Wirausaha Sosial Kunci Geliat Desa Dawuhan
Semangat relawan dan kolaborasi antarlembaga menjadikan Desa Dawuhan semakin bergeliat melalui desa wisata. Menumbuhkan semangat wirausaha sosial untuk perubahan.
Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, mulanya, seperti desa-desa terpencil lainnya di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Desa itu sepi dan kebanyakan bekerja sebagai petani. Hasil pertaniannya tak cukup mendongkrak kesejahteraan warganya hingga dianggap sebagai salah satu desa miskin di Banjarnegara.
Namun, sebenarnya desa itu memiliki potensi alam yang bisa diunggulkan. Salah satunya ada Sungai Penaraban yang airnya sangat jernih dan memiliki banyak jeram. Ditambah, kecantikan alam pegunungannya yang hijau dan membuat setiap pasang mata akan takjub memandang.
Salah satu warganya, Arwanto dan sejumlah pemuda desa berusaha mengembangkan potensi itu menjadi objek wisata. Mereka ingin agar desanya maju seperti desa lainnya di Banjarnegara. Tentu mimpi mereka tak mudah untuk membuka sebuah usaha agar mendongkrak kesejahteraan ekonomi desa dan warganya.
Bahkan tak sedikit warga pesimis dengan ide gila Arwanto dan kawan-kawannya untuk membuka tempat wisata yang tak mengenal Desa Dawuha.
“Warga mikirnya, apa iya di desa terpencil bisa dibangun wisata. Banyak yang mencemooh,”kata Arwanto, salah satu penggagas sekaligus pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Tirta Penaraban, mengelus dada.
Bukan hanya harus menebalkan telinga menghadapi cibiran warga. Pihaknya juga berhadapan nyata dengan masalah permodalan. Membangun objek wisata tentu saja tak murah dan butuh uang yang besar. Baik dana yang berasal dari investor, udunan warga, dukungan dari desa yang memiliki sumber dana desa. Menggelontorkan dana butuh kepercayaan dan dukungan dari berbagai pihak.
Beruntung gagasan Pokdarwis Tirta Penaraban mendapatkan gayung bersambut. Pemerintah Desa Dawuhan menilai ide kelompok pemuda kreatif itu untuk mengembangkan wisata di desa. Toh selama ini Pemerintah Desa Dawuhan juga ingin melakukan perubahan dengan wajah desanya. Terlebih untuk mengangkat berbagai potensi desa dan warga sekitar.
Dukungan BUMDes Brayan Mukti
Dukungan nyata datang melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Brayan Mukti. Pemerintah desa menggelontorkan modal untuk membangun wisata minat khusus, salah satunya wisata tubing atau arung sungai dengan menggunakan karet ban.
Aliran Sungai Penaraban yang deras dan banyak jeram memang cocok untuk dikembangkan wisata tubing. Arwanto sendiri sebelumnya adalah bagian dari tim rescue The Pikas, wisata arung jeram di Sungai Serayu yang terkenal di kalangan pecinta wisata adrenalin. Dengan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki, tak susah baginya untuk mengembangkan objek wisata serupa di desanya.
"Saya basic nya di rescue, jadi ingin mengembangkan wisata air di desa sendiri,”katanya.
Menariknya, mereka yang tergabung dalam kelompok wisata ini rata-rata relawan kebencanaan atau Desa Tangguh Bencana (Destana). Maklum, Desa Dawuhan, juga desa-desa sekitarnya di Kecamatan Wanayasa masuk zona merah rawan longsor.
Arwanto dan teman-temannya yang selalu siaga menjalankan tugas kemanusiaan tanpa bayaran, mencoba mencari “sampingan” yang menghasilkan.
Bagaimanapun, mereka punya keluarga yang harus dinafkahi. Sementara waktu mereka banyak tercurah untuk kerja-kerja sosial yang tak komersial. Namun awal-awal pembukaan wisata itu pun belum cukup menghasilkan. Arwanto dan para pekerja lain bahkan rela tak menerima gaji dari 2016 sampai 2019 karena minimnya pemasukan.
“Ketika pulang ke rumah tidak bawa apa-apa, istri sampai bilang, mau sampai kapan jadi relawan,”katanya getir.
Saat banyak anggota kelompok berguguran, Arwanto dan beberapa anggota yang tersisa masih konsisten memerjuangkan. Kendala itu coba diatasi dengan menciptakan inovasi.
Jika hanya mengandalkan wahana tubing, rasanya masih kurang untuk menggaet wisatawan. Terlebih, wahana itu hanya diminati kalangan tertentu karena termasuk wisata minat khusus. Pengelola akhirnya berinisiatif membuka kolam renang di sisi sungai untuk melengkapi paket wisata yang sudah ada.
Kolaborasi Bersama BUMDes Brayan Mukti
Ketua BUMDes Brayan Mukti Anisa Anis Wulandari mengatakan, setelah membantu perlengkapan tubing, Pemerintah Desa Dawuhan melalui BUMDes Brayan Mukti kembali menggelontorkan dana ratusan juta untuk membangun kolam renang di objek wisata Dawuhan.
Mereka menawarkan kolam renang yang unik karena berada di areal persawahan desa. Dengan membayar tiket Rp 10 ribu, pengunjung bisa bermain air dari sumber mata air langsung sembari menikmati alam pedesaan.
Kehadiran kolam renang dengan nuansa beda ini ternyata disambut hangat wisatawan. Jumlah pengunjung naik signifikan. Wahana kolam renang menambah menu wisata Dawuhan yang lebih menarik semua kalangan.
Wahana itu berhasil menjadi magnet baru yang mampu mendongkrak kunjungan. Keberadaan wisata Dawuhan perlahan mengubah wajah desa yang sudah lama tertinggal.
"Setelah tubing, pemerintah desa menganggarkan untuk membuat kolam renang,”kata Anisa.
Tak berhenti di situ saja. Pengelola terus berinovasi agar destinasi tak membosankan. Mereka membangun Pasar Rengrang di dalam komplek wisata yang menjajakan makanan tradisional. Uniknya, untuk memasuki pasar yang buka tiap Minggu ini, pengunjung harus menukar rupiah mereka dengan koin batok yang disediakan.
Dengan koin yang satunya senilai Rp 2000 itu, pengunjung bebas menukarnya dengan aneka jajanan tradisional dan khas daerah tersebut. Ada belasan lapak yang mewakili seluruh warga Desa Dawuhan.
Keberadaan Pasar Rengrang menjadi daya tarik baru bagi para wisatawan untuk berkunjung. Perputaran uang yang cukup besar di pasar itu berimbas pada meningkatnya kesejahteraan warga.
“Ibu-ibu di sini senang, karena hari Minggu bisa dagang, ada pemasukan untuk mereka,”kata Anisa sambil tersenyum.
Sumbang PAD dan Kegiatan Sosial
Pendapatan dari sektor wisata bukan hanya mampu menyejahterakan warga. Lebih dari itu, wisata tersebut mampu memberikan pemasukan bagi desa melalui Pendapatan Asli Desa (PADes).
Modal yang dikeluarkan desa untuk pengembangan wisata nyatanya tidak sia-sia. Dari usaha pariwisata tersebut, desa mendapatkan pemasukan tiap tahunnya. Ia mengatakan, setiap tahun, wisata Dawuhan mampu menyisihkan Rp 50 juta untuk PADes dan kegiatan sosial.
"Sisanya untuk operasional, menggaji karyawan dan pengembangan wisata,”kata Ketua Pokdarwis Tirta Penaraban, Ratno. Menariknya, selain untuk operasional dan PADes, pengelola masih bisa menyisihkan penghasilan dari sektor wisata untuk kegiatan sosial.
Sebagian pemasukan digunakan untuk memfasilitasi perlengkapan pemakaman jika ada warga desa yang meninggal. Pihaknya tak ingin keluarga yang dilanda musibah kematian bertambah beban. Terlebih bagi keluarga yang tidak mampu, untuk membeli perlengkapan perawatan jenazah pastinya keberatan.
Karena itu, pengelola wisata berinisiatif meringankan beban warga dengan memfasilitasi perlengkapan pemakaman, mulai kafan, minyak wangi, hingga air hangat untuk memandikan jenazah.
“Tapi ini tidak pandang bulu, semua warga baik yang mampu dan tidak, difasilitasi. Sampai air hangat untuk memandikan, kita yang sediakan,”kata Ratno.
Di luar itu, pengelola Wisata Dawuhan juga masih bisa menyisihkan sebagian pendapatan untuk membiayai kegiatan masyarakat, misal pengajian atau kegiatan pemuda. Kontribusi Wisata Dawuhan kepada masyarakat Desa Dawuhan ini perlahan mampu mengubah pandangan miring sebagian masyarakat yang tidak suka terhadap kegiatan wisata di desanya.
“Ya setelah merasakan manfaatnya, warga kini mendukung,”katanya.
Tekan Pengangguran, Perbaiki Lingkungan
Keberadaan Wisata Dawuhan membawa angin segar bagi masyarakat di desa terpencil itu. Objek wisata tersebut mampu menekan angka pengangguran di desa. Kegiatan pariwisata memberikan alternatif matapencaharian di luar sektor pertanian.
Ia mengungkapkan, pekerja tetap yang tiap hari bertugas di objek wisata Dawuhan berjumlah 6 orang dengan gaji bulanan. Di luar itu masih ada tukang parkir, pedagang, hingga relawan rescue yang jumlahnya cukup banyak.
Bahkan, saat momen puncak kunjungan (peak season), misal libur lebaran, tenaga kerja yang terserap jauh lebih besar mencapai ratusan orang. Saat itu, para pedagang merekrut banyak karyawan agar tak kewalahan melayani pelanggan.
Pihaknya juga harus menambah banyak pekerja untuk membantu di rescue atau bidang pekerjaan lain untuk melayani wisatawan.
“Saat lebaran, sehari bisa 2000’an wisatawan ke Dawuhan,”kata Ratno.
Dampak ikutan lain, pengembangan wisata ini sejalan dengan misi perbaikan lingkungan. Sebelum ada kegiatan wisata, sungai Penaraban cukup tercemar. Warga biasa membuang sampah ke sungai melalui jembatan. Terlebih saat kemarau, sampah hanya menumpuk di dasar sungai dan tak bisa hanyut karena kondisi air yang surut.
Pihaknya bahkan kerap siaga di sekitar jembatan untuk mencegah dan menghalau warga yang hendak membuang sampah di sungai. "Bahkan sampai mau berantem. Setelah kantong isi sampah dilempar ke sungai, kami suruh dia ambil lagi, " katanya
Pencemaran sampah bukan hanya meresahkan warga, namun juga merusak ekosistem sungai. Belum lagi perilaku para pencari ikan yang menggunakan cara ilegal, misal setrum atau racun untuk mendapatkan tangkapan.
Namun, segala persoalan itu dengan sendirinya teratasi setelah sungai dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Warga tak lagi berani membuang sampah di sungai karena ada aktivitas wisata yang ramai di sana. Begitupun aktivitas penangkapan ikan dengan cara ilegal, kini sudah jauh berkurang.
Ini tentunya berdampak positif bagi kelestarian sungai. Selain bebas pencemaran, kehidupan ekosistem sungai berangsur pulih. "Ikan yang dulu gak ada, sekarang sudah banyak, " kata Ratno.
Wajah Desa Dawuhan kini tak lagi seperti dulu. Perekonomian lokal bergerak melalui pengembangan desa wisata. Aksi nyata membuat desanya semakin bergeliat. Semangat perubahan menyala terang pada warganya.