BUMDes Rawa Bento Kelola Wisata The Amazon Kerinci
BUMDes Rawa Bento mengelola danau tertinggi di Sumatera. Menjadikan Rawa Bento sebagai ekowisata di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.
Para pemuda di Desa Jernih Jaya sangat beruntung. Sebagai desa penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, desa mereka yang terletak tak jauh dari Gunung Kerinci dan kawasan Gunung Tujuh memiliki banyak lokasi yang berpotensi dijadikan ekowisata.
Di sebelah barat desa mereka terdapat Gunung Kerinci. Di timur berjejer dan berlapis Gunung Tujuh. Gunung itu kumpulan dari tujuh gunung yang mengelilingi sebuah danau yang dinamakan Danau Gunung Tujuh.
Di sebelah desa yang terletak di Kecamatan Danau Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi itu terbentang luas hamparan Rawa Bento, kawasan habitat air tertinggi di Pulau Sumatera, dengan julukan The Amazon Kerinci.
Rawa Bento memiliki pemandangan alam yang eksotis. Dari sana terlihat Gunung Kerinci yang menjulang di sisi barat dan Gunung Tujuh di sisi timur. Rawa Bento menjadi hamparan rawa tertinggi di Sumatera karena berada pada ketinggian 1.375 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Pada 2018 para pemuda Desa Jernih Jaya membentuk Kelompok Ekowisata Rawa Bento yang dikelola BUMDes Rawa Bento di Desa Jernih Raya.
Pengembangan BUMDes Rawa Bento
Ketua BUMDes Rawa Bento, Dozer mengatakan mereka memberi modal bagi pengembangan ekowisata Rawa Bento berupa dua perahu dengan mesin tempel. Tujuannya untuk mengantar dan berkeliling bagi para pengunjung yang ingin menikmati wisata rawa.
“Pada 2018 itu banyak pengunjung lokal yang datang menikmati eksotisnya Rawa Bento, sebab lebih mudah dijangkau daripada naik Gunung Kerinci atau mendaki Gunung Tujuh,” kata Dozer yang juga Ketua Kelompok Ekowisata Rawa Bento.
Sebenarnya, jauh sebelum mereka membentuk kelompok ekowisata, Rawa Bento juga sudah sering dikunjung wisatawan dan peneliti, baik domestik maupun mancanegara.
Mereka ada yang meneliti burung dan primata. Selain itu ada juga yang berkunjung untuk berkemah di pinggir rawa atau berperahu.
“Turis asing dulu paling suka menyewa perahu dayung penduduk dan main kano di Rawa Bento, mereka juga bisa berlama-lama kemping di hutan rawa,” kata Dozer. Turis asing yang datang kebanyakan dari Australia, Belanda, dan Korea.
Rawa Bento memiliki luas sekitar 1.000 hektare dengan ekosistem yang didominasi rumput rawa gambut, hutan rawa kerdil serta danau rawa kecil.
Rawa Bento adalah fenomena geologi yang unik. Dari sejarah geologisnya Rawa Bento merupakan sisa dari Danau Kerinci purba. Akibat sedimentasi dari aliran sungai yang mengelilinginya, danau purba itu mengalami pendangkalan sehingga akhirnya danau tersebut tertutupi oleh hutan rawa.
Dengan perahu pengunjung dibawa menikmati pemandangan hutan rawa kerdil dengan jenis pohon seperti pohon Eugenia spicata, Palaquium, Syzygium, Elaeocarpus, dan Ficus. Pohonnya unik, dengan akar yang selalu terbenam di dalam air.
Rawa Bento juga menjadi habitat puluhan jenis burung, termasuk burung belibis, burung endemik Sumatera. Selain itu juga terdapat satu jenis primata Simpai yang tinggal di atas pohon.
“Akar pohon itu juga menjadi sarang ikan, banyak ikan yang bisa dipancing di Rawa Bento, jadi yang hobi memancing juga sering berkunjung ke Rawa Bento,” kata Dozer.
Satwa besar yang menarik di Rawa Bento adalah kerbau liar yang berkelompok dan merumput di tepi sungai. Kerbau liar itu ada sejak dulu dan hidup alami di hutan Rawa Bento. Namun tetap ada pemiliknya, yaitu beberapa warga desa sekitar Rawa Bento.
“Meski liar kerbau itu tidak berbahaya, tidak pernah menyeruduk orang atau tenda kemping, kerbau itu bisa berenang di sungai untuk pindah,” kata Dozer.
Satu jam perjalanan dengan perahu pengunjung bisa turun di hutan Rawa Bento yang memiliki hamparan rumput yang cukup luas. Lokasi ini titik pemberhentian terakhir, bisa untuk tempat berkemah dan menikmati pemandangan Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh.
Rawa Bento berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, karena itu fasilitas untuk ekowisata hanya boleh untuk berkemah dan tidak diperbolehkan ada homestay di sana.
“Jadi untuk wisatanya benar-benar alami, tidak boleh menambah fasilitas lain, karena berada di dalam kawasan taman nasional, tapi karena alami ini pengunjung senang, terutama peneliti dan wisatawan asing,” kata Dozer.
Sebelumnya, banyak perburuan dan penebangan liar di Rawa Bento. Namun sejak dijadikan untuk ekowisata, perburuan dan penebangan pohon dilarang.
“Sudah ada peraturan Desa Jernih Jaya yang melarang perburuan hewan, termasuk menangkap burung, juga penebangan pohon, ada sanksinya juga sebesar Rp5 juta,” katanya.
Melibatkan Anak Muda Desa
Dozer menjelaskan Kelompok Ekowisata Rawa Bento saat ini dikelola 25 orang anak muda dari Desa Jernih Jaya yang berusia 15-30 tahun. Sebagian dari mereka adalah pelajar yang menyambi sebagai pemandu wisata jika ada pengunjung.
Kelompok ekowisata ini memiliki bangunan posko di dermaga Rawa Bento di Desa Jernih Jaya. Ada beberapa bangunan gazebo dan taman bunga tempat pengunjung bisa menikmati suasana lembah Rawa Bento dengan latar Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh. Di lokasi ini juga ada camping ground dan tempat kegiatan alam terbuka.
“Ke depan kami ingin membuat tenda premium untuk pengunjung di tempat ini,” kata Dozer.
Kelompok Ekowisata Rawa Bento juga menawarkan paket wisata. Ada paket berperahu susur sungai menikmati keindahan alam Rawa Bento hingga berkemah di hutannya. Jika tidak berkemah pengunjung akan diajak berhenti di hutan Rawa Bento paling lama satu jam.
“Paket ini Rp 500 ribu per perahu dengan kapasitas penumpang maksimal 8 orang. Ini yang banyak peminatnya,” kata Dozer.
Paket lainnya adalah paket komplit, yaitu berperahu ke Rawa Bento yang dilengkapi fasilitas makan, minuman teh, buah-buahan, makanan ringan, dan pemandu. Tarifnya satu hari Rp 250 ribu per orang. Sedangkan untuk paket komplit kemping Rp 525 ribu per orang.
“Wisatawan tinggal bawa badan saja dan ini minimal lima orang,” katanya.
Pengunjung juga bisa hanya menyewa perahu untuk diantar dan dijemput, lalu kemping sendiri. Tarifnya per malam Rp 700 ribu.
Pengunjung juga bisa menyewa peralatan kemping di posko Kelompok Ekowisata Rawa Bento, seperti tenda, lampu, sleping bag, dan jaket. Bahkan juga bisa menyewa drone untuk mengabadikan lanskap yang luar biasa.
Pendapatan Dari Ekowisata
Dozer mengatakan saat ini pendapatan dari hasil ekowisata dijadikan modal lagi untuk pengembangan layanan ekowisata. Mereka membeli tambahan perahu, pelampung, tenda, membuat gazebo, membeli meja dan kursi, serta membiayai pembersihan jalur.
“Dari hasil usaha, kami gunakan untuk membeli peralatan sendiri,” katanya. Satu-satunya kendala wisata ini adalah suburnya tanaman eceng gondok hingga menghalangi jalur perahu.
“Perlu banyak mengerahkan tenaga dan dana untuk membersihkan eceng gondok, karena tumbuhnya sangat cepat, apalagi di musim hujan,” katanya.
Dozer menjelaskan pengunjung paling banyak saat akhir tahun, pada musim liburan. Dalam tahun ini pengunjung tertinggi pada Mei lalu 1.474 orang. Tiga bulan terakhir pengunjung berkisar 200 hingga 400 orang.
Ada juga masanya mereka tidak bisa membawa pengunjung berwisata, yaitu ketika hujan lebat dan bajir, karena kiri-kanan sungai tertutup air.
“Itu bisa berlangsung satu hingga dua bulan,” kata Dozer.
Kegiatan ekowisata tersebut menurut Dozer, walaupun belum bisa berkontribusi pada pendapatan desa karena hasilnya masih dijadikan modal pengembangan, tapi sudah memberikan pendapatan kepada pegiat wisatanya.
“Bukan seberapa untung yang kami dapat, tetapi angka pengangguran di desa kami jadi jauh berkurang, anak-anak yang putus sekolah kami ajak ke sini, yang tamat kuliah, tamat SMA, nggak ada kerjaan kami ajak bergabung mengelola Rawa Bento,” ujarnya.
Karena Rawa Bento berada dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, kelompok ekowisata ini dalam waktu dekat berencana akan bekerja sama dengan taman nasional, terutama untuk tiket masuk.
Menurut Dozer banyak potensi yang bisa dikembangkan ke depan, di antaranya wisata kebun kopi atau tempat pengolahan kopi di Desa Jernih Jaya. Juga pengadaan tempat kuliner dan oleh-oleh di lokasi sekitar dermaga Rawa Bento.
“Kata tamu asing yang datang, Rawa Bento adalah tempat yang eksotis, bisa melihat hutan rawa dengan latar Gunung Kerinci, vulkano tertinggi di Sumatera,” katanya.
Wisata Edukasi Taman Nasional Kerinci Seblat
Kepala Seksi Pelayanan dan Pemanfaatan Balai Besar TNKS Andri Naldi mengatakan sejak dulu TNKS Rawa Bento punya potensi besar dikelola sebagai ekowisata. Menurutnya, Rawa Bento adalah habitat penting bagi burung air termasuk burung air migrasi. Terdapat 46 spesies burung.
"Lokasi ini menjadi lokasi tetap sensus burung air Asia sejak 2019 sampai sekarang,” kata Andri Naldi.
Ia mengatakan, sejak awal TNKS ikut mendorong pengelolaan ekowisata Rawa Bento yang dilakukan pemuda Desa Jernih Jaya. Pada 2019 TNKS melakukan penyusunan desain tapak dan site plan dengan Kelompok Wisata Rawa Bento untuk pengelolaan wisata Rawa Bento. TNKS juga memberi bantuan perahu untuk mendukung ekowisata di Rawa Bento untuk Kelompok Ekowisata Rawa Bento.
Andri Naldi menilai apa yang dikerjakan BUMDes Rawa Bento bisa menjadi contoh positif bagaimana kerja sama antara TNKS dengan masyarakat Desa Jernih Jaya bisa berjalan. Pasalnya, keberadaan TNKS yang lestari bisa memberi dampak ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitar. Tanpa mengganggu habitat dan kelestarian yang ada di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera.