Bisnis Nanas Desa Lendang Nangka Utara
Nanas menjadi urat nadi bagi masyarakat Desa Lendang Nangka Utara, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Terkendala akibat harga yang jatuh dan bagaimana peranan BUMDes Genem mengatasi ini.
Hamparan perkebunan nanas terbentang sepanjang jalan utama Kecamatan Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Nanas ini tersedia beragam ukuran dengan berat 2 hingga 3 kilogram per bijinya. Harganya pun murah antara Rp 10 ribu hingga Rp 75 ribu, tergantung jumlah ikatnya.
“Kalau yang besar biasanya satu ikat berisi 5 biji dan jika buahnya kecil, satu ikat berisi 10 biji,” ujar Murnah, salah satu pedagang nanas. Tangannya cekatan sambil mengupas nanas hingga bersih.
Nanas dari Kecamatan Masbagik terkenal karena kualitas manisnya. Tak salah jika buah nanas ini menjadi suguhan utama hotel-hotel di Lombok. Produksi nanas di Lombok ini tergolong produktif.
Jumlah penduduk Desa Lendang Nangka Utara adalah 10.532 jiwa dari 3.456 kepala keluarga dengan rincian laki-laki sebanyak 5.184 orang dan perempuan 5.348 orang. Dari total jumlah petani yang ada, sebanyak 3.654 orang merupakan petani nanas. Desa ini mampu menyumbang 4 ribu sampai 6 ribu ton nanas setiap tahunnya.
Hamparan Nanas Lendang Nangka Utara
Adalah Desa Lendang Nangka Utara salah satu sentra penghasil nanas ini. Luasnya mencapai 900 hektar dan menjadi tulang punggung ekonomi bagi masyarakatnya. Desa ini cukup indah dengan bentang alam berbukit-bukit dan berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Desa Lendang Nangka Utara terbagi ke dalam 12 dusun dengan rata-rata bekerja sebagai petani.
Nanas memang menjadi komoditas utama di desa ini. Dengan mudah kita menemukan perkebunan nanas milik petani Desa Lendang Nangka Utara. Inaq Tony, adalah petani nanas sekaligus pengepul. Ia mewarisi kebun nanas dari kakeknya yang berkebun sejak tahun 1960’an.
Menurutnya, masyarakat di Desa Lendang Nangka Utara menerima bibit nanas dari pemerintah. Tujuannya untuk mengembangkan ekonomi sekitar kawasan taman nasional. Sejak itu, nanas tumbuh baik dan menjadi penghasilan utama warga desanya.
“Nanas menghidupi kebutuhan ekonomi keluarga,” ujar Inaq Tony bangga.
Petani nanas merasakan titik puncak kejayaan nanas terjadi pada awal tahun 2000’an. Tak sedikit petani nanas pergi haji dari hasil panen nanas ini. Mata rantai dan pasar yang baik cukup membuat harga nanas bertahan hingga masa pandemi Covid-19 muncul.
“Untungnya restoran dan hotel tetap menjadi pelanggan utama kami,’ ujarnya. Sekalipun saat ini harga nanas tergolong paling murah akibat musim hujan dan melimpahnya panen buah lain di pasaran.
Pengepul Kecil nanas biasanya dari daerah kampung setempat. Namun untuk pengepul besarnya berasal dari luar desa seperti dari sekitaran Kecamatan Masbagik. Pengepul besar inilah yang membawa nanas-nanas ini sampai ke luar daerah. Bisanya pengepul besar ini mengirim nanas ke Mataram, bahkan sampai ke Pulau Sumbawa.
Namun, pengepul besar ini akan bekerja sama dengan pengepul kecil yang berasal dari Desa Lendang Nangka Utara. Pengepul kecil ini selain menguasai titik lokasi penanaman nanas juga lebih hapal karakter petani nanas. Sehingga peran pengepul kecil cukup penting.
“Saya sudah jadi pengepul nanas sekitar 10 tahun. Dan saya bekerja sama dengan beberapa pengepul besar lainnya," ujar Inaq Tony.
Kerja sama antar pengepul di desa dengan pengepul besar sudah terjalin dengan baik. Inaq Tony menjelaskan bahwa sebelum petani melakukan penanaman, sudah dilakukan komunikasi lebih dahulu dengan pengepul dalam bentuk penyertaan modal, pupuk dan lainnya. Kesepakatan ini menjadi jaminan bagi petani sekalipun harga sesuai pasar.
“Kami dari pihak desa sudah sering membuat kelompok petani nanas dan mengajarkan kepada kelompok untuk melakukan pengolahan buah nanas menjadi produk lain. Namun, kembali kepada kebiasaan dan keberlanjutan pasar yang menjadi kendala. Sehingga petani lebih senang menjual nanasnya dalam bentuk belum diolah,” ungkap Jumawal, Kepala Desa Lendang Nangka Utara.
Jumawal juga mengatakan bahwa rantai pasar nanas saat ini masih panjang sehingga mengakibatkan margin share yang diterima oleh petani kecil. Model rantai pasar saat ini yaitu dari petani ke pengepul kecil tingkat desa, terus ke pengepul besar, selanjutnya pengepul besar akan menjualnya ke pasar besar yang ada di Mataram maupun kota lainnya hingga ke tingkat konsumen.
Peran BUMDes di Bisnis Nanas
Menurut Jumawal, Kepala Desa Lendang Nangka Utara, menjelaskan selama dua tahun terakhir ini harga nanas berada di titik nadir. Masyarakat mengeluh dengan harga murah dan permintaan yang semakin berkurang.
“Kita harus membuka peluang,” ujarnya, salah satunya mendorong BUMDes untuk bergerak memasarkan dan bekerja sama dengan perusahaan olahan nanas. Tak hanya itu, BUMDes juga bisa mendongkrak lewat produk makanan nanas, sehingga menambah nilai ekonomi nanas. Seperti pembuatan keripik, selai, dan minuman segar nanas.
Sayangnya, hingga saat ini BUMDes Genem masih berperan sebagai penyalur saja. Padahal, BUMDes bisa berperan lebih banyak lagi, seperti melakukan pengolahan hingga pemasaran.
Pemerintah Desa Lendang Nangka Utara juga melibatkan kampus dari Universitas Mataram untuk mengembangkan potensi nanas ini. Kerja sama ini menyangkut pembuatan keripik nanas dan pemasaran dengan skala pengembangan bagi rumah tangga.
Selain kampus, pemerintah desa dan BUMDes juga mengajak dinas teknis untuk turun langsung ke petani nanas melakukan program pelatihan maupun bidang pengolahan. Beberapa dinas yang pernah melakukan kerja sama program yaitu Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lombok Timur, Dinas Perdagangan Lombok Timur dan Dinas Perindustrian Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Namun, sayangnya berbagai pendampingan ini belum cukup mendongkrak produk dari desa ini. BUMDes Genem berdiri pada tahun 2017.
Keberadaan BUMDes ini diharapkan mampu memberikan angin segar bagi masyarakat secara umum dan petani nanas secara khususnya. Dengan diberi nama Genem, diharapkan juga nanti pengurus BUMdes akan bekerja dengan tekun dan giat untuk memberikan peningkatan pendapatan bagi masyarkat secara umum dan bagi BUMdes sendiri.
Pada tahun 2017 pemerintah desa telah memberikan suntikan modal bagi BUMDes Genem sebanyak Rp 75 juta. Dana yang ada di BUMDes digunakan untuk memberikan bantuan kepada petani nanas. Namun bantuan yang diberikan oleh BUMDes dalam bentuk barang kebutuhan petani dan tidak memberikan dalam bentuk dana. Hal ini juga sebagai salah satu upaya yang dilakukan BUMDes agar petani tidak salah mengunakan dana yang diberikan.
“Kita dari BUMdes memberikan bantuan dalam bentuk barang dan bukan dalam bentuk dana,” ungkap Khairun Bandrun selaku penanggung jawab BUMDes Genem.
Dengan melihat peran BUMDes yang cukup strategis, maka tahun 2021 Pemerintah Desa Lendang Nangka Utara telah memberikan tambahan modal sebesar Rp 33,5 juta.
“Semoga dengan adanya tambahan modal yang tidak seberapa ini akan mampu meningkatkan kinerja BUMDes,” ungkap Jumawal.
Terobosan lain yang dilakukan oleh BUMdes Genem selama ini yaitu mencari konsumen langsung seperti hotel dan pedagang langsung yang berada di Mataram. Ini dilakukan untuk memperpendek rantai pasar nanas. “Kita masih berperan sebagai perantara, karena terbatas anggarannya,” ujarnya.
Saat ini kepengurusan BUMDes Genem dalam masa transisi karena kepengurusan sebelumnya sudah berakhir. Pemerintah Desa Lendang Nangka Utara pun tengah menyiapkan pemilihan kepala desa baru di tahun mendatang. Sehingga mereka belum menyiapkan manajemen pengelola baru dari BUMDes ini dan sementara diserahkan kepada Khairun Badrun selaku penanggung jawab plus Sekretaris Desa Lendang Nangka Utara.
Jumawal melihat ada ceruk pasar besar seperti event-event pariwisata di Lombok. Produk nanas dari desanya bisa menjadi oleh-oleh bagi para wisatawan domestik maupun internasional. Khususnya, pagelaran seperti balap motor di Sirkuit Mandalika dan mendukung rencana Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.