Badan Usaha Milik Masyarakat Adat Serakop Jalai Lintang: Menggerakan Ekonomi Komunitas Adat
Hingga pada satu saat ketujuh kampung ini bersepakat menjual hasil olahan kerajinan mereka melalui satu pintu saja, yakni melalui Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) Serakop Jalai Lintang.
Amelia Clarisa mulai menata meja dan bangku yang sudah dihiasi ornamen kain tenun. Pada rumah yang bertingkat dengan ruang yang memanjang itu, dia bergulat dengan aktivitas yang begitu sibuk. Di hadapannya hilir mudik anak-anak hingga orang dewasa begitu ramai. Ada yang bercerita. Makan dan sekadar bertegur sapa.
Hari itu, Dusun Sungai Utik, Desa Embaloh Hulu, Kapuas Hulu, lagi dilanda kemeriahan. Kampung yang terletak di Tanah Borneo ini lagi merayakan Festival Rimba yang kedua kalinya. Kegiatan yang digagas oleh masyarakat adat Dayak Iban secara mandiri ini menarik banyak perhatian wisatawan, baik dalam negeri hingga internasional.
“Ini sudah kedua kalinya festival rimba di Sungai Utik, dan ini paling ramai,” kata Amel.
Amel sapaan akrab perempuan itu begitu aktif terlibat di Festival Rimba. Sebab, dia bagian dari panitia juga. Secara kesukuan dia adalah dara muda Dayak Iban. Sejak lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) dia langsung aktif di kegiatan sosial dan adat. Lalu dia kemudian aktif di Badan Pemuda Adat Nasional (BPAN) dan menjadi relawan di Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kapuas Hulu.
Dia banyak belajar tentang masyarakat adat dan belajar soal bagaimana masyarakat adat keluar dari rantai masalah yang mereka hadapi. Masalah kehilangan tanahnya, ruang hidupnya yang dirampas, dan ekonomi yang semakin hari selalu terdesak oleh kebutuhan hidup yang tinggi. Padahal, masyarakat adat bisa hidup dari hutan tanpa ada desakan kebutuhan hidup yang tinggi. Kenyataannya malah sebaliknya.
“Salah satu solusi yang saya lihat itu bagaimana memberdayakan potensi yang dikembangkan oleh masyarakat adat di kampung, salah satunya dengan kerajinan yang mereka buat dari tangan sendiri,” kata Amel.
Kesibukan Amel di Festival Rimba salah satunya adalah menjajakan hasil kerajinan tangan dari perempuan-perempuan Dayak Iban. Banyak variasi yang dijual. Ada sarung dari rajutan tenun, tas, gelang, tikar dan rompi dengan motif beragam.
Semua produk yang dijual berasal dari kerajinan tangan masyarakat adat yang tersebar dari 7 kampung yaitu: Sungai Utik, Kulan, Mungguk, Rantau Prapat, Apan, Ungak, dan Sungai Tebelian. Dari 7 kampung ini di bawah satu Ketemenggungan Iban Jalai Lintang.
Kerajinan mengolah anyaman atau menenun sudah lama dilakukan masyarakat adat khususnya Dayak Iban. Apalagi kekayaan sumber daya alam yang masih dijaga membuat hasil kerajinan tidak akan punah. Hanya saja, ada satu masalah, cara menjual hasil olahan mereka yang belum menemukan solusinya.
Hingga pada satu saat ketujuh kampung ini bersepakat menjual hasil olahan kerajinan mereka melalui satu pintu saja, yakni melalui Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) Serakop Jalai Lintang.
Inisiatif pendirian BUMMA ini juga tidak lepas dari dukungan dan pendampingan PD AMAN Kapuas Hulu dan PD AMAN Kalbar, yang turut mendampingi masyarakat adat terus memperjuangkan nilai-nilai kearifan dan berdaulat atas sumber daya mereka punya.
“Hadirnya BUMMA ini harapannya untuk memperkuat kader pemuda dan pemudi sebagai kader penggerak sosial, budaya, dan ekonomi di kampungnya,” jelas Tatang Samahung, pegiat lingkungan, aktivis masyarakat adat Kalbar.
Solusi Ekonomi
Inisiasi mendirikan BUMMA sudah lama diprakarsai oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Tujuannya untuk untuk memperbaiki penghidupan komunitas masyarakat adat dan untuk meningkatkan kapasitas komunitas masyarakat adat agar dapat berpartisipasi dan memperoleh keuntungan dari pengembangan kebijakan hutan ditingkat nasional maupun internasional.
Sejak diluncurkan pada 10 tahun yang lalu oleh AMAN sebagai solusi ekonomi bagi masyarakat adat dengan target harus bisa menyentuh 2.244 komunitas anggota AMAN, di beberapa daerah BUMMA ini cukup membantu perekonomian masyarakat adat. Salah satunya BUMMA Serakop Jalai Lintang. Kehadiran BUMMA sangat membantu apalagi saat perayaan Festival Rimba, akan ada banyak permintaan dan produksi kerajinan untuk dipasarkan dan dipamerkan di acara.
“Hadirnya festival rimba tentu akan berdampak pada masyarakat baik dampaknya secara sosial dan ekonomi,” kata Tomo Mana, PD Aman Kapuas Hulu
Ipi, pengurus AMAN Kapuas Hulu yang juga sebagai penanggung jawab BUMMA menerangkan, hadirnya BUMMA ini agar bisa menjadi rumah usaha dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dan sosial masyarakat adat Jalai Lintang.
“Salah satunya dengan memastikan tata kelola BUMMA yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Ipi juga bilang, BUMMA akan menjadi wadah belajar bagi masyarakat adat dengan melakukan peningkatan kapasitas bagi pengelola BUMMA maupun bagi masyarakat adatnya. Selain itu, BUMMA juga merupakan bagian dari jaringan (produksi dan pemasaran) serta memastikan kegiatan-kegiatan pendampingan usaha masyarakat masyarakat adat.
“Yang diharapkan dengan hadirnya BUMMA selain manfaat ekonomi bagi masyarakat adat juga bisa membantu masyarakat adat dalam pelestarian budaya di mana pengrajin selain menghasilkan produk untuk dijual juga bisa membagi kepandaian/ilmunya untuk para penerus baik anak-anak mau pun cucu-cucunya sehingga mempertahankan kebiasaan yang turun temurun contohnya seperti menenun, menganyam,” tambahnya.
Kata Ipi, semua produ yang dipromosikan di BUMMA merupakan hasil dari kerajinan yang dibuat oleh perempuan-perempuan masyarakat adat , yang bahan dasarnya berasal dari sumber daya alam yang mereka jaga kelestariannya. Contohnya, kanin tenun sidan, kain tenun sungkit, tikar dari memban dan tikar dari bata yang bahannya dari alam.
“Tepuk lalat, agak, ladung, kipas dari perupuk, gelang dan cincin dari resam, juga mentega yang terbuat dari tengkawang, serbuk aras (untuk body scrub), syal, anting, kulit kayu selukai, dan masih banyak lagi,” urai Ipi.
Dia menegaskan, setiap barang yang dijual dan dikelola oleh BUMMA adalah murni dari olahan dan kerajinan masyarakat adat yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu dan tidak akan dicampur jualannya dengan daerah lainnya. Artinya, untuk menegaskan identitas daerah dan wilayah yang memiliki corak, budaya, dan adat isitiadat yang berbeda.
Dia bilang, saat menjalankan kegiatan BUMMA, dari melakukan pelatihan pengolahan produk, pendampingan masyarakat adat khususnya perempuan, dia dibantu oleh anak-anak muda adat yang mau belajar dan tumbuh bersama.
Peran pemuda khususnya para perempuan sangat penting dalam melanjutkan semangat menggerakan ekonomi dari kampung. Apalagi ekonomi masyarakat adat yang selama ini belum diperhatikan, baik dari segi peningkatan dan pendampingan untuk kegiatan pemberdayaan dan usaha.
“Anak-anak muda terutamanya perempuan cukup aktif terlibat dalam BUMMA dan ini sangat bagus untuk mereka belajar dan mengasah kepekaan sosial mereka,” imbuhnya.
Ipi berharap, ke depannya BUMMA ini bisa membuka galeri untuk bisa menjadi wadah atau tempat menampung produk olahan dari masyarakat adat dan komunitas khususnya dari 7 kampung yang sudah berkomitmen mendukung BUMMA.
“Sehingga BUMMA Sekarop Jalai Lintang bisa menjadi contoh bagi usaha atau badan usaha lainnya yang ada di Kapuas Hulu khususnya di kampung-kampung yang lain,” kata Ipi dengan penuh harap.