Mengenal Indikasi Geografis sebagai pendongkrak potensi desa
Indikasi Geografis (IG) bisa menjadi potensi untuk mendongkrak kesejahteraan masyarakat desa.

Indonesia diberkati dengan alam dan geografisnya yang unik. Keunikan ini justru bisa menjadi nilai lebih bagi sebuah produk maupun wilayah. Khususnya, potensi usaha bagi BUMDes maupun pelaku ekonomi lokal. Salah satunya mengenai indikasi geografis dan telah menjadi perhatian pemerintah sebagai aset nasional.
Beberapa produk yang kuat dengan indikasi geografis, di antaranya, salak pondoh dari Sleman, kopi Kintamani Bali, lada putih Muntok, hingga tembakau mole dari Sumedang. Berbagai produk unik ini telah terdaftar dalam status Indikasi Geografis. Artinya, berbagai produk ini telah memiliki kualitas maupun syarat perlindungan hukum.
Indikasi Geografis (IG) merupakan sebuah tanda yang menunjukan produk asal berdasarkan geografisnya. Tujuannya agar produk tersebut bisa dilindungi secara hukum di suatu wilayah. Dan tidak dimanfaatkan secara illegal atau terjadi pengakuan oleh orang lain.
Penggunaan sertifikasi Indikasi Geografis (IG) diperkenalkan pada forum dunia World Trade Organization (WTO) untuk menandai produk yang memiliki nilai khas dan kualitas karena faktor geografis, alam dan manusianya. Berbagai keunikan ini pun kemudian diikuti oleh berbagai negara. Termasuk Indonesia melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan status legalnya.
Status IG memberikan manfaat untuk meningkatkan nilai sebuah produk. Baik identifikasi produk, standar produksi dan prosesnya hingga menghindari praktik persaingan curang. Manfaat lainya, status IG juga memberikan jaminan dan kepercayaan kepada konsumen.
Berbagai potensi ini bisa menjadi nilai tambah bagi BUMDes yang lokasinya telah ditetapkan sebagai Indikasi Geografis. Dan menjadi pendobrak meningkatkan kemakmuran warganya.