Desa

Pulau Papan: Pesona Wisata Desa Kadoda

Pulau Papan di Togean masuk dalam kawasan cagar biosfer dunia sejak 2009 oleh UNESCO. Modal penting mendongkrak wisata berkelanjutan yang lestari.

Zulkifli Mangkau
Pulau Papan: Pesona Wisata Desa Kadoda
Pulau Papan masuk dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean dan menyimpan keragaman hayati yang tinggi. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Bulan Juli siap menyambut musim liburan panjang di berbagai tempat wisata di Indonesia. Salah satunya mengunjungi objek wisata, seperti Pulau Papan yang berada di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean.

Pulau Papan begitu familiar di telinga para pelancong lokal maupun mancanegara. Di Pulau Papan, para wisatawan akan disuguhkan dengan berbagai pemandangan alam bawah lautnya yang indah, lanskap hutan, dan keramahan masyarakatnya.

“Saya tidak akan bosan, jika waktu libur akan saya habiskan berkunjung ke Pulau Papan,” kata Al Azis, pengunjung.

Secara administrasi wilayah Pulau Papan berada di Desa Kadoda, Kecamatan Talatako, Tojo Una-una, Sulawesi Tengah. Pulau Papan masuk dalam wilayah perlindungan konservasi penuh oleh Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT). Keanekaragaman hayati yang tinggi membuat tempat ini dilindungi oleh pemerintah agar lingkungannya tetap terjaga dan asri. Aksesnya pun sangat mudah. Ada banyak moda air atau transportasi laut kapal pengangkut barang dan penumpang yang bisa jadi pilihan.

Dari segi estimasi jarak tempuh, butuh waktu sekitar empat sampai lima jam jika cuaca dan kondisi laut tidak bergelombang. Tapi jika cuaca sedang tidak bersahabat, perjalanan menuju Pulau Papan membutuhkan waktu sampai 6 jam lamanya menggunakan kapal penumpang.

Pulau Papan sendiri terletak di sebuah gugusan batu karang yang menjulang tinggi. Lalu masyarakat membangun pemukiman untuk ditinggali. Secara kultural warga yang tinggal di Pulau Papan masyarakatnya majemuk. Ada beragam suku seperti Suku Bajo, Ta, Bare, Togean, Saluan, dan Gorontalo yang menghuni pulau kecil di tengah lautan Tomini tersebut.

Sebutan Pulau Papan berangkat dari model hunian masyarakat yang hampir keseluruhan di bangun dari kayu dan berbentuk panggung yang berdiri kokoh di atas permukaan air laut. Dan ditambah lagi pemerintah membangun infrastruktur jembatan sepanjang 1 kilometer untuk menghubung masyarakat ke pusat Desa Kadoda. Juga mempermudah anak-anak untuk berangkat ke sekolah dan mendukung aktivitas kehidupan lainnya.

Pemandangan kampung dan rumah warga bisa dilihat dari puncak karang batu yang tidak begitu jauh dari pemukiman. Dari atas puncak wisatawan akan disuguhkan lanskap alam Togean yang asri dan hamparan karang-karang yang dibalut air laut yang berwarna hijau tosca. Puncak batu karang menjadi spot favorit para pelancong dan juga jadi tempat belajar dan bermain anak-anak di sore hari.

Selain Pulau Papan, objek wisata yang bisa dikunjungi lainnya adalah gua kelelawar yang terletak tidak begitu jauh dari kampung yang masih masuk dalam area Desa Kadoda. Transportasi ke gua wisata membutuhkan perahu, karena perahu adalah satu-satunya transportasi yang dipakai oleh masyarakat Kadoda dan Togean pada umumnya.

Setelah banyak dikunjungi wisatawan Pulau Papan menjadi terkenal. Pulau ini dijadikan ikon jualan pariwisata pemerintah daerah Kabupaten Tojo Una-una, dan menjadi objek wisata primadona dari Desa Kadoda, yang fokus jualan wisatanya bukan hanya terfokus pada bawah laut, tapi mulai beragam seperti wisata hutan, gua kelelawar, pantai, dan kunjungan komunitas.

Pulau Papan berkembang menjadi wisata laut. Menyimpan keragaman hayati yang tinggi dan ditelah ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO sejak 2009.
Pulau Papan berkembang menjadi wisata laut. Menyimpan keragaman hayati yang tinggi dan ditelah ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO sejak 2009. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Dulu, sebelum Pulau Papan dan wilayah Kepulaun Togean masuk dalam kawasan perlindungan taman nasional, statusnya ialah taman wisata laut. Lalu pada rentang tahun 1982 hingga 2004 diusulkan menjadi Taman Wisata Alam, Kawasan Daya Tarik Wisata, dan Kawasan Ekowisata Bahari. Langkah ini diambil karena nama Togean mulai mendunia dengan wisata baharinya dan wisatawan mancanegara mulai berbondong-bondong mengunjungi Kepulauan Togean.

Perubahan penentuan kawasan di Kepulauan Togean tidak berhenti di situ saja. Pemerintah melirik upaya perlindungan kawasan ini agar kehatinya lebih terjaga melalui pengusulan menjadi taman nasional.

Usulan itu dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tojo Una-una pada tahun 2006 dan baru tahun 2007 terealisasi. Kini, seluruh kawasan Kepualau Togean masuk dalam Taman Nasional Kepulau Togean. Luasnya sekitar 365 hektar lebih.

Namun, sebelum kawasan Kepulauan Togean ditunjuk sebagai taman nasional, masyarakat sudah lebih dulu bermukim di sepanjang pesisir, hutan, dan sekitar kawasan lainnya. Masyarakat yang menghuni hampir seluruh kawasan Togean sangat menggantungkan hidup mereka dengan sumber daya alam yang ada dan ekosistem di seputaran kawasan Togean yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka seperti berburu, bertani, berkebun, dan menangkap ikan di laut.

“Dari kecil saya tinggal Togean, dan sudah merasakan manfaat dari hasil laut dan buminya,” kata Sardin Matorang, warga Desa Kadoda yang tinggal di Pulau Papan.

Hasil laut menjadi tulang punggung ekonomi warga di Kepulauan Togean. Pemerintahan Kabupaten Tojo Una-una tengah mengembangkan wilayah ini menjadi lokasi wisata yang lestari.
Hasil laut menjadi tulang punggung ekonomi warga di Kepulauan Togean. Pemerintahan Kabupaten Tojo Una-una tengah mengembangkan wilayah ini menjadi lokasi wisata yang lestari. Lokadata / Lokadata

Ekonomi Penggerak

Pekerjaan warga Desa Kadoda mayoritasnya adalah nelayan. Hasil perikanan tangkap dari desa ini sangat menjajikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hanya saja, jika cuaca buruk sedang melanda hasil yang didapatkan tidak begitu melimpah.

Potensi perikanannya seperti ikan demersal, lobster, teripang, dan gurita dijual kepada pembeli tingkat desa. Dari sekian banyak potensi laut yang ada, perikanan gurita lah yang cukup menjajikan bagi warga desa. Sebab, permintaan gurita di pasaran sangat tinggi dan sumber dayanya ada di Kadoda. Hanya saja, harga jual dari gurita selalu pasang surut dan terkadang membuat para nelayan tidak begitu bersemangat.

“Warga sini banyak yang mencari gurita, dan hasilnya lumayan banyak,” jelas Sardin.

Menurut Sardin, pekerjaan warga Desa Kadoda dan orang-orang yang tinggal di Pulau Papan adalah pekerjaan gado-gado. Misalnya, pagi hari mereka turun memancing gurita, sore hari pergi menangkap ikan atau ada juga yang berangkat ke kebun, dan malam mencari teripang.

“Kadang juga mereka ‘ba jubi’, memanah ikan di malam hari,” tuturnya.

Hasil perikanan tangkap selama ini menjadi tulang punggung ekonomi bagi warga desa, ditambah dengan pendapatan sampingan dari bertani dan berkebun. Selain itu, beberapa warga yang mulai sadar desanya masuk dalam kawasan objek wisata mulai memanfaatkan peluang tersebut dengan mengubah bentuk rumah mereka menjadi homestay.

“Keuntungan dari homestay itu lumayan, meskipun tidak sebesar pendapatannya seperti resort yang sudah ada tapi bisa mencukupi untuk kebutuhan hidup,” terang Darwis Ambotang, pelaku usaha homestay di Pulau Papan.

Darwis, yang juga merupakan warga Kadoda asli yang sudah tinggal lama di Pulau Papan melihat peluang homestay sebagai usaha yang menjajikan. Aktivitas wisatawan yang begitu tinggi yang memacu dirinya terjun dalam usaha tersebut.

Dia sadar, potensi alam yang dimiliki Togean begitu tinggi. Ke mana saja bisa menangkap ikan dan bisa berkebun atau bertani, tapi sekali waktu akan terhalangi oleh kendala alamiah seperti cuaca buruk. Jelas akan menghambat pekerjaan dan berdampak pada penghidupan. Makanya inisiatif membuat homestay muncul.

Atas kesadaran Darwis itulah yang membuat dirinya membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Kadoda, Pulau Papan. Darwis mengajak beberapa warga desa lainnya untuk ikut terlibat dalam pengelolaan wisata di Kadoda, salah satunya adalah Sardin.

Pokdarwis Kadoda melibatkan warga untuk mengelola homestay sebagai sarana pendukung bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Papan.
Pokdarwis Kadoda melibatkan warga untuk mengelola homestay sebagai sarana pendukung bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Papan. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Membangun Desa

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tojo Una-una Dalam Angka 2023, pada tahun 2022 jumlah wisatawan domestik meningkat sebesar 168 persen. Kondisi kunjungan wisatawan ini sudah lebih baik dibandingkan pada tahun 2021 yang minim pengunjung karena pemberlakuan PPKM. Pandemi membuat nadi pariwisata Togean melemah dan tidak sedikit pelaku usaha pariwisata yang gulung tikar.

BPS sendiri mencatat, sejak tahun 2021 jumlah kunjungan wisatawan dan domestic di Kabupaten Tojo Una-una sebesar 7.990 pengunjung. Wisatawan domestik mendominasi sebanyak 7.973 dan mancanegara hanya 17 pengunjung. Akan tetapi, pada tahun 2022 tren kunjungan pelancong ke Tojo Una-una meningkat. Wisatawan domestik sebanyak 13.407 pengunjung dan mancanegara 1.742. Jika ditotalkan pada tahun 2022 sebanyak 15.149 pengunjung domestic dan mancanegara mengunjungi objek-objek wisata di Tojo Una-una.

Objek wisata di Tojo Una-una paling banyak adalah Pantai. Jika diurutkan sebaran objek wisatanya terdiri dari 33 objek wisata pantai. Sementara objek wisata lainnya yang tercatat oleh BPS ialah wisata pemandian sebanyak tujuh lokasi, air terjun lima lokasi, dan wisata hutannya sebanyak tujuh lokasi.

Sangat disayangkan dengan vegetasi yang cukup tinggi, tapi wisata hutan di Kepulauan Togean sangat minim. Ini disebabkan jualan Togean memang fokus pada isu baharinya. Padahal, tutupan hutan di Tojo Una-una, khususnya Kepulauan Togean kaya akan kehatinya mulai dari spesies tanaman lokal hingga satwa liar endemik asli Togean yang sangat beragam.

Dari awal juga Togean sudah dikenal dengan wisata alam bawah lautnya, yang kemudian pada tahun 2009 UNESCO menetapkan sebagai sebagai cagar biosfer dunia menyusul Lore Lindu yang telah lebih awal ditetapkan sebagai cagar biosfer di Sulawesi Tengah.

Untuk wisata gunung apinya Tojo Una-una hanya memilik tiga lokasi wisata. Wisata situs sejarah sebanyak 29 lokasi, dan agrowisata menduduki peringkat paling terbawah dalam daftar objek wisata dengan empat lokasi saja.

Namun, keindahan Togean tidak berbarengan dengan upaya pelestarian yang muncul secara kolektif baik dari pemerintah dan masyarakat. Masalah yang muncul banyak perilaku destruktif terhadap sumber daya yang ada seperti maraknya illegal logging dan masih masifnya bom ikan di laut Togean.

Berangkat dari permasalahan itu, Darwis dan Sardin bersama Pokdarwis dan kelompok pengawas masyarakat yang mereka inisiasi mengambil peran-peran beberapa pihak yang kosong tersebut. Sebab mereka sadar, keberlanjutan lingkungan mereka sangat penting untuk generasi ke depannya.

“Saya bersyukur berkat ada kelompok pengawasan ini beberapa masyarakat mulai sadar. Dan kami juga menawarkan Solusi pengganti mata pencaharian yang lebih aman dan nyaman. Salah satu bisa mencari ikan dengan pukat atau terlibat dalam promosi pariwisata melalui Pokdarwis,” ujar Sardin yang juga sebagai Ketua Kelompok Pengawasan.

Langkah-langkah yang diambil Sardin dan Dawris memang terbilang sederhana, tapi memang begitulah harapan mereka dan masyarakat Desa Kadoda. Mereka ingin hidup sederhana dan berkecukupan dengan sumber daya alam yang ada, tanpa harus dirusak agar bisa dirasakan oleh anak cucu mereka di kemudian hari.

Baca Lainnya