Desa

PBB Hadir Di Desa Sumurgung Produksi Batik Alami

Para perempuan di Desa Sumurgung, Tuban, Jawa Timur bergabung ke dalam PBB. Geliatkan kembali produksi batik alami.

Zulkifli Mangkau
PBB Hadir Di Desa Sumurgung Produksi Batik Alami
Desa Sumurgung kini mengembangkan batik alami karena lebih aman untuk lingkungan dan kesehatan para pengrajinnya. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Desa Sumurgung yang terletak di Kecamatan Tuban, Jawa Timur, adalah desa yang sederhana. Desa ini dikenal sebagai desa penghasil batik di Tuban dan banyak dijual ke beberapa kota dan luar provinsi.

Namun, nama Sumurgung tidak begitu tersohor seperti daerah lain penghasil batik sebut saja Pekalongan, Solo, Cirebon, Tulungagung, Yogyakarta, dan Madura yang sudah terkenal sebagai penghasil batik paripurna. Baik dalam skala produksi rumahan hingga pabrikan. Pewarna sintetis ataupun warna alami. Nama daerah-daerah ini sudah pasti diketahui banyak orang.

Berbanding terbalik dengan Desa Sumurgung yang tengah berbenah dan ingin tumbuh melalui gerakan-gerakan membatik yang lebih ramah lingkungan. Dengan keinginan yang kuat itulah, pengrajin batik perempuan di Sumurgung sepakat membuat sebuah komunitas. Mereka memberi nama “Putri Berdikari Batik” atau disingkat dengan PBB.

“Kami awalnya banyak, tapi yang aktif sekarang sisa 13 orang saja,” kata Warsimah, Ketua PBB.

PBB sendiri terbentuk pada tahun 2018. Komunitas ini didirikan bukan tanpa alasan. Ada dasar sejarah panjang sehingga para pengrajin mau berkumpul dan berserikat di desa mereka. Salah satunya soal para leluhur mereka yang gemar membatik dan terus berlangsung sampai dengan saat ini.

Selain itu, alasan paling mendasar lainnya adalah soal keresahan mereka terhadap alur produksi batik yang masih konvensional. Saat ini banyak pelaku batik yang menggunakan bahan sintetis kimia. Padahal sejak dulu tidak pernah digunakan oleh orang tua mereka.

“Bahan sintetis itu yang membuat saya berhenti dari produksi batik. Saya merasakan gatal-gatal,” ujar Tumila, anggota kelompok PPB kepada kanaldesa.

Gejala itu bahkan dirasakan oleh banyak anggota PBB dan mereka memilih berhenti dari industri batik. PBB menjawab persoalan ini melalui gerakan perubahan dari desa dengan menggaungkan kembali tradisi membatik alami.

“Bahan alami yang dipakai kami riset sendiri dari lingkungan sekitar. Dari daun rambutan, mangga, hingga dedaunan yang bisa menghasilkan warna yang bagus,” jelas Warsimah.

Ide menggunakan kembali bahan alami menuai hal positif. Baik dampaknya pada lingkungan maupun kesehatan para pengrajin. Rasa gatal dan sesak tak lagi mereka rasakan. Para pengrajin sumringah dengan dampak yang mereka rasakan.

Permintaan akan batik alami semakin tinggi dibandingkan dengan batik pewarna sintetis. Tingginya kesadaran akan produk ramah lingkungan.
Permintaan akan batik alami semakin tinggi dibandingkan dengan batik pewarna sintetis. Tingginya kesadaran akan produk ramah lingkungan. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Penggerak Desa

Setelah berjalan lima tahun lamanya, PBB telah memproduksi puluhan motif dan telah dijual ke berbagai daerah dan kota. Ide mereka soal membatik menggunakan bahan alami kian populer. Kerja-kerja mereka dilirik oleh berbagai pihak, utamanya pemerintah setempat. Dukungan pun terus mengalir dan membuat produksi batik mereka lancar karena mengejar banyak pesanan.

Batik hasil produksi PBB juga telah banyak mengikuti pameran dan fashion show yang mendukung kerja-kerja eco fashion. Melalui kegiatan ini produk batik alami PBB mulai dikenal. Kegiatan mereka di desa juga menjadi alasan inisiatif desa membuat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk memperkenalkan kekayaan budaya Desa Sumurgung kepada banyak orang agar bisa menyandang status desa wisata.

Hampir setiap harinya kelompok PBB berkumpul dan membatik. Untuk waktu pertemuan mereka menyepakati secara mandiri. Dalam kelompok PBB, kebersamaan adalah paling penting dan rasa memiliki yang tinggi.

Warsimah dan anggota kelompok PBB tidak berjalan sendirinya di desa. Mereka turut dibantu oleh sebuah lembaga swadaya yang bekerja untuk masyarakat khususnya dalam kerja-kerja perbaikan lingkungan. Lembaga itu adalah Sahabat Pulau Indonesia yang bekerjasama dengan Baznas dan mendampingi kelompok PBB sejak komunitas ini didirikan.

Tujuannya untuk mendukung progam eco fashion community dalam membuat produk yang berkelanjutan atau lebih sustain. Batik dipilih karena sudah lekat dengan kehidupan sehari-hari, sebagai kebutuhan sandang. Baik produksi menjadi kaos, celana, hingga kebutuhan lahiran (bedong dan gendongan bayi).

Putri Berdikari Batik atau PBB menjadi tempat berkumpulnya pengrajin batik alami di Desa Sumurgung, Tuban, Jawa Timur.
Putri Berdikari Batik atau PBB menjadi tempat berkumpulnya pengrajin batik alami di Desa Sumurgung, Tuban, Jawa Timur. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Namun, tidak sedikit para pengrajin atau produksi rumahan hingga pabrikan memperhatikan bahan yang digunakan dalam membatik. Dalam banyak penelitian dan riset, bahan sintetis banyak digunakan karena lebih murah dan mudah dijangkau sehingga bahan alam luput dari perhatian. Alhasil, dampak negatif dari penggunaan bahan sintetis terus mengincar baik kesehatan juga lingkungan sekitar akibat dari limbah yang dihasilkan.

Eco fashion membuka ruang baru terhadap seni batik. Ini merupakan upaya baru terhadap tren pakaian atau fashion,” kata Musyawir pendamping lapangan program eco fashion.

Musyawir menjelaskan, sekarang ini banyak pihak kurang memperhatikan bagaimana alur pembuatan batik dan akhirnya menjadi masalah. Makanya, SPI dan Baznas berkolaborasi membangun kesadaran masyarakat dari tingkat tapak untuk menyelamatkan lingkungan, tapi dengan adanya dampak positif, utamanya dari beberapa aspek.

“Persoalan kesehatan, ekonomi, dan lingkungan akan berjalan beriringan jika konsep eco fashion yang dibangun dan dikerjakan oleh masyarakat ini terus dipelihara dan dikerjakan secara bersama, utamanya masyarakat itu sendiri.”

Kebersamaan menjadi kunci bagi PBB untuk meningkatkan kualitas batik alami agar lebih diterima oleh pasar.
Kebersamaan menjadi kunci bagi PBB untuk meningkatkan kualitas batik alami agar lebih diterima oleh pasar. Zulkifli Mangkau / Kanal Desa

Peluang

Musyawir sadar, menggerakan semangat kelompok PBB banyak menemui tantangan dan kendala. Apalagi soal hasil yang didapatkan dari sebuah perkumpulan dan manfaatnya, khususnya dari segi pendapatan. Tapi, keraguan itu perlahan-lahan terjawab dengan hasil pesanan batik yang didapat oleh kelompok.

“Tantangan sekarang ini soal pemasaran untuk menembus pasar besar batik yang sementara dikejar oleh PBB,” terang Musyawir sekali lagi.

Pasar besar yang dimaksud Musyawir itu ialah penjualan yang lebih massif hingga menembus pasar nasional hingga ekspor internasional. Seperti yang telah diraih oleh beberapa produksi batik yang tersebar di Indonesia pada umumnya.

Desa Sumurgung berada di pesisir pantai utara Jawa. Sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan juga pewaris batik tradisional yang sudah turun temurun.
Desa Sumurgung berada di pesisir pantai utara Jawa. Sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan juga pewaris batik tradisional yang sudah turun temurun. Lokadata / Lokadata

Data dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kementerian Perindustrian tahun 2021, ada 3.159 unit usaha batik yang tercatat di Indonesia. Dari skala rumahan hingga produksi pabrikan, skala besar dan kecil, juga skala mikro-kecil menengah.

Di Jawa Timur sendiri, data BBKB ada sekitar 176 usaha mikro-kecil menengah batik, dan ada 40 industri batik skala besar-sedang. Jawa Timur menduduki peringkat kedua untuk pengrajin batik di pulau Jawa. Di atasnya ada Jawa Tengah dengan produsen batik skala mikro-kecil menengah sebanyak 2.191 dan industri skala besarnya sebanyak 108 unit usaha.

Pada tahun yang sama, Indonesia mengekspor batik ke luar negeri seperti Amerika, Inggris, Malaysia, Fiji, Thailand, Kanada, Turki, dan Jepang dengan total eskpor senilai 35,45 juta dollar. Dan Amerika adalah negara tujuan eskpor terbesar sebanyak 1.211 ton dengan total nilai ekspornya 24,7 juta dollar.

Selain beberapa negara di atas, Perancis yang dikenal sebagai negara demam fashion dunia, sempat membeli produk batik dari Indonesia, tapi mulai berkurang sejak pandemi melanda.

Reputasi batik Indonesia dikenal oleh dunia sejak lama. Apalagi saat dinobatkan sebagai warisan dunia oleh Unesco pada tahun 2009. Batik semakin dikenal dan diburu. Pusat perbelanjaan fashion berebut memakai batik untuk jualan dagangan mereka.

Dengan hadirnya peluang ekspor batik Indonesia ke luar negeri, kabar ini merupakan angin segar buat kelompok PBB. Produksi batik mereka yang mengandalkan bahan alami bisa menjadi modal untuk bersaing dalam kancah ekspor batik.

Hal ini senada dengan komitmen menghadirkan batik alami dalam tren pakaian atau fashion pada umumnya. Bahkan pada tahun 2011 telah dibahas upaya bersama membangun kesepakatan untuk mendukung produksi batik alami, memperhatikan, dan memberi perlindungan pada alam dan lingkungan. Kesepakatan itu disepakati pada world batik summit di Jakarta.

Harapan kelompok PBB tentu ingin menembus pasar ekspor tersebut, apalagi ada peluang besar yang ada di depan mata. Hanya saja, mereka ingin menggencarkan produksi dan penjualan ditingkat lokal dan menyebarkan energi membatik alami di desa lain yang ada di Tuban.

“Kami ada impian. Tumbuh besar secara bersama, dan bisa memberikan hal positif kepada pengrajin batik lainnya,” harap ketua PBB tersebut.

Baca Lainnya

Ragam kisah dalam motif batik Kudus
Desa

Ragam kisah dalam motif batik Kudus

Secara umum batik Kudus tergolong sebagai batik pesisiran dengan ciri khas kaya warna dan mencolok. Bukti adanya persilangan budaya antarbangsa.

Noor Syafaatul Udhma

Geliat dan peluang lain setelah sukses industri di Kudus
Desa

Geliat dan peluang lain setelah sukses industri di Kudus

Hampir 80 persen ekonomi Kabupaten Kudus ditopang industri pengolahan. Sektor lain bisa memanfaatkan hal itu dengan jeli melihat peluang dan pasar serta kerjasama antar industri besar, sedang, hingga skala mikro kecil menengah.

Afthonul Afif

Ulat sutra di kolong rumah orang Pising
Desa

Ulat sutra di kolong rumah orang Pising

Industri sutra adalah satu dari sekian usaha yang koyak dihantam pandemi. Di Desa Pising, hingga kini ada 300 kg benang sutra yang bertumpuk karena kurangnya aktivitas tenun sejak tahun lalu. Desa di Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng ini sejak 1960-an, jadi sentra industri sutra.

Shany Kasysyaf