Berharap Laba dari Wisata Tirta
BUMDes Tirta Wening mengembangkan wisata air sebagai potensi ekonomi desa. Memanfaatkan keberlimpahan sumber daya air di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Hampir setiap sore ada saja anak bermain di dua kolam Desa Tegalrejo, Bulu, Kabupaten Temanggung. Di lahan mirip lembah kecil sebelah barat Kantor Desa Tegalrejo itu ada dua kolam renang. Satu kolam untuk anak-anak, satu yang lain untuk dewasa. Untuk mengalirkan air ke kolam dipakailah tangki penampung dan disalurkan melalui pipa-pipa yang ditanam bersebelahan dengan parit irigasi. Jarak antara mata air dan kolam sekitar 300-an meter.
Di sebelah kolam ada bangunan, belum sepenuhnya rampung. Bangunan itu dibuat agak tinggi, dua lantai. Bagian bawah yang sejajar dengan area kolam untuk bilas dan ganti pakaian. Bagian atas direncanakan untuk semacam kafe, tempat ngopi anak muda. Sebanyak 20% dari 225,42 hektare pertanian di desa yang berketinggian 700 meter di atas permukaan air laut, itu ditanami kopi robusta.
“Pembangunan sudah dimulai tiga tahun lalu. Dibangun secara bertahap menggunakan Dana Desa. Pembangunan terhambat karena ada Covid 19. Hingga saat ini sudah menelan biaya Rp800 juta. Nantinya di sana juga digunakan sebagai wisata edukasi untuk anak sekolah. Pusat kebugaran mini juga ada. Jadi habis senam bisa berenang ”, kata Agus Nuryanto, Kepala Desa Tegalrejo.
Tetangga Desa Tegalrejo, Desa Gondosuli lebih dulu membangun wisata tirta. Namanya Simpleng Water Park yang berlokasi di sisi selatan desa, berjarak sekitar 1,5 kilometer dari kompleks Prasasti Gondosuli. Dua tahun lalu area wisata desa itu resmi beroperasi. Bisa dibilang lokasi permandian itu merupakan yang pertama di perdesaan lereng Gunung Sumbing.
Arena renang dibikin bertingkat sesuai peruntukannya, lokasi paling tinggi untuk anak-anak dan berikutnya untuk dewasa. Di tepi kolam ada ada semacam panggung untuk live music. Ragam jajanan termasuk minuman kaleng dan makanan cepat saji juga tersedia. Pada awal pembukaan pengunjung dikutip Rp8.000.

Kolam renang yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Tirta Wening ini dibangun dalam dua tahap melalui Dana Desa. ”Kolam renang ini sebagai usaha yang berkelanjutan. Dibangun dengan Dana Desa melalui dua tahap. Yang pertama Rp600 juta, tahun berikutnya juta Rp600 juta. Pernah meraih pendapatan sampai Rp70 juta per bulan sebelum pandemi. Saat ini sekitar Rp47 juta per bulan”, kata Kepala Desa Gondosuli, Muhamad Arifin.
Di lereng Gunung Sindoro juga tak kalah semaraknya. Di suatu lahan bertebing curam area pertanian di Desa Tlogowero, Kecamatan Bansari ada mata air yang sebelumnya dimanfaatkan warga sebagai sumber air minum. Untuk mencapainya pengunjung harus menuruni undakan. Air jernih dari mata air di sela-sela pohon tua, hawa yang sejuk memikat siapa saja yang rindu suasana alam. Ada hamparan lahan datar yang disiapkan sebagai tempat kemping. Tak jauh dari situ ada semacam kafe dengan bangunan kayu yang dibangun estetik. Lokasi itu diberi nama Banyu Ciblon Lestari, BCL.
Ada beberapa kolam kecil dengan jalan setapak di rerimbunan pohon. Sebelum pandemi kawasan ini pernah viral di grup-grup media sosial. Namun saat pademi mulai mendera lokasi wisata dikelola kelompok pemuda desa yang berkoordinasi dengan Bumdes Telaga Makmur itu pun surut. Iwan Irniyanto, salah satu pengelola bercerita mata air di perbatasan desa itu mulai dikenal pada 2017. Untuk menambah fasilitas pangunjung, Pemerintah Desa Tlogowero sejauh ini sudah mengeluarkan dana Rp500 jutaan.
“Itu bertahap sih, Mas. Ada untuk warung yang rencananya untuk berjualan makanan tradisional. Panggung hiburan. Bikin fondasi untuk jalan turun ke lokasi. Sebenarnya tempat itu belum di-lanching. Pas ramai-ramainya dulu dari penjualan tiket dapat Rp20 juta sebulan. Waktu itu masih lima ribu per tiket sebelum naik jadi delapan ribu. Mudah-mudahan kami bisa kembali bangkit”, kata Iwan.
Di situ ada sumber mata air, di sanalah ada wisata tirta. Bisa jadi itulah kalimat untuk menggambarkan keinginan untuk memanfaatkan potensi desa. Inilah pula yang dilakukan sejumlah warga di Dukuh Liyangan, Desa Purbosari. Desa ini juga dikenal dengan situs bersejarahnya. Di sinilah ditemukan permukiman kuno yang setelah digali terdapat artefak yang masih utuh setelah terkubur ratusan tahun. Area wisata desanya berada di samping jalan masuk situs arkeologis yang diperkirakan dari era Mataram Kuno. Ada tiga kolam renang yang dijadikan sarana wisata.

Tempat wisata di desa ini sebenarnya sudah diupayakan sepuluh tahun lalu oleh Komunitas Pencinta Alam Temanggung (Komelat). Kolam renang yang diberi nama Cinta Liyangan itu dibangun setelah pendirian tempat out bound dan mini off road tak membuahkan hasil. Dengan memanfaatkan mata air yang juga digunakan sebagai air minum warga, kelompok warga tersebut membangun kolam renang. Ruskedi, salah satu pengelola mengatakan area wisata di desanya bekerja sama dengan warga setempat karena lahan kolam itu bukan kas desa.
“Semula kami mendapat dana PNPM Pariwisata sebanyak Rp100 juta, lalu ada bantuan serupa Rp60 juta. Itu sekitar tahun 2010 dan 2011. Total sudah Rp150 juta-an. Pengembangan juga masih terus dilakukan termasuk menghimpun dana dari anggota dan bahkan pinjaman ke bank. Saya juga pernah diajak ke Ponggok untuk studi banding”, kata Ruskedi kepada Kanal Desa.
Dia berkisah sebelum pandemi usaha yang dikelola komunitasnya bisa mencapai Rp10 juta sampai Rp15 juta per bulan. Capaian belum bisa diraih kembali setelah sekitar dua tahun aktivitas kolam relatif terhenti. Meski demikian, sekarang pendapatan perlahan menunjukkan perbaikan meski pendapatan per bulan hanya separuhnya. “Sekitar Rp4,5 juta. Selama ini kami sudah bisa memberi pendapatan kepada pihak dusun. Dusun loh ya. Belum desa”, kata dia.
Di lereng Sindoro dam Sumbing ada sejumlah wisata air, seperti Sindoro Water Park di Desa Rejosari Kecamatan Bansari, Kolam Renang Tlogowangi di Desa Tlogo, Kecamatan Tretep, Kolam Renang di Bukit Kembang Arum di Desa Prangkolan Kecamatan Bejen, dan Kolam Renang Cahaya Langgeng di Desa Bojonegoro, Kecamatan Kedu. Semua berupaya menawarkan keunggulan dan ‘sensasi’. Sindoro Water Park melalui bentuk kolam dan arena bermain anak, Kolam Renang Tlogowagi yang berada di tengah kebun kopi, Bukit Kembang Arum dengan kolam renang di bukit, atau Cahaya Langgeng yang dilengkapi dengan kebun binantang mini.
Ini belum termasuk kolam wisata tirta yang diusahakan perseorangan atau swasta, seperti Pengilon Edu Park di Kecamatan Bulu dan d’Sobahan Resort di Dukuh Sobahan, Desa Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo atau kolam renang milik yang dikelola Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Temanggung seperti Kolam Renang Taman Kartini dan yang terbesar Pikatan Water Park. Belum lagi ada sumber mata air dibangun melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya, seperti kawasan wisata Tuk Mulyo, di Desa Pandemulyo, Kecamatan Bulu yang lokasinya tak jauh Simpleng Water Park dan Sendang Sengon di Desa Banjarsari, Kecamatan Ngadirejo. Keduanya menelan anggaran Rp2,29 miliar dan Rp1,19 miliar.

Area wisata tirta dibangun pemerintah desa karena ada mata air, pangsa pasarnya dinilai masih terbuka, pembiayaan bisa diusahakan dari Dana Desa, plus ada contoh yang paling berhasil, Umbul Ponggok di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Wisata air yang dikenal hingga mancanegara ini dikelola Bumdes Tirta Mandiri pada 2010. Foto bawah air yang mirip Bunaken Sulawesi Utara itu viral di media sosial hingga membuat Ponggok ramai pengunjung.
Area kolamnya mencapai 40 meter kali 70 meter, pemandangan bawah permukaan air yang menawan, ditambah berbagai inovasi dan ketangguhan pengelolanya mengatantarkan Umbul Ponggok menjadi wisata desa terbaik. Objek wisata desa itu pernah meraih pendapatan hingga Rp16,5 miliar pada 2016. Klaten memang dikenal sebagai Kabupaten Seribu Umbul. Kepala Divisi Wisata Unggul Ponggok, Suyantoko mengatakan tempat wisata yang dikelolanya terus berupaya agar terus eksis dengan serangkaian pengembangan apalagi setelah pandemi tumbuh lokasi-lokasi wisata baru.
“Bumdes Tirta Mandiri sekarang mengembangkan tiga umbul lain di Ponggok. Foto-foto underwater juga ditambah variasinya. Sehari pengunjung sekarang 400 orang sampai 500 orang dan bisa mencapai dua kali lipat pada akhir pekan. Terakhir pendapatan kami sekitar 700 juta per bulan. Kami juga sekarang berhimpun dalam Asosiasi Jasa Tirta yang sudah beranggota 17 lokasi wisata di Klaten”, kata Suyantoko.
Munculnya beragam objek wisata memang secara otomatis membuat pengelolanya harus menyiapkan inovasi. Hal itu juga dilakukan pengelola wisata perdesaan di Temanggung. Langkah ini dilakukan agar tetap eksis di tengah munculnya wisata perdesaan baru. “Kami gencar berpromosi lewat media sosial. Selain itu, kami juga memanfaat setiap momentum agar orang tetap berkunjung. Door prize hingga senilai Rp50 juta juga disiapkan”, kata Muhamad Arifin.
Meski lokasi wisata belum sepenuhnya beroperasi, Kolam Renang Bumi Perdikan juga menyiapkan sejumlah kiat dan event. “Di samping menyiapkan sumber daya pengelola, pihak akan menjalin kerja sama dengan kelompok senam di Parakan. Membuat event seperti festival jajanan pasar yang diselenggarakan tahun lalu. Sekolah-sekolah juga menjadi sasaran pangsa pasar kolam renang itu”, kata Agus Nuryanto.