dan mampu memperluas pasar hingga ke restoran dan oleh-oleh wisatawan.

Inovasi pun lahir dengan keunikan dan menghadirkan segmen yang berbeda. BUMDes Segara Giri menghadirkan garam beraneka rasa. Mulai garam rasa kelor, bunga jepun, jeruk limau, bawang putih hingga rosemary lewat merk Uyah Les. Keunikan ini menjadi nilai jual dan produk yang berbeda seperti kebanyakan garam yang ada di pasaran.

Pengolahan garam masih dilakukan secara tradisional di Desa Les, Buleleng, Bali. Menghidupi warga pesisir sejak tahun 1970'an.
Pengolahan garam masih dilakukan secara tradisional di Desa Les, Buleleng, Bali. Menghidupi warga pesisir sejak tahun 1970'an. Desa Les / Desa Les

Inilah inovasi unik hasil kolaborasi BUMDes Segara Giri dan Sentra Garam Desa Les menghadirkan produk garam dapur. Kini, berbagai produk garam kaya rasa ini telah tersebar di restoran sebagai bahan bumbu daging, ikan, dan ayam. Dan menambah nilai ekonomis ketimbang garam pada umumnya.

Pengolahan garam kaya rasa ini memang berbeda seperti kebanyakan garam tradisional. Pengrajin mesti mengolah bahan baku garam maupun bumbu secara matang untuk mengurangi kadar air. Setelah itu, mereka mengemas dalam bentuk plastik seberat 250 gram dengan harga Rp 40 ribu.

Keberadaan produk garam kaya rasa ini mampu mendongkrak nilai jual dengan omset sekitar Rp 500 ribu per bulan. Warga bisa membuat produksi garam kaya rasa seberat 5 kilogram untuk dipasarkan.

Desa Les menjadi tujuan kunjungan wisatawan karena menyimpan keunikan sebagai desa penghasil garam tradisional di Bali.
Desa Les menjadi tujuan kunjungan wisatawan karena menyimpan keunikan sebagai desa penghasil garam tradisional di Bali. Kemenparekraf / Kemenparekraf

Langkah inovasi BUMDes Segara Giri patut diapresiasi untuk mengangkat nilai tambah garam tradisional ini. Hingga saat ini tercatat ada 32 orang petani garam dan menghasilkan ratusan kilogram garam tradisional.

Keterlibatan BUMDes Segara Giri mulai berdampak pada ekonomi warga pesisir. Mereka juga turut memasarkan garam original dengan kemasan yang lebih menarik. Termasuk memenuhi permintaan garam lewat Provinsi Bali sebanyak 3 ton.

Uyah Les menjadi ikon produk dari Desa Les. Kini, lewat merk Uyah Les, desa ini pun semakin terkenal dan menjadi kunjungan wisatawan untuk melihat secara dekat pembuatan garam tradisional khas Bali. Termasuk untuk membeli dan mencoba garam aneka rasa.

Inovasi ini perlahan menjadikan Desa Les sebagai desa wisata yang menghadirkan pengalaman sekaligus pengembangan gastronomi di Bali.

Diplomasi gastronomi garam kaya rasa dari Desa Les hadir di meja makan dan restoran Bali. Semangat ini pun selaras dengan mimpi Presiden Soekarno. Bahwa makanan bisa menjadi medium untuk mengenalkan kekayaan budaya dan alam Nusantara.

Baca Lainnya